“merunduklah, dewa hujan akan berkunjung,” desah julur ranting kepada daun yang bermukim di legam kayu menua.
lalu tergesa berteduhlah, hingar bingar, hiruk pikuk dalam diamnya
merapatlah kenangan dan pikiran tentang masa depan
mereduplah kecamuk, dalam urai pikiran di dahan-dahan masa lalu
hujan bukanlah hantu
bahkan petir sekalipun dengan mata berkilatnya, bukanlah sesuatu menakutkan
ia adalah tantangan yang takkan mampu membunuh
ia adalah ujian yang menuntun ke berundak tangga langit berlapis
ia kawan
ia kawan meniti arakan tangga hidup berisi berintan mulia
maka tinggalkan ia dahan-dahan pohon candradimuka
bukan sebuah pelarian
bukan pula noktah ketidakpuasan
ia adalah kedewasaan untuk membangun dahan-dahan baru
kawah untuk bertumbuh benih-benih daun, selanjutnya
untuk siapa saja
untuk siapa saja
untuk siapa saja
dan jika berlaksa titik hujan disana kian deras, itu yang dituju
mungkin bukan untuk mencari jawaban lagi, tapi adalah memupuk pertanyaan
tentang tujuan mulia hidup yang tak pernah putus
tentang kobar semangat langit yang tak pernah luruh
dari nafas yang yang diembuskan keteguhan
dari muara-muara keyakinan
dalam hati kebenaran
yang hujan pun tak tahu, apa yang bisa menyurutkannya
bukan sekadar basah
bukan
bukan
karena
mungkin memang tak khan pernah ada
“Pakde apa jadinya Kompasiana tanpa Pepih Nugraha,” tanyaku pada Pakde Thamrin Sonata pada suatu ketika beberapa hari setelah Kompasianival 2016 berakhir. Kompasianer sepuh itu hanya senyum-senyum tak menjawab. Halaahhh mesem thok.
Seperti lagu jadul Poison, "Life Goes On",aku pikir adalah alamiah. Datang dan pergi untuk sebuah kebaikan yang misteri. Soo Kang Pepih akan menjalankan apa yang menjadi jalan terbaiknya. “Yang penting ada perlawanan, jangan menyerah,” #neversurrender itu yang diucapkan kepadaku usai kalah tapi bertarung mati-matian di arena futsal lawan team Toyota, tahun silam. Perkataan ringan namun mengindikasikan tentang karakter petarung, semangat dalam menghadapi sesuatu. Tak heran demennya maen bidak catur. Olah strategi, bertarung.
Lalu Kompasiana? Yakin, Kompasiana akan terus bergulir pantang menyerah meski diterpa hujan badai, dengan para punggawa berbekal warisan semangat, buah dari pahatan dingin pemilik Pepnews itu. Jadinya berbeda atau tidak adalah sebuah keniscayaan yang akan bertumbuh kembang menyesuaikan detik masa depan di sepanjang koridor Kompasiana.
Selamat berkarya Kang Pepih dimanapun berada #AngkatTopi. Terima kasih sudah mempersembahkan Kompasiana. Dan Selamat berkembang tanpa batas Kompasiana. Teruslah menginspirasi. Aku bersyukur dan bangga sudah ‘terjerumus’ mengenal dan menjadi bagian organ tubuhmu.