Ivan merasa sayang saja, kalau barang-barang antik bersejarah itu, dibuang begitu saja. Padahal nilainya, bisa berarti bagi orang lain.
"Di dunia tidak ada sampah, yang ada hanya salah tempat," demikian filosofi bijak Ivan yang dituturkannya kepada rombongan acara "Kotekatalks 14", Kompasianer Koteka yang berkumpul di salah satu ruang tengah Kampoeng Gallery.
Kira-kira yang aku pahami filosofi di atas adalah, bahwa benda-benda "sampah" itu apabila di tangan orang yang tepat, maka akan dihargai nilainya. Bukan lagi tanpa nilai. "Sampah".
Bagi Ivan, "sampah" merupakan salah satu yang membuat iklim dunia tidak stabil. Dia ingin menjadi bagian dari orang yang turut menyelamatkan dunia dari sampah.
Berawal dari hobi dan termotivasi kegelisahannya itu, Ivan mengumpulkan koleksi barang secondnya yang dimilikinya sejak SMA.
Dia  menyukai musik dan membaca. Pada zaman itu, untuk mengoleksi barang-barang itu, dia tak mampu membeli barang baru. Akhirnya Ivan suka membeli barang second di tukang loak.
Dari situlah dia mulai meminati barang-barang dari tukang loak. Â Akhirnya "koridor" samping rumahnya menjadi tempat penampungan barang-barang second miliknya. Sekarang menjadi markas Kampoeng Gallery.
"Kami tidak pernah bermimpi, tapi kami punya mimpi yang terus kami jaga, kami gerakkan dalam tubuh dan pikiran kami." - Kampoeng Gallery.
Lambat laun, koleksi barang-barang second, antik Ivan bertambah. Â Barang-barang itu datang dari mana saja. Dari siapapun yang menghibahkan, atau bahkan dibeli langsung dari orang yang menawarkannya.
"Boleh juga nitip jual di sini," kata pria berumur kepala 5 itu.
Sedikit banyak, Kampoeng Gallery menjadi semacam tempat "takdir pertemuan" antara "sampah-sampah" itu dengan orang-orang yang membutuhkannya. "Sampah-sampah" itu menemukan "tuan barunya." Dimana Kampoeng Gallery menjadi tempat pertemuannya.