Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kenapa Kita Harus Pantang Menyerah?

25 Oktober 2013   21:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:02 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan pernah berhenti sebelum aktivitas pencapaian kita finish hingga akhir. Mencapai sesuatu keinginan yang sudah kita putuskan untuk dilakukan, seyogyanya perlu memantapkan niat dan tekad yang lurus untuk meraihnya.

Menjalani proses dengan segala konsekuensinya. Rintangan, kesulitan maupun hambatan yang kita temui. Bukankah kita ingin tahu apa yang ada disebalik yang kita lakukan itu, apa yang tersembunyi disana?

Jika ingin mengetahui penghuni di balik karang, kita harus melangkah kesana, meski tajam karang mengoyak alas kaki kita atau bahkan merobek kulit ari kita. Jika menyerah, tujuan kita gagal.

Perjuangan. Perlu upaya sungguh-sungguh dari rancangan target yang serius juga. Sungguh-sungguh dengan segenap daya dan potensi yang dimiliki berupaya untuk mewujudkannya. Saat sedang dalam proses mengupayakan / memperjuangkan tidak lengah oleh kejadian maupun peristiwa yang akan mengganggu. Niat, fokus dan tekad.

Perlu satu lagi, yakni konsistensi pada track yang lurus. Tidak merugikan dan mengambil hak orang lain. Bahkan seandainya ada tergeletak emas di jalan pun, jangan melihatnya apalagi mengambilnya. Jika anda pungut dan bawa pulang bukankah ada orang lain yang merugi? Bukankah itu hak orang lain? Jangan terganggu, tergiur dan kotori track yang anda bangun oleh ‘bersliwerannya' hak milik orang lain.

Jadi kita seyogyanya selalu ingat bahwa segala usaha sebelum terwujudnya target bisa menjadi sia-sia hanya karena kita lalai/ tidak dapat melihat sesuatu sampai akhir.

"Kain brokat yang dihasilkan dari benang sutra terbaik, ditenun satu demi satu untuk menghasilkan kain tenun berkualitas. Jika saat proses setengah jadi itu kita memotongnya, maka semua pekerjaan sebelumnya akan menjadi sia-sia. Hal yang sama jika kita ingin mencapi target maksimal, namun di tengah jalan (saat proses berlangsung) malah berhenti, bukankah sama halnya seperti memotong kain tenun yang sedang dikerjakan itu?"

Jadi semestinya kita lebih bijak. Bijak untuk melupakan apa yang hilang, menghargai apa yang masih tersisa, dan berjuang bagi harapan untuk apa yang akan terjadi selanjutnya."

Salam perjuangan dari Asal. Sumber gambar: http://www.soniacpang.com/blog/wp-content/uploads/2012/08/NeverGiveUp.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun