Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 201 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Reminder dari Eks Rumah Tadashi Maeda, Inspirasi Heroik Detik-detik Proklamasi

14 Agustus 2024   04:05 Diperbarui: 15 Agustus 2024   21:05 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Napak tilas di Munasprok, 10 Agustus 2024. Foto Wisata Kreatif Jakarta (WKJ)

Sosok perwira tinggi Kekaisaran Jepang era kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Tadashi Maeda lekat teringat, saat bulan "merah putih" Agustus tiba. Maeda dan eks rumah yang dulu dihuninya di jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat itu, selalu mengingatkan kembali, momen heroik "kilat" detik-detik jelang kemerdekaan diproklamirkan oleh Sekarno Hatta. Bangunan rumah bersejarah tahun 1927 itu, kini menjadi museum yang ramai pengunjung saat perayaan "Agustusan" tiba. 

SAYA buru-buru masuk ke ruangan, bergabung dengan teman-teman yang menanti di dalam. Saya orang terakhir yang masuk ruangan itu.

Ada beberapa bangku sofa tanpa sandaran. Saya duduk di sofa yang menyudut, sebelah Ajeng, teman sekelompok acara napak tilas hari itu.

Sesaat kemudian ruangan gelap. Hanya  pendaran cahaya dari nyala monitor yang menerangi. Hening. Tak ada suara terdengar kecuali auido dari putaran film dokumenter berdurasi sekira 15 menit itu. 

Film diawali dengan visualisasi pertempuran perang dunia ke 2 antara Amerika Serikat bersama negara-negara sekutunya melawan Jepang. Perang dari dokumentasi "jadoel" pertempuran pesawat-pesawat tempur "kuno" di udara.

Kengerian teringat kembali, pada adegan dijatuhkannya bom atom oleh pesawat. Bom meluluhlantakkan 2 kota penting di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945 silam.

Hancurnya kedua kota itu, membuat Jepang bertekuk lutut pada sekutu. Menyerah, kalah tanpa syarat.

Indonesia yang saat itu dalam pendudukan Jepang, mendapat momentum saat kekuatan Jepang lumpuh dan hegemoni di Indonesia melemah.

Soekarno bersama tokoh-tokoh pemuda kemerdekaan lainnya, mengambil momen itu untuk merancang dan merumuskan "kilat" naskah teks proklamasi kemerdekaan RI.

Beneran saya merinding selepas nonton film pendek detik-detik proklamasi kemerdekaan itu. Terutama saat dengar suara Soekarno, membacakan teks proklamasi (padahal sering dengar berulang-ulang). Mungkin terbawa suasana bulan kemerdekaan kali ya. Ngebayangin detik-detik menegangkan dan krusial saat itu. Heroik!

Napak Tilas Kemerdekaan

Nonton film pendek itu bagian acara napak tilas yang saya ikuti pada Sabtu 10 Agustus 2024 lalu. Acara digelar oleh Wisata Kreatif Jakarta (WKJ) yang disuport Komunitas Traveler Kompasiana (KOTEKA) dalam Kotekatrip 25 serta produsen minuman jus County Choice.

Acara napak tilas meliputi lokasi yang berhubungan erat dengan peristiwa bersejarah detik-detik proklamasi.

Lokasi start mulai dari eks rumah Maeda yakni Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok), lalu menyusuri kawasan Jalan Imam Bonjol dan berakhir di Tugu Proklamasi.

Mengingat eks rumah Tadashi Maeda adalah saksi biksu Soekarno dan kawan-kawannya merumuskan naskah teks proklamasi, praktis waktu napak tilas banyak digunakan di Munasprok.

Peserta sebanyak 40-an, dibagi menjadi 3 kelompok. Saya, bertujuh masuk kelompok Koteka yang dipandu Inces dari WKJ.

Napak tilas di Munasprok, 10 Agustus 2024. Foto Wisata Kreatif Jakarta (WKJ)
Napak tilas di Munasprok, 10 Agustus 2024. Foto Wisata Kreatif Jakarta (WKJ)

Saat berkumpul di halaman museum, saya perhatikan bangunan Munasprok, terlihat masih megah beraksen bangunan tua, lama.

Dibangun tahun 1927, hasil rancangan Johan Frederik Lodewijk Blankenberg. Bangunan kali pertama  diperuntukkan sebagai kediaman/ rumah resmi konsulat Kerajaan Inggris. 

Lalu masa pendudukan Jepang, rumah dihuni Laksamana Muda Tadashi Maeda, masa periode 1942-1945. Kala itu Maeda, menjabat sebagai perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda.

Pada 24 November 1992, sesuai Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0476/1992, rumah itu ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Maeda berperan dalam proses terwujudnya perumusan naskah proklamasi. Rasa simpatiknya kepada perjuangan Indonesia, mendorongnya untuk mempersilakan Soekarno dan tokoh-tokoh lain menggunakan lantai 1 rumahnya.

Soekarno yang datang pada 16 Agustus 1945 malam hari, memang membutuhkan tempat untuk merumuskan naskah teks proklamasi.

Lantai 1 digunakan Soekarno dan kawan-kawan, sementara Maeda beserta keluarganya, sementara "menyingkir" ke lantai 2. Lantai yang memiliki banyak ruangan pribadi. Kalau gak salah ada 5 ruangan besar.

Meja panjang di ruang depan Munasprok. Dokumen Pribadi
Meja panjang di ruang depan Munasprok. Dokumen Pribadi

Ruangan kamar tidur, termasuk untuk tamu. Beberapa kamar dilengkapi kamar mandi dalam, berfasilitas lumayan mewah untuk masa itu. Ada juga teras luar. Ruangan atas laksana villa besar.

Berkeliling di dalam museum lantai 1 terdiri dari beberapa ruangan. Ada meja makan yang menjadi saksi bisu, "debatnya" Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo saat merumuskan teks proklamasi.

Now, meja makan itu dijadikan diorama yang dilengkapi replica ketiga tokoh, Soekarno, Moh Hatta, dan Ahmad Subarjo.

Diorama mengilustrasikan saat mereka berdiskusi merumuskan naskah proklamasi. Diskusi mulai sekitar jam 03.00 wib, pada 17 Agustus 1945.

Mengejar waktu, untuk dibacakan Soekarno pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

Melongok ke ruang sebelahnya ada ruangan, replika Sayuti Melik sedang mengetik naskah teks tulisan tangan sambil merevisi beberapa kalimat. Setelahnya atas usulan Sukarni, naskah ketikan ditandatangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta "mewakili" atas nama bangsa Indonesia.

Naskah ditandatangani di atas piano. Piano itu masih ada. Ada di depan ruangan Sayutu Melik, dekat tangga ke lantai 2.

Piano masih nampak mengkilap warna kehitaman. Bersih, sepertinya terawat dengan baik. Entah masih berfungsi atau tidak, karena dilarang untuk memainkannya.

Satu bagian lagi, yang mungkin pengunjung banyak terlewat adalah bunker di halaman belakang museum.

Dulunya digunakan pemerintah Jepang untuk menyimpan berkas dokumen penting. Isi di dalamnya?

"Sendok plastik, sepertinya bekas orang makan," kata Ajeng yang sempat merasa dongkol, karena sampah itu.

Bunker di halaman belakang Munasprok. Foto Omjay
Bunker di halaman belakang Munasprok. Foto Omjay

Ajeng turun dan masuk ke dalam bunker, menyusul Bambang yang turun duluan.

Napak tilas lanjut menyusuri jalan Imam Bonjol. Lewat kawasan Taman Surapati Menteng yang pada tahun 1910, dirancang oleh Belanda sebagai "kota taman" (garden city) pertama di Indonesia.

Napak tilas dItutup di Tugu Proklamasi. Tugu ikonk yang menjadi reminder bangsa ini, akan peristiwa krusial dan heroiik detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Napak tilas di Tugu Proklamasi, 10 Agustus 2024. Foto Wisata Kreatif Jakarta (WKJ)
Napak tilas di Tugu Proklamasi, 10 Agustus 2024. Foto Wisata Kreatif Jakarta (WKJ)

Lalu apa yang dapat dipetik dari ajang napak tilas detik-detik proklamasi kemerekaan seperti ini?

Apa inspirasi kunjungan ke Munasprok yang "hiruk pikuk" saat bulan Agustus itu?

Bagi saya, acara seperti napak tilas, wisata sejarah ini memberi banyak manfaat sekaligus pengingat.

Inspirasi Detik-detik Heroik

Setidaknya, Munasprok memberikan sebuah "reminder" inspirasi tentang momen heroik masa genting jelang negara ini lahir/ merdeka.

Mengingatkan bagaimana sebuah proklanasi kemerdekaan itu penting. Bukan sekadar simbol mengabarkan kepada dunia, merdekanya negara, namun lebih penting adalah kebulatan tekad menjadi negara berdaulat lepas dari penjajahan. 

Menyerap Semangat Nasionalisme 

Momen "kilat" merumuskan naskah proklamasi yang dilakukan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, mustahil dilakukan jika tidak ada rasa nasionalisme yang begitu dalam. Cinta Tanah Air.

Sebuah semangat penting, yang membuat terwujudnya pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke seluruh dunia.

Semangat yang harus dimiliki generasi muda, sebagai generasi penerus kelangsungan bangsa ini.

Menghargai Nilai-nilai Historis

Saat berkeliling Munasprok, saya ketemu dengan "Bung Karno dan Moh. Hatta" tapi KW alias palsu. Anak-anak muda itu menggunakan cosplay sosok proklamator Soekarno Hatta, sebagai andil memeriahkan nuansa Agustusan.

Mereka juga menggelar aksi teatrikal di museum tentang momen terkait kemerdekaan. 

Saya sungguh mengapresiasi anak-anak muda, yang tergabung dalam (kalau gak salah dengar) komunitas Bangor. Kreatif.

Saya pikir, kerelaan anak-anak muda itu bukan sekadar senang-senang tanpa makna. Namun termuat di dalamnya, "jiwa" yang memaknai nilai-nilai kemerdekaan itu sendiri.

Ajang acara seperti napak tilas ini memang lazim digelar sebagai sebuah wisata sejarah yang edukatif.

Penting dilakukan dengan inovasi-inovasi yang digemari anak-anak muda sesuai zamannya.

Bagaimana pun, wisata sejarah bisa menjadi edukasi historis bagi generasi muda, yang menyenangkan.

Akhir kata, saya mengucapkan Selamat hari kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia. Merdeka!

@rachmatpy

Referensi

Sejarah Berdirinya Museum Perumusan Naskah Proklamasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun