***
burung nuri meringkuk dalam sarang pohonnya
koloni daun terisak dalam lumuran abu di punggung hijau rona
angin berkaca kaca membelai dalam hembusan prihatin rasa
kala sang surya tak mampu berbagi sinar hangatnya
tersapu butir abu gunung yang membara
ayah ibu kami
renta pedih melumuri
tinggalkan gubuk di lereng bersemi
tanah subur yang dulu ramah menghidupi
tumpuan tetesan nafas penyambung tali urat nadi
di gunung, lahar melahap sawah petani kampung
di pelosok desa menghijau, hujan abu murka gunung
di kota, air genangi pemukiman warga pengungsi tampung
perih jerit tangis bersahutan malang dirundung
tak terkira, saatnya kita berkabung
antara nurani dan kursi
cermin pada diri
baik hati ataukah tanpa peduli
lagi dan lagi
atas nurani jiwa
yang tersayat pilu tangisan bertalu para saudara
mereka yang menanti uluran derma doa
pada nasibnya
pada kesembuhan luka
pada harapan yang terhempas bencana
kursi singgasana
yang kuasakan kepada para punggawa
dari negri yang elok rupa bergelimang torehan lara
dimana hatimu akan bicara?
kukuh akan kebesaran partai nama?
ataukah empati peduli nasib malang para warga?
sudah saatnya
melihat topeng topeng terbuka
para pejabat negara
para politisi dewan wakil warga
juga para saudara setanah air bangsa
hati seperti apakah kau punya
pilih mana?
nurani atau kursi kuasa?
***
Jakarta - 15 Februari 2014
Ganendra
Sumber Gambar Ilustrasi
Baca Juga: Â Kelud Meradang - Rembulan Penyaksi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H