Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[LOMBAPK] Ngomong Mah Gampang

2 Juni 2016   22:31 Diperbarui: 2 Juni 2016   23:55 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Auuwww auuwwww…. Ampoonnnn!

Suara teriakan kesakitan terdengar makin jelas seiring pintu kelas yang terbuka. Oalaahh si anak badung ternyata, Darwin meringis-ringis. Laaa kupingnya dijewer Kong Ragil. Seisi kelas sontak tertawa membahana badai. Lucuuu lihat tampang Darwin yang tangan kanannya menenteng seuntai mangga kekuningan. Wiiih mangga mateng tuh.

Bu Guru Marul, spontan menghampiri Kong Ragil. Tampangnya merah. Alisnya terangkat naik, hmmm persis singa betina yang mau ngamuk, mata dibalik kacamatanya agak melotot. Sangarrr beneran. Nampaknya dia tersinggung, anak didiknya diperlakukan seperti itu. Tau dong, insting emak guru protektifnya muncul. Wah bakalan perang dunia ketiga nampaknya.

“Eeeee ada apaaa inii, maen jewer muridku. Darwin juga kelas udah mulai, malah gak masuk kelas,” katanya kepada Kong Ragil sembari menarik Darwin ke arahnya.

“Eeeh kok situ yang marah, gue neh yang mestinya marah, murid loe nyuri mangga di kebon gueee,” jawab Kong Ragil tak mau kalah.

“Oooo gegara mangga 3 biji ini,” tukas Marul

“Laah 3 biji kalau terus-terusan yaaa bisa gagal panen guee,” ketus Ragil.

“Tapi nggak begitu caranya deh Kong, maen jewer. Coba kalau emak bapaknya tau, bisa dilaporin ke polisi, tauukk,” katanya sambil nyingsingin lengan baju. Ehhh bu guru ndak ada sabar-sabarnya.

“Biar…biarin... laporin, terus masuk Koran, terus viral di sosmed, terus gueee terkenal,” jawab EngKong yang dikenal sableng ini.

Entah berapa lama mereka "beradu mulut" (ingat ada tanda petik yaa). Murid-murid seisi kelas pada bengong. Gimana urusannya ini. Bain sang ketua kelas menyela.

“Bu Guru, EngKong…. Udah jangan ribut. Ini bijimana jadinya urusan,” katanya sok dibijak-bijakin padahal masih unyu-unyu.

Bu Guru Marul dan Kong Ragil sontak terdiam. Dengus nafasnya yang memburu mulai perlahan redam. Hanya tinggalkan uap-uap ‘abab’ yang masih bersiteru di udara. Nampaknya mulai sadar, urusan harus dikelarin. Bu Guru Marul juga sadar, kelas jadi terganggu proses belajarnya. Engkong juga tersadar, kebon mangga di sebelah SD itu gak ada yang nunggu, “Wah bisa ilang lagi buah mangga ranum-ranumnya,” pikirnya.

“Jadi gimana ini,” Tanya Kong Ragil.

“Sini,” kata Bu Guru Marul menggamit lengan tangan Kong Ragil lalu mengajak jalan ke luar kelas. “Anak-anak kembali ke  tempat duduk masing-masing,”  pesannya sambil berjalan keluar kelas.

"Apa yaa yang dibicarain  mereka?" Tanya benak Bain dan teman-temannya. Sementara Darwin asyik menggerogoti mangga ranum hasil ‘buruannya’ di kursi belakang.

“Madyang dulu aahhhh,” senyum seringainya keluar.

*

30 anak dibawah komando Bain, mengekor di belakang Bu Guru Marul dan Kong Ragil. Berkumpul tepat di pintu masuk kebon mangga Kong Ragil yang berpagar bambu.  Wuih kebonnya lumayan luas. Banyak pohon mangganya. Buahnya bergelantungan di sela dedaunan. Warnya ada yang hijau tua maupun bercak kekuningan. Tanda buah itu sedang masak. Pantas saja Kong Ragil kebakaran jenggot (padahal jenggotnya cuman sakiprit), laaa kebon mangganya siap panen. Pas banget waktunya jelang Ramadhan dan lebaran. Pan biasa musim lebaran, banyak anak-anak ‘begal’ minta fitrah lebaran, jadi mesti banyak duit si Engkongnya, gengsi dong kalau kagak kasih fitrah alias angpao lebaran.

“Anak-anak, mengambil milik orang lain itu gak baik, gak boleh, kalian tau khan?” kata Marul

“Iya buuuuuuuu guruuuuu,” serempak murid-murid menjawab.

“Nah kalau begitu, gak boleh ambil mangga milik Kong Ragil ini tanpa ijin, bukan begitu?” kata Marul

“Iya buuuuuuuu guruuuuu,” koorrr murid-murid menjawab.

“Tapi buuu, kalau pengen gimana?” Tanya Bain.

“Yaa harus beli dong, Bain,” jawab Marul

“Uangnya gak ada  buuu, pan abis buat beli buku,” jawab Bain berdiplomasi.

Marul mengernyitkan kening. Terharu, muridnya sadar bahwa buku lebih penting. Dia melirik Kong Ragil.

“Laaa khan bisa minta ijin ama Kong Ragil. Pasti beliaunya kasih,” kata Marul, lirikannya makin menusuk tajam ke mata Engkong.

Engkong tak berkata apa-apa. Dehem-dehem dan pura-pura gak dengar. “Emang gue pikirin. Ngomong mah enak. Gue neh keringatan ngurus kebon,” katanya dalam hati.

*

Bu Guru Marul nyerocos didampingi Kong Ragil sambil berjalan keliling di dalam kebon. Sementara Bain dan teman-temannya mengekor di belakang. Di kanan kiri banyak pohon mangga yang tingginya tak sampai 5 meteran.

“Neh, mangga-mangga ini dirawat susah-susah, jadi jangan dicuri yaa. Apa kalian gak kasian ama Engkong yang ngrawat,” kata Marul.

“Iya buuuuuuuu guruuuuu,” serempak murid-murid menjawab.

“Butuh waktu lama dan biaya untuk ngurus ini,” lanjut Marul.

“Iya buuuuuuuu guruuuuu,” serempak murid-murid menjawab.

“Coba itung, biaya buat beli pupuknya…berapa?” kata Marul

“Coba itung, biaya untuk beli obat semprot hama serangga… berapa?” kata Engkong.

“Coba itung, biaya untuk bayar Mang Engkus yang bikin pagar… berapa?” kata Marul.

“Coba itung, biaya untuk beli bibitnya yang banyak ini… berapa?” kata Engkong.

Hening. Kok sepi gak dijawab. Marul dan Engkong sontak menengok ke belakang. Alamak sepi. Kemana anak-anak tadi.

“Gubrak,” suara Kong Ragil  terjatuh. Laahh kenapa ini. Pingsan. Marul panik dan bingung tak tau mesti berbuat apa. Dia hanya bisa berdiri di tempatnya. Matanya nanar melihat murid-muridnya sudah di sana…. di atas pohon mangga dan asyik menikmati ranumnya mangga-mangga sexi milik Kong Ragil. Sing sabar Kong. Engkong sih kalah cepat panennya.

Oalaah.... ngomong kasih nasehat itu memang gampang, tapi untuk menanamkan pemahaman menjadi tindakan itu susah. Banyak diomongi-omongin nasehat kadang jadi neghhh. Soo jadi suri tauladan sebagai orang yang dewasa dan jangan capek-capek ngomong nasehat juga hahaa. Dewasa itu pilihan, dan menjadi anak-anak itu menyenangkan. #SalamKenthir 

***

@rahabganendra

Sumber gambar Ilustrasi di SINI

planet-kenthir-logo-1-573eecc5a723bdeb13fd715c-57500b7bd47e613e09b34e15-57505132eaafbd5e1b409355.jpg
planet-kenthir-logo-1-573eecc5a723bdeb13fd715c-57500b7bd47e613e09b34e15-57505132eaafbd5e1b409355.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun