Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pagupon Jokowi

10 Juli 2014   15:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:46 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pepohonan rindang di sekeliling. Sejuk udara dengan tersedianya lebih oksigen di sudut-sudut ruang. Batang-batang tinggi menyejukkan meski menjulangnya tak bisa mengalahkan gedung-gedung di kejauhan sana. Namun kesejukaannya mampu memberikan kesegaran pada orang-orang di sekitarnya. Taman Surapati Menteng Jakarta Pusat.

Langkah kakiku kecil saja. Matahari belum lama muncul saat jam tanganku menunjuk angka 07.15 WIB. Kepagian nampaknya. Namun kerumunan orang-orang di tengah taman sudah ramai. Mereka awak media, warga sekitar dan para panitia Tempat Pemungutan Suara (TPS) no 17 dan 18. Yaa, Rabu 9 Juli 2014, saat suara-suara akan menentukan pemimpin 5 tahun mendatang di pesta coblosan hari itu.

Ramainya tempat dengan kerumunan awak media, tak heran pasalnya TPS 18 menjadi tempat Calon Presiden (Capres) Ir. Joko Widodo (Jokowi) dan istri akan memberikan hak suaranya. Beragam peralatan kamera, kamera TV, perekam sudah siap di posisi masing-masing. Momen langka yang menjadi magnet untuk mengabadikannya. Menjadi saksi atas sebuah ajang demokrasi yang mengguyur riuh negeri ini. Setelah sebulan bahkan lebih di seluruh penjuru kota, desa dan kampong bergairah mengisi pesta dengan atribut kampanye para calonnya. Hiruk pikuk itu hari ini berakhir berganti dengan puncak acara demokrasi. Mentitahkan ‘Suara Dewa’ untuk satria Presiden negeri gemah ripah loh jinawi.

140496870030968720
140496870030968720

Siang terik saat saya meninggalkan taman itu menuju TPS di kelurahanku. Golput sudah mendera sekian periode. Hari itu aku acungkan jari untuk memilih dan berani memilih. Dengan segala resikonya, satu ‘Suara Dewaku’ ada di sekian banyak suara lainnya. Saya bangga dan bahagia. Kerana saya yakin bukan atas nama siapa, tapi atas nama Indonesia yang lebih baik seperti suara nuraniku jauh di lubuk sana. Saya memilih calon yang tak sempurna, kerana tak ada yang sempurna, saya hanya bisa mendukung dengan niat baik untuk orang yang lebih baik diantara yang baik.

Memilih untuk memutuskan. Berlanjut jalan setelah aral melintang dan menempuh persimpangan. Saatnya satu jalan untuk mengarah laju biduk negeri menuju cita-cita idaman. Diatas segala karakter Bhineka, dalam satu Ika jalan mendekati sempurna.

Paku Dewa sudah beraksi. Sang jagoan sudah dipilih kini, tinggal mengkalkulasi. Apapun yang terjadi simpang jalan sudah kita lewati. Kebesaran hati adalah kunci segala kunci, atas laga hidup dan mati. Cita-cita di langit tinggi adalah milik seluruh rakyat negeri. Damai dan sehati untuk meraihnya dengan niat baik dan keinginan murni. Kandangkan auman-auman singa lapar yang kemarin unjuk gigi. Kemenangan dan kekalahan adalah ajang pendewasaan yang bijaksana untuk meningkatkan hati. Hati rakyat negeri. Perbedaan adalah sinergi berenergi.

Saatnya kita menari bersama damai sang merpati. Merpati damai seperti yang beranak pinak di Pagupon Taman Surapati. Damai Indonesia, damai negeri di Pagupon Jokowi. Itu harapan saya. Semoga. Salam damai sahabat. Damai untuk segenap makhluk hidup. "Setelah melewati bayangan pohon willow, akan ada kecerahan bunga dan sebuah desa lain."

Maafkan sahabat jika beda dan tak berkenan kata. Salam Salaman.

1404968741391082939
1404968741391082939

1404968758491567568
1404968758491567568

14049687731024256562
14049687731024256562
Pagupon

masihkah ingat, berapa lama tanah ini dipijak?
atau sudahkah lupa, kapan sumpah itu membara dalam pekik teriak?

aku ingat kawan
tanah ini sekian lama tak pernah ingkar janji
memberikan tubuhnya ikhlas dengan kesuburan suci
menghijaukan rejeki para saudara tani dari belas kasih dewi sri
sekian lama berkasih tanpa pamrih pemujaan
tiada minta diagung lebih dari kadar penciptaan
dan tak pernah bertanya, adakah balasan?

... Selengkapnya Baca Disini ...

@rahabganendra

KaliAngke - 10 Juli 2014

Foto-foto dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun