***
rinai hujan membelai bunga lotus di peraduan
geliat kelopaknya lembut mengusir kotor jelaga
air menghidupi akar akar kokoh dalam sulur terentang
mencari nafas nutrisi menghidupi sekeliling
setia dalam suci tubuh diantara kubangan lumpur tua
sinarnya tak lekang oleh terik panas dan hujan senja
**
deru kehidupan tak manis menyapa
padamu bocah perempuan di sudut kota
mengais hidup dalam lembaran kasih tiada tara
pada ayah yang dicinta
pada hati yang bersemangat baja
pada kasih sayang alam semestaNya
meski peradaban tak ramah menyertainya
medan ingkar laksana lenyap sunyi
tersapu tulus tangan kecil berbasuh jiwa sanubari
kasih murninya menggetarkan lorong kolong langit Ilahi
mengusik ruh hitam penjaga tanah bumi
netralkan aura semesta alam seisi
kesombongan itu tunduk
congkak beringsut tersipu
tangan tangan jahat lebur luruh
malu pada sinar cahaya bunga lotus
pada diri Aisyah bocah perempuan itu
Aisyah
berparas tiada sendu berbinar cahaya
gilap dinding dinding rasa telah kering oleh airmata
tersisa jiwa kokoh laksana karang menantang ombak samudera
keras ruh semangatmu bagai pelat kukuh baja
lembut hatimu bak kain sari sutra India
kasih nuranimu laksana berkah hujan kala kemarau melanda
mulianya jiwamu runtuhkan tembok sombong manusia
mereka yang menghamba
pada nafsu nafsu materi dunia
atas gelora syahwat hina tiada habisnya
yang menyihir rasa pupuskan cinta pada sesama
dan lenyapkan sebongkah hakiki hati berlabel manusia
Aisyah
bocah berhati emas mulia
mekar bak kelopak lotus di lumpur jelaga
yang tak surut bias terang kasihnya
di kereta kencana becak tua
bersama sang ayahanda
Aisyah adalah hidup menghidupi
laksana lotus yang menerangi
meski diantara lumpur daki
hatinya adalah kasih mengasihi
sanubarinya adalah cinta mencintai
kerana Aisyah adalah insan hakiki
titisan cahaya nur Ilahi
***
Untuk adik Siti Aisyah Pulungan,
bocah 8 tahun yang menghidupi dan merawat ayahnya
yang sakit di atas becak pengangkut barang di Kota Medan.