***
dulu, bilah-bilah bambu itu merobek-robek udara
di kejauhan bara bersatu membakar sampah-sampah bangsa penindas lama
menghalau pencoreng hitam paras ibu pertiwi nusantara
berpekik bangga di atas tetesan darah merdeka
lama sudah tak terdengar
bait-bait api berkirab di genderang telinga mantan pejuang
meski kian rapuh, hampir ditelan telanjang tanah yang dimerdekakan
dirimu tak hirau pada terik yang menyalak garang di pelipis nasib
bagaimana tidak, menangis pun pada siapa?
saat nafas compang camping terabaikan di keriuhan kemewahan
pesta-pesta arogansi kapital menginjak-injak pelataran tradisi
ruang-ruang korup mengisi panji-panji negeri yang susah payah ditegakkan
dan bendera-bendera picisan ditancapkan beradu di ajang perebutan kekuasaan
lelah, mungkin tak lagi terhiraukan
dan sembab itu pun tak cukup untuk mengais kejayaan kenangan
hingga tak banyak kata bisa tersampaikan
sementara rupa ibu pertiwi kian kabur dimakan usia
dan lupa, seperti apakah parasnya?
apakah seperti kibaran merah putih di loji-loji tua
atau seperti dinding-dinding kusam negeri yang bersaksi atas taburan keserakahan
ataukah mungkin seperti wayang-wayang opportunis di pagelaran negeri yang kian gelisah
entahlah ...
negeri ini akan dibawa kemana?
gumam pak tua
*
dulu, bilah-bilah bambu itu merobek-robek udara
di kejauhan bara bersatu membakar sampah-sampah bangsa penindas lama
menghalau pencoreng hitam paras ibu pertiwi nusantara
berpekik bangga di atas tetesan darah merdeka
***
Jakarta - 12 April 2015
@rahabganendra
Sumber Gambar Ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H