Mohon tunggu...
Ragi Nur Muhammad
Ragi Nur Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta

cita-cita jadi busyman, tapi taunya jadi sleepyman

Selanjutnya

Tutup

Politik

Organisasi Kampus Kerap Dijadikan Tempat Belajar Politik Pragmatis

22 September 2022   18:00 Diperbarui: 22 September 2022   18:03 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sejarahnya, organisasi mahasiswa adalah organisasi yang beranggotakan mahasiswa untuk mewadahi bakat, minat dan potensi mahasiswa yang dilaksanakan di dalam kegiatan ko dan ekstra kurikuler. Organisasi mahasiswa pun kerap menjadi awal pergerakan mahasiswa, sebagai pengorganisir sumber daya mahasiswa yang ada di lingkungan kampus, terkadang ormawa atau organisasi mahasiswa memiliki peran paling penting dalam menyusun dan melaksanakan gerakan. Sudah banyak rentetan peristiwa yang terukir oleh sejarah dari gerakan-gerakan mahasiswa yang pernah ada, yang paling terkenal di Indonesia adalah gerakan mahasiswa yang mempelopori Aksi Tahun 1998, peristiwa besar yang terjadi guna upaya menurunkan kepemimpinan presiden kedua Indonesia yaitu Soeharto, yang dianggap sudah terlalu lama memimpin sehingga munculnya ketimpangan dalam kepemimpinan sang presiden "The Smiling General". Angka nepotisme semakin tinggi seiringan dengan angka kebebasan berpendapat di Indonesia mengalami penurunan yang drastis padahal Indonesia sendiri menjalani dan menerapkan sistem demokrasi. Terdapat dua (2) jenis yang akan dilakukan pemimpin dari segi belajar, pertama ialah eksplorasi, kedua ialah eksploitasi. Ketika di awal kepemimpinan, biasanya seorang pemimpin akan eksplorasi terlebih dahulu mengenai pekerjaan dan sumber daya yang ada di bawah kepemimpinannya sehingga mengetahui bagaimana menjalankan organisasi atau badan yang dipimpinnya dengan baik, tetapi hal ini akan tercederai ketika seorang pemimpin diberi waktu memimpin yang terlalu lama, yang kemudian itu akan menjadi celah seorang pemimpin merasa aman dalam pekerjaannya dan akan menimbulkan metode-metode bagaimana caranya untuk tetap berada ditampuk kepemimpinan agar selalu aman di posisi yang sedang ia pimpin.

Dampak ini kemudian menjadikan seorang pemimpin akan lebih mengutamakan eksploitasi dalam organisasinya setelah sekian lama memimpin sebuah organisasinya karena ia melihat aspek keuntungan dalam menjalankan organisasinya dan menjadikan dirinya nyaman akan keuntungan yang diraup untuk dirinya sendiri, yang mengartikan adanya upaya dari seorang pemimpin tersebut untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dan terus-menerus dari organisasi yang ia pimpin tersebut. Hal ini pula yang mengakibatkan suatu organisasi mengalami stagnan atau kemunduran yang signifikan karena sistem serta pelaksanaan organisasi tersebut sudah tidak sehat lagi. 

Menghubungkan fenomena yang terjadi pada organisasi akibat ulah pelaksana-pelaksana harian didalamnya termasuk tampuk kepemimpinannya, maka kita bisa menyelaraskan dengan fenomena yang sering terjadi di tubuh organisasi mahasiswa atau organisasi kampus. Jika kita menelaah terlebih dahulu dari apa yang menyebabkan terjadinya penggerusan dalam sistem keorganisasian mahasiswa yang notabenenya diciptakan guna wadah mahasiswa untuk mengimplementasikan bakat, minat dan potensi mahasiswa tersebut dalam pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan, baik di lingkungan kampus atau di lingkungan masyarakat sekitar. Organisasi mahasiswa pada dasarnya dibagi menjadi dua (2), yaitu organisasi mahasiswa internal kampus dan organisasi mahasiswa eksternal kampus (ORMEK). Organisasi mahasiswa internal kampus merupakan sebuah organisasi yang didirikan secara formal di dalam kampus, dan memiliki naungan dari kampus itu sendiri, sebagai contoh yaitu Organisasi Eksekutif Mahasiswa atau kerap kita ketahui adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), organisasi legislasi mahasiswa atau Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), dan organisasi mahasiswa jurusan atau Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Sedangkan organisasi mahasiswa eksternal kampus adalah organisasi yang tidak berada dibawah naungan kampus, yang mana pergerakan dan perjuangan organisasi ini kebanyakan berada di luar lingkungan kampus, organisasi ini memiliki hierarki kepengurusan yang berjenjang atau bertingkat hingga ke kancah kepengurusan Nasional, sehingga dalam naungannya organisasi ini langsung dibawahi oleh kepengurusan Nasional, sebagai contohnya yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan masih banyak lagi. Lalu, pertanyaannya adalah mengapa bisa terjadi politik pragmatis dalam menjalankan organisasi mahasiswa?

Politik kampus merupakan perwujudan dari gerakan mahasiswa dan eksis dalam bentuk pemerintahan mahasiswa. Oleh sebab itu, kampus merupakan perwakilan negara dalam bidang pendidikan tingginya dan tempat lahirnya para intelektual masa depan, tempat lahirnya pemimpin dikemudian hari, dan wadah yang memberikan kontribusi besar dalam menumbuhkan bakat-bakat berkualitas di bidangnya masing-masing konsentrasi keilmuan. Maka, organisasi mahasiswa tidak akan lepas dari implikasi kampus itu sendiri dan akhirnya sebuah politik kampus pun tidak terlepas dari organisasi mahasiswa internal dan eksternal tersebut. Organisasi kemahasiswaan memang penuh dengan kepentingan, apalagi politik. Organisasi mahasiswa syarat adanya politik kampus, karenanya pada dasarnya seorang manusia adalah makhluk yang berpolitik. Menurut Aristoteles, seorang filsuf Yunani kerap menggunakan istilah pada manusia yaitu "Zoon Politicon" atau artinya manusia adalah makhluk sosial. Bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain kemudian makhluk yang berarti dalam memenuhi kebutuhannya, manusia akan bergantung pada orang lain dengan upaya-upaya yang akan dilakukannya. Maka, setiap tindakan manusia tidak terlepas dari tindakan politis untuk mencapai dan memenuhi kebutuhannya.

Politik pragmatis merupakan metode yang menjadikan politik sebagai sarana untuk mencapai keuntungan dan kepentingan pribadi. Pada pelaksanaannya, organisasi mahasiswa melalui proses regenerasi kepemimpinan untuk menggantikan kepengurusan lama menjadi kepengurusan yang baru, tetapi pada prosesnya seringkali disalahgunakan oleh mahasiswa itu sendiri. Dimana ajang penggantian pengurus adalah sarana pembelajaran dalam berorganisasi tetapi sering dijadikan tempat melakukan upaya perpolitikan pragmatis. Regenerasi kepemimpinan dalam organisasi mahasiswa biasanya dilakukan secara musyawarah atau secara pemilihan langsung. Jika kita mengulas satu persatu, maka akan didapatkan fenomena politik pragmatis yang dilakukan oleh segelintir mahasiswa untuk dapat mengedalikan organisasi tersebut, baik dalam pelaksanaan musyawarah ataupun dalam pelaksanaan pemilihan langsung untuk calon pengurus baru. 

Pada musyawarah mahasiswa, upaya yang sering dilakukan adalah teknik lobi dan konsolidasi agar proses musyawarah dapat berjalan dengan cepat dan sesuai dengan keinginan golongan tertentu. Hal ini menyebabkan konstelasi politik di dalam organisasi menjadi skema semata, tidak menjadi perwujudan dari pembelajaran politik itu sendiri. Mulai dari proses konsolidasi sebelum melakukan musyawarah mahasiswa ini mudah sekali dilihat jikalau menentukan sesuatu posisi dalam kepengurusan baru nanti di organisasi mahasiswa hanya perlu membagian jatah dan porsi, tidak melalui forum musyawarah resminya. Sehingga dalam bahasa lapangannya, "Semua selesai di meja kopi" akan menafsirkan betapa pragmatisnya sebuah gerakan mahasiswa dalam skrup musyawarah mahasiswa itu sendiri. Yang semestinya melahirkan diskursus intelektual antar mahasiswa dalam proses penjaringan untuk pengurus-pengurus baru nantinya melalui gagasan dan ide yang lahir, tetapi dengan kejadian ini, organisasi mahasiswa kerap jadi fasilitas paling menarik bagi mereka yang terkontaminasi dengan pemahaman instan, bukan proses musyawarah mahasiswa yang di dapatkan, tapi hasil yang cepat dan tidak berisi asalkan cocok dengan kesepatan pra-musyawarah yaitu diproses konsolidasi tersebut.

Pada proses pemilihan langsung pun politik pragmatis lebih menjamur. Dalam mengartikan demokrasi di organisasi mahasiswa atau pemerintahan mahasiswa, proses pemilihan akan selalu ada ditiap periodesasi atau ditiap tahunnya. Pelaksanaan ini menjadikan siapapun bisa mendaftarkan diri untuk masuk kedalam kepengurusan baru di organisasi mahasiswa tetapi realitanya, dalam persyaratannya masih banyak ketentuan-ketentuan yang tidak masuk akal, terlepas dari menghasilkan kualitas pengurus baru di organisasi mahasiswa tersebut. Politik pragmatis inilah yang nantinya melahirkan metode-metode yang tidak sehat, paling parahnya adalah metode transaksional. Metode ini atau transaksional merupakan metode paling mudah dalam menghasilkan keputusan, akibatnya yaitu munculnya Politik Transaksional atau money politic.  

Alhasilnya, dari seluruh pemenuhan politik pragmatis akan sangat berpotensi melahirkan metode politik yang baru dan lebih kotor. Salahsatunya adalah politik uang, hanya dengan memberikan uang saja sudah bisa menghasilkan keputusan sesuai dengan pesanan. Kejadian ini jauh dari hakikatnya seorang mahasiswa, sebagai manusia yang memiliki idealisme dan prinsip-prinsip intelektual menjadi tercederai oleh politik pragmatis. Perlu diketahui, muncul dan berjamurnya kejadian politik pragmatis ini tidak terlepas dari lingkungan kampus yang menjadikan organisasi mahasiswa tempat eksperimen atau belajar mengimplementasikan politik pragmatis. Semua itu seperti simpul yang tidak bisa putus atau seperti kejadian yang tersistematis, mengapa begitu?. Karena munculnya potensi itu pun dilahirkan dalam organisasi mahasiswa itu sendiri. Lagi dan lagi karena sudah nyamannya seorang mahasiswa terhadap lingkungannya. 

Demikianlah yang mengakibatkan melemahnya gerakan-gerakan mahasiswa pada hari ini. Karena adanya implikasi dari penyakit Politik Pragmatis nya seseorang mahasiswa di dalam organisasi mahasiswa. Kita perlu kembali mengevaluasi seluruh kejadian yang menjadi fenomena saat ini di dalam tubuh gerakan mahasiswa itu sendiri, sehingga pada aktualisasi nya nanti seorang mahasiswa bisa menjadi garda terdepan dalam melakukan pergerakan nasional. Oleh karenanya kita memiliki tuntutan untuk mampu mempertahankan idealis yang ada dan melekat pada diri seorang mahasiswa serta menghadapi tantangan-tantangan zaman mengenai perubahan tatanan sosial di masyarakat terutama perihal pembelajaran politik kampus itu sendiri.

Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh mahasiswa.” -Tan Malaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun