Unik memang. Kampoeng Gallery menjadi jembatan untuk meningkatkan "derajat" nilai barang-barang yang dianggap "sampah" itu. Â
"Barang-barang second itu bisa menjadi investasi ke depan,"Â katanya.
Di sisi lain, Ivan bukan saja mengapresiasi nilai sejarah "sampah" itu, tapi melalui Kampoeng Gallery, Ivan juga turut berkontribusi dalam mengurai persoalan sampah di Jakarta. Â Bukankah ini sangat positif?
Ruang Literasi dan Seni Anak Muda Â
"Yang bisa mendamaikan dunia, hanya buku dan lagu." -- Kampoeng Gallery
Terbagi dalam ruang-ruang di sepanjang koridor, dengan ragam koleksi benda-benda loak "bersejarah" itu, Kampoeng Gallery menawarkan suasana vintage. Menciptakan suasana seperti tempoe doeloe yang "dijual" Ivan sebagai daya tarik Kampoeng Gallery.
Maka jadilah Kampoeng Gallery menjadi tempat nongkrong atau semacam caf. Dan jangan salah, anak-anak muda ternyata sangat menikmati menghabiskan waktu di Kampoeng Gallery.
Bukan hanya bisa nongkrong bareng teman-temannya, namun bisa sekaligus membaca koleksi buku secara gratis plus mendengarkan musik era "bapaknya" dulu.Â
Apalagi belakangan, Ivan juga menggandeng beberapa tenant, seperti Kopi Buatan Orang Rumah (BOR), angkringan juga penjual makanan minuman guna membuat betah pengunjung.
Di tempatnya itu, Ivan menggiatkan kegiatan literasi, seni dan budaya. Ada perpustakaan. Ada ruang untuk MADING (Majalah Dinding) diperuntukkan bagi anak-anak muda yang malu memperkenalkan karya-karyanya.
Kampoeng Gallery terbuka untuk umum. Konsep literasi tak dibatasi usia, namun Ivan ingin meliterasi anak muda untuk menghargai sampah. Dia ingin mengajak teman-teman muda belajar membuat budaya baru, menyelamatkan dunia dari sampah.
Kampeng Gallery bisa menjadi wadah sebagai tempat bertukar pikiran, membaca buku koleksi perpustakaannya, belanja barang jadulan, kaset, buku dan kegiatan lainnya. Â