*
/1/
tersebab tangis malam merajuk pada semesta
tergelincirlah sang surya di pelupuk alam raya
dan menari, menarilah kunang di altar taman-taman gulita
bernyanyi tentang kekuasaan baru yang menelurkan dunia
/2/
aku berkemas, dari nyanyian hati yang sedari dulu mengiang dengingan rindu
bagai camar yang merayu pada samudera hentikan ombak gaduhnya
lalu terbang melesat letih di sekujur pori syaraf-syaraf pelantun asmara
namun tidaklah lenyap, masih ada bercak-bercak tanpa noda yang tersisa
/3/
menuju redup senjakala
hidup apa gairahnya?
alang-alang bertanya
senja menggelengkan kepala
/4/
mungkin bunga-bunga yang mekar oleh matahari bukanlah surgaku
mungkin angin sepoi-sepoi penabur ingatan lama bukanlah pengasuh itu
mungkin gerimis kecil yang menghidupi tunas-tunas bukanlah air kehidupan bak susu ibu
mungkin senja di bibir cakrawala bukanlah pertanda malam menghampiri sedang merindu
/5/
mungkin karena tak ada dalam garis tanganku
dan diantara gelombang hitungan riak-riak waktu
di beberapa titik jalan, aku mesti sadari
bahwa seseorang tidak ditakdirkan dalam ruang hidup, meski ada di dalam hati
***
Jakarta-7 Januari 2016
@rahabganendra
Sumber Gambar Ilustrasi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H