***
angin penjuru nusa berhembus bersahabat
laut beriak gelombang tenang tanpa merusak hasrat
gunung api seakan lelah goncangkan tanah dan istirahat
dunia alam dalam titik mulia bermartabat
indah semesta memeluk negeri bak terlahir
namun nafas nafas pandir tetaplah hadir
dimana mulia rasamu?
dimana hormat insan berakalmu?
di sana kawan terjengkang
takluk oleh sebotol miras oplosan
diantara riuh jerit ekonomi serba kekurangan
dan teriak orasi kala rupiah mencekik leher kendaraan
di gedung megah bermahkota
jaksa menikmati asap semu surga
professor terlena oleh syahwat dunia
politisi berebut kuasa ala hewan pemangsa
sementara jelata pedih menonton tanpa daya
nun jauh di samudera
berdentum suara gelegar di tengah lautan
membakar bara terpendam negeri perbatasan
laskar laskar tunaikan kewajiban
karamkan perongrong mulia kedaulatan
yang sekian lama menggerogoti tiang kebenaran
ganyang aksi tikus tikus comberan
apa kata?
meski puja puji bukanlah tujuan
cibiran terbungkus nama kritik masukan
bukan dari seberang kawan
namun saudara serumah idaman
tanah negeri
sedang apakah kita ini
berdendang lagu lagu ironi
ataukah kepandiran sedang unjuk gigi?
***
Jakarta - 9 Desember 2014
@rahabganendra