Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hargai Setiap Butir Nasi untuk Menyelamatkan Bumi

28 Agustus 2024   03:35 Diperbarui: 28 Agustus 2024   12:46 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pangan Nasional mencatat, bahwa setiap tahun ada 23-48 juta ton pangan terbuang menjadi sampah/limbah. Jumlah itu setara dengan setiap orang membuang limbah makanan sebesar 0,5 kg per hari. Wah!

COBA bayangkan, makanan yang menjadi sampah sebesar itu, semestinya bisa memenuhi kebutuhan konsumsi berapa banyak orang?

Ironisnya lagi, tak sedikit warga masyarakat kita yang masih mengalami kelaparan akibat ketidakmampuan memperoleh makanan yang layak. Dzalim gak perilaku kita yang buang-buang sampah nasi/makanan dengan entengnya?

Padahal, pangan yang terbuang sebenarnya bisa diminimalisir dan diolah menjadi makanan yang layak.

Andaikan saja jumlah limbah makanan di atas dapat dikonsumsi oleh sekian ratus juta orang di Indonesia yang kesusahan, tentu tidak akan meminimalisir jumlah masyarakat yang kelaparan.

Baik, sebelum saya lanjutkan ulasan ini, FYI kata "nasi" yang saya pakai pada judul merujuk pada bahan makanan apa saja. Tak terbatas pada nasi/beras karena setiap daerah di nusantara ini, mempunyai bahan makanan/pangan pokok yang berbeda-beda.

Kedengarannya hiperbola banget ya, sebutir nasi bisa menyelamatkan bumi. Tapi beneran. Ini serius. 

Coba ingat-ingat kembali kebiasaan kita saat makan. Apakah template habit makan Anda seperti di bawah ini? 

Makan sudah kenyang. Makanan "nyisa" gak habis. Sayang kalau dibuang. Masuk kulkas. Di kulkas beberapa hari, makanan berubah (rasa dan penampilan). Makin gak sedap dipandang dan makin gak bikin berselera. Finishnya, dibuang jadi sampah.

Kali lain saat makan jajan di luar (warung, resto, kafe) pesan makan beraneka rupa. Mengikuti nafsu keinginan. Melebihi kesanggupan menghabiskan porsi makan. Ujung-ujungnya, gak habis. Makanan sisa, tinggalin. Atau minta dibungkus bawa pulang. Sampai di rumah, balek ke template pertama di atas. Nasib makanan sama, masuk TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Hahahaa.

Limbah Makanan dan Nasib Bumi

Saya mengira-ira, seberapa banyak orang tahu tentang sampah sisa makanan ya? Apa dampaknya pada kehidupan kita, pada bumi kita?

Kita seringkali enteng saja melakukan aksi buang-buang makanan. Merasa, toh yang penting makanan sudah bayar (kalau makanannya beli). Hak kita dong untuk memperlakukan makanan bagaimana.

Sekilas pandangan ini benar. Namun kita lupa tentang sebuah kebiasaan baik. Bagaimana memperlakukan makanan dengan baik.

Sejatinya makanan bukan sekadar asupan makanan yang kita butuhkan untuk memperpanjang nafas hidup.

Ada semangat kehidupan dibaliknya yang perlu kita sadari. Kehidupan diri sendiri, orang lain secara universal. Menyangkut kepada kehidupan bumi tempat hidup kita agar tidak rusak yang bahkan oleh perilaku kita sendiri. Ironis bukan, kalau bumi rumah kita, kita rusak sendiri.

Makan bukan sekadar kebutuhan kita sendiri untuk bertahan hidup, tapi makanan mempunyai nilai yang harus kita pahami agar kita tak melanjutkan kebiasaan buruk terhadap makanan.

Nah berkaitan dengan perilaku "nyampah makanan" dan nasib bumi ke depan, saya mencoba introspeksi diri, bagaimana sebaiknya sikap/perilaku kita. Simak ya.

Rasa Menghargai

Pernahkah kita berpikir, bahwa pada setiap butir nasi/makanan yang kita konsumsi, ada rantai jerih payah upaya orang-orang yang menghadirkannya hingga sampai ke meja makan kita?

Ada petani, buruh tani, yang menanam padi, merawat sampai memanennya. Lalu ada orang yang terlibat menjadikan padi menjadi beras. Mendistribusikan, transaksi jual beli ke pasar-pasar, sampai ke tangan ibu di rumah kita. Selanjutnya menanaknya menjadi nasi yang siap kita konsumsi.

Kalau kita memiliki rasional dan rasa bijak, semestinya kita bisa menghargai dan menghormati jerih payah rantai "organ-organ sistematis" tersebut.

Itu yang pertama. Menghargai yang kedua adalah rasa menghargai pada mereka yang berjuang susahnya mencari/memperoleh sesuap nasi.

Bagaimana kita bisa berbuat semaunya, buang-buang sisa makanan sementara ada "orang papa", dhuafa dan "golongan susah" lainnya.

Rasanya kita dzalim kalau melakukannya.

Rencanakan Makanan dengan Bijak 

Kita harus mengerti dan memahami tentang mengkonsumsi makanan secara bijak. Salah satunya adalah menghentikan sikap boros dalam mengkonsumsi makanan/pangan.

Dalam hal ini, bukan berarti mengurangi porsi makan sehari-hari. Akan tetapi mengubah kebiasan untuk lebih bijak mengonsumsi makanan. Karena makanan kita harus tetap memenuhi kebutuhan gizi dan porsi yang kita butuhkan.

Jadi, sebaiknya merencanakan konsumsi makanan dengan lebih baik dan bijak. Menananmkan dalam pemahaman bagaimana tidak ada kebiasaan kita membuang sisa makanan. Realnya adalah merencanakan habit konsumsi kita yang lebih bijak.

Menyimpan dengan Benar

Sisa makanan, ada atau terjadi karena ketidakbijakan kita dalam merencanakan habit konsumsi makanan yang bijak.

Biasanya karena merencanakan makanan atas dasar keinginan, bukan kebutuhan. Menurut saya, jika keinginan yang diutamakan, yang terjadi adalah penyediaan (pembelian) makanan yang melebihi kebutuhan.

Tentu penyediaan bahan pangan sudah lazim. Itulah sebabnya penting memperhatikan/memperhitungkan penyimpanan pangan yang bijak.

Bagaimana pangan itu, nantinya tetap bisa dikonsumsi selayaknya bukan menjadi makanan sisa yang akan terbuang percuma.

Berbagi Jika Lebih 

Jika pun memiliki kelebihan pangan, akan lebih bijak menjadi sebuah habit untuk berbagi kebaikan. "Berbagi jika lebih," tentu hal terbaik, dibanding "nyampah" makanan dan nyampah apapun.

Jadi sudah saatnya kita, mengubah kebiasaan dan pola pikir kita tentang nasi/makanan.

Kita harus memiliki pemahaman dan sikap bijak dalam memanfaatkan serta mengolah pangan.

Tujuannya adalah demi terus menerus mengurangi limbah pangan di masa mendatang. Demi menjaga kelestarian bumi, tempat tinggal kita.

Kita mulai dari diri kita sendiri. Setuju?

Instagram @rachmatpy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun