Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

‘Sayang Air' Upaya Berdamai dengan Banjir

20 Januari 2014   09:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_307031" align="aligncenter" width="620" caption="Luapan air Kali Angke Pesing di Jalan Tubagaus Angke, Petamburan Jakarta Barat, Minggu (19/1/2014). (Foto: Ganendra)"][/caption]

SAAT bekerja di Jakarta 3 tahun yang lalu, saya merasakan pengalaman baru yang sebelumnya tak pernah saya alami. Pengalaman melihat banjir menggenangi rumah-rumah warga. Lumayan takjub juga, saat pertama kali mengalami putusnya akses jalan menuju kantor yang berlokasi di pinggiran Kali Angke Pesing di Petamburan Jakarta Barat. Total sudah 3 kali merasakan serunya berjibaku dengan banjir. Laksana di ‘medan perang' menaklukan air yang menutup akses jalan. Merasakan kemacetan yang luar biasa akibat arus menumpuk di satu jalan, merasakan kendaraan terjebak di tengah genangan air, merasakan 'kepungan' air yang memutus akses jalan dan banyak lagi pengalaman seru lainnya.

[caption id="attachment_308431" align="aligncenter" width="620" caption="Genangan air merendam jalan Tubagus Angke Jakarta Barat, Januari 2014. (Foto: Ganendra)"]

13907471311391494313
13907471311391494313
[/caption]

Saya merasakan banjir awal tahun 2014 ini tak sehebat tahun sebelumnya, khususnya di kawasan Kali Angke Pesing. Pengalaman terkepung selama beberapa hari pernah saya alami. Saat tidak bisa pulang ke rumah di Bogor, karena akses dan transportasi yang lumpuh di sekitar kantor kawasan Pesing itu. Kondisi semakin menyedihkan saat dilakukan pemadaman listrik dalam jangka lama dan juga minimnya air bersih. Bersama kawan-kawan lainnya, kami harus menghemat air serta membantu warga sekitar yang mengungsi di komplek perkantoran tempat kerja. Benar-benar sebuah pengalaman berharga dan manis untuk dikenang.

[caption id="attachment_308432" align="aligncenter" width="620" caption="Jalan menuju pemukiman Jelambar Jakarta Barat terendam air, Januari 2014. (Foto: Ganendra)"]

13907472481881593204
13907472481881593204
[/caption] [caption id="attachment_308433" align="aligncenter" width="620" caption="Sepanjang Jl. Tubagus Angke Jakarta Barat terendam banjir, Januari 2014. (Foto: Ganendra)"]
1390747377342182021
1390747377342182021
[/caption]

Pengalaman selama tiga tahun itulah yang mengharuskan saya harus ‘berdamai' dengan banjir. ‘Berdamai' karena tiap tahun disambangi genangan air ‘mengepung'. Seperti halnya tiga hari belakangan ini, banjir memutus salah satu akses jalan di depan kantor. Akses yang terkena imbas banjir dampak dari meluapnya Kali Angke Pesing yang persis di seberang kantor.

Sampah, Persoalan Klasik yang Harus Serius Ditangani [caption id="attachment_307033" align="aligncenter" width="620" caption="Kali Angke Pesing di belakang Pasar Pesing yang kotor dan kumuh diliputi sampah. (Foto: Ganendra)"]

13901835702138031888
13901835702138031888
[/caption]

Saya tidak heran, jika Kali atau sungai yang lumayan lebar itu tak mampu menampung bertambahnya debit air saat musim penghujan. Banyak faktornya, seperti minimnya ruang hijau, minimnya resapan biospori, bendungan penahan yang belum sempurna, serta kesadaran perilaku warga yang sangat minim.

Perilaku itu meliputi membuang sampah sembarangan ke sungai, pembangunan ruli atau rumah liar di bantaran kali. Ruli ini menyumbang sampah setiap hari. Hasilnya sampah menggunung. Belum lagi di dekat Kali Angke Pesing terdapat pasar, yakni Pasar Pesing. Pasar yang persis berada di pinggir kali ini menyumbang banyak sekali sampah yang dibuang ke sungai. Hasilnya? Tiap hari sungai terlihat kotor oleh gundukan sampah.

[caption id="attachment_307076" align="aligncenter" width="620" caption="Rumah liar (Ruli) di bantaran Kali Angke Pesing yang tergenang luapan air kali. (Foto: Ganendra)"]

13901981451363274147
13901981451363274147
[/caption]

Sampah-sampah ini juga berceceran hingga perlintasan rel Kereta Api Listrik yang membelah bagian pasar. Pasalnya selain bantaran rel dipakai untuk tempat tinggal juga dipakai untuk berjualan pedagang pasar. Bak penampungan sampah pun sangat minim. Klop sudah.

Sampah terbuang ke sungai. Benda-benda yang terdiri dari sampah plastik, botol, bangkai tikus, kardus kemasan, dan sampah organik itu menggunung dan menimbulkan bau tak sedap. Tentu saja jika dibiarkan akan menyebarkan penyakit, bahkan sampah menjadi biang keladi pendangkalan sungai itu.

Perkiraan sampah dari pemukiman penduduk yang masuk ke sungai Kali Angke Pesing, berdasarkan studi penanggulangan sampah laut dan teluk Jakarta, adalah sebesar 66 ton/ hari ! Angka yang tidaklah kecil. Sementara data saat dilakukan pengerukan oleh Yayasan Budha Tzu Chi di Kali Angke Pesing pada 2011 silam, membuktikan bahwa 80 persen adalah sampah, 20 persen sisanya adalah lumpur. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya jika hal tersebut dibiarkan terus menerus terjadi. Sungai bisa menjadi dangkal oleh sampah. Bahkan sampah bisa menutupi sungai!

Upaya Saringan Sampah Sungai [caption id="attachment_307034" align="aligncenter" width="620" caption="Saringan sampah otomatis di Kali Angke Pesing nampak dari depan. (Foto: Ganendra)"]

13901836531670909141
13901836531670909141
[/caption] [caption id="attachment_307050" align="aligncenter" width="620" caption="Saringan sampah di Kali Angke Pesing nampak dari belakang. (Foto: Ganendra)"]
13901918761751638234
13901918761751638234
[/caption]

Tak heran pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta membangun sarana pembersih sampah di Kali Angke Pesing pada Maret 2011. Saringan sampah otomatis ini berfungsi membersihkan sampah dari sungai selebar kurang lebih 45 meter itu. Gunungan sampah khususnya pada musim penghujan akan disaring oleh sarana saringan sampah hingga sungai terbebas dari sampah.

[caption id="attachment_307037" align="aligncenter" width="620" caption="Ruang kontrol dengan mesin-mesin panel pengendali sistem hidrolis saringan sampah. (Foto: Ganendra)"]

13901839461095432430
13901839461095432430
[/caption]

Mekanisme kerjanya sederhana. Melalui sistem hidrolis yang dikendalikan melalui panel dari ruang kontrol, sampah-sampah diangkat naik oleh ‘lengan-lengan' mekanik dengan sistem hidrolis. Lalu sampah diletakkan pada bantalan berjalan dan dikumpulkan di tempat yang sudah disediakan. Setelah sampah terkumpul, dengan menggunakan escavator, sampah dimasukkan ke truk sampah yang siap membawanya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lalu kapan mesin saringan sampah itu beroperasi?

Menurut Hariyanto, salah seorang petugas di Khusus untuk Kali Angke Pesing yang ditemui penulis, mesin bekerja setiap hari, sekitar pukul 09.00 wib dengan durasi 2-3 jam. Banyaknya sampah yang bisa diangkut bervariasi dan cukup besar, karena beberapa titik lainnya, ‘menitipkan' sampah di pos Kali Angke Pesing ini. Pengangkutan sampah dilakukan setiap hari.

[caption id="attachment_307035" align="aligncenter" width="620" caption="Saringan sampah hidrolis dengan tumpukan sampahnya. (Foto: Ganendra)"]

13901837631930160682
13901837631930160682
[/caption]

Upaya penyaringan sampah tersebut cukup signifikan meski belum menyelesaikan total persoalan meluapnya Kali Angke Pesing yang menyebabkan banjir. Paling tidak penyokong terjadinya banjir melalui sampah dapat banyak dikurangi.

[caption id="attachment_307036" align="aligncenter" width="620" caption="Escavator dengan gunungan sampahnya. (Foto: Ganendra)"]

1390183860819562276
1390183860819562276
[/caption]

Berkaitan dengan diatas, kita dapat memahami betapa pentingnya kesadaran kita berperilaku khususnya soal pembuangan sampah. Sungai bukanlah tempat sampah. Sungai menjadi sarana konservasi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan warga. Sungai menjadi sarana penting untuk masa kini dan mendatang.

Seyogyanya kualitas air sungai dapat dijaga dari sampah-sampah yang merusak kualitas air itu sendiri. Jika sungai terbebas dari sampah maka akan memberikan fungsi selayaknya untuk warga sekitarnya. Sungai yang bebas sampah akan menjaga sungai dari pendangkalan yang meredam luapan air yang akan mengakibatkan banjir. Terlebih lagi sungai yang terjaga kebersihan dan kualitasnya, bisa dimanfaatkan untuk kegiatan budaya, seperti digelarnya lomba perahu naga beberapa tahun silam.

[caption id="attachment_308434" align="aligncenter" width="620" caption="Siapapun menjadi korban oleh perilaku kita sendiri. (Foto: Ganendra)"]

1390747714536426849
1390747714536426849
[/caption]

Jadi menyayangi air sungai agar tetap dalam kualitas terjaga adalah hal yang patut dilakukan untuk dapat ‘berdamai' dengan banjir. Air kita sayangi dengan cara tidak membuang sampah sembarangan ke sungai maka airpun akan menyangi kita. Air akan segan menumpahkan bencana bagi kita semua.

Mari ramah terhadap lingkungan dengan berperilaku sayang pada air dan alam kita. Bersama-sama bertanggungjawab pada perilaku kita untuk mengatasi persoalan banjir kini dan nanti.

Salam cinta dan ramah lingkungan.

Silahkan menikmati rekam sajian segar beragam peristiwa menarik dari sahabat-sahabat lain di Wpc-Kampret-Jebul

(Semua foto jepretan pribadi penulis) Baca juga Artikel Terkait: (Foto) Ceria di Tengah-Tengah Musibah Banjir Nyanyian Sampah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun