Pelan-pelan adukan buryam menyatu. Buryam ini tanpa kaldu. Jadi gak encer dan gak kental. Buat aku, teksturnya pas.
Uniknya tak kutemukan kacang dan bawang goreng yang biasanya ada pada bubur ayam pada umumnya.
Isinya didominasi cakwe, cacah  daging ayam, dan ditaburi daun selevri serta tongcay. Ditambah lagi topping telur ayam kampung mentah. Komposisi ini yang membuat cita rasa khas, unik  dan enak.
Rasa bubur dominan gurih nikmat. Â Semakin kuat dengan paduan gurihnya cakwe plus tongcay. Apalagi ditambah kecap asin. Ya, disediakan kecap asin bukan kecap manis plus sambal.
Unsur rasa ini menstabilkan potensi aroma amis pada telur ayam kampung yang membuat tekstur bubur menjadi "pulen" lembut dengan cita rasa unik.
Biar makin afdol aku campur dengan ati ayam dan sate telur puyuh. Kudapan pendamping yang umum disediakan sebagai pendamping buryam.
Tambahan "protein" ini mengimbangi karbohidrat yang ada pada buryam dengan porsi yang cukup banyak. Hampir penuh satu mangkok. Sangat mengenyangkan. Puas rasanya.
Soal harga, satu porsi mangkok buryam dibandrol Rp. 12 ribu. Jika tambah telur ayam kampung menjadi Rp. 18 ribu. Aku nambah 2 ati ayam, satu sate telur puyuh, serta satu pangsit. Minumnya teh tawar, total harga Rp. 30 ribu. Murah atau nggak?
Menurutku seeh worth it, sebanding dengan cita rasa dan porsinya.
Buryam ala Chinnese Legendaris, Era Reformasi