Mohon tunggu...
Ragil Pranata Priawan
Ragil Pranata Priawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang tertarik dengan dunia keuangan dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjelajahi Era Baru Rupiah, Mengkaji Potensi dan Implikasi Mata Uang Digital Rupiahterhadap Perekonomian Indonesia

19 Juli 2024   21:50 Diperbarui: 19 Juli 2024   22:22 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pendahuluan

Mata Uang menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang adalah uang atau alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang selanjutnya disebut Rupiah. Macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam, serta Bank Indonesia (BI) merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan Pengeluaran, Pengedaran, dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah.

Di era digital, beberapa Bank Sentral di dunia, termasuk BI sebagai otoritas moneter sedang mengkaji untuk mengembangkan dan sedang dalam tahap persiapan untuk meluncurkan mata uang Digital Rupiah atau sering dikenal dengan Central Bank Digital Currency (CBDC). Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) adalah bentuk uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikendalikan oleh Bank Sentral, serta digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal. Meskipun sebagian besar Bank Sentral di seluruh dunia sedang menjajaki penerbitan CBDC, motivasi utama penerbitannya bersifat spesifik sesuai dengan kebutuhan unik dari masing-masing negara.

Sesuai dengan pengertiannya, maka CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara. Sama seperti mata uang fiat pada umumnya, CBDC akan didukung oleh cadangan moneter yang sesuai dan disepakati negara yang dapat berupa emas maupun mata uang asing. CBDC sudah memenuhi 3 fungsi dasar uang, yaitu sebagai alat penyimpan nilai (Store of Value), alat pertukaran/pembayaran (Medium of Exchange) dan alat pengukur nilai barang dan jasa (Unit of Account). CBDC sangat berbeda dengan e-money yang sudah banyak diedarkan oleh bank komersial, karena e-money pada dasarnya hanyalah uang yang memiliki value seperti uang kartal biasa yang diubah bentuknya menjadi digital dan disimpan dalam electronic devices serta dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.

Uang memiliki nilai intrinsik atau mewakili hak milik atas komoditas yang memiliki nilai intrinsik atau hak milik atas instrumen utang lainnya. Dalam perekonomian modern, mata uang adalah suatu bentuk uang yang dikeluarkan secara eksklusif oleh pemerintah atau Bank Sentral sebagai perwakilannya dan merupakan alat pembayaran yang sah. Mata uang kertas adalah salah satu uang perwakilan tersebut, dan pada dasarnya merupakan instrumen utang. Ini adalah tanggung jawab Bank Sentral dan negara yang menerbitkannya serta merupakan aset masyarakat yang memegangnya.

Mendasari hal tersebut BI meluncurkan Proyek Garuda yang memayungi berbagai inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur CBDC Indonesia yang dinamai Digital Rupiah. Digital Rupiah merupakan uang Rupiah yang memiliki format digital serta dapat digunakan seperti halnya uang fisik (uang kertas dan logam), uang elektronik (chip dan server based), dan uang dalam Alat Pembayaran Menggunakan Kartu/APMK (kartu debit dan kredit) yang kita pakai saat ini. Digital Rupiah sendiri hanya diterbitkan oleh BI selaku Bank Sentral Negara Republik Indonesia. Digital Rupiah juga tidak termasuk dalam aset kripto ataupun stablecoins (salah satu jenis aset kripto yang dirancang untuk dilindungi dari volatilitas harga yang terjadi).

B. Pembahasan

Digitalisasi ekonomi dan keuangan menggeser preferensi masyarakat ke arah layanan keuangan yang serba cepat, mudah, murah, aman dan andal. Fenomena ini berlangsung merata di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Dengan populasi penduduk yang dominan berusia muda, Indonesia muncul sebagai pasar potensial. Tantangan utama yang dihadapi Bank Sentral dalam kaitan ini adalah mencari solusi berkelanjutan (future proof solution) yang mampu mempertahankan kepercayaan publik terhadap Bank Sentral dalam menjalankan mandatnya di era digital. Solusi yang dimaksud memiliki tiga elemen antara lain memenuhi kebutuhan masyarakat atas uang bebas risiko (risk-free) dalam bentuk digital; menjaga kedaulatan moneter; dan menjamin efektivitas pelaksanaan mandat Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta efisiensi dan keamanan sistem pembayaran. Dengan demikian, penting bagi Bank Sentral untuk mulai menimbang penerbitan trusted digital money yang dapat diakses secara luas oleh publik.

Digital Rupiah diharapkan muncul sebagai solusi berkelanjutan (future proof). Digital Rupiah sebagai bentuk pengembangan CBDC Indonesia menjadi jalan keluar bagi BI untuk tetap dapat memenuhi misi kebijakan publiknya pada era digital. Dengan Digital Rupiah, masyarakat akan memiliki akses terhadap uang digital yang bebas risiko dan berdenominasi Rupiah. Sebaliknya, Bank Sentral tetap dapat menjaga layanan publiknya dengan service level terbaik di era digital sekaligus menjaga kepercayaan terhadap Rupiah.

Memahami cara kerja CBDC secara menyeluruh memerlukan pemahaman mendalam tentang mekanisme arus kas yang berlaku dalam sistem keuangan kontemporer. Perbandingan berdampingan antara sistem tradisional dan CBDC menyingkap peran krusial bank perantara dalam menyediakan berbagai layanan perbankan bagi pengguna akhir (end user). Kompleksitas semakin meningkat ketika transfer dana melibatkan dua mata uang fiat yang berbeda. Di bawah skema CBDC, Bank Sentral mengambil alih peran penerbit mata uang digital, baik secara langsung kepada pengguna akhir ataupun melalui bank perantara. Mata uang digital ini disimpan dalam dompet digital pada perangkat pengguna akhir, memungkinkan akses langsung dan kontrol atas dana mereka.

Saat ini, berbagai solusi CBDC tengah dieksplorasi dan dikategorikan ke dalam tiga jenis utama, yaitu retail, wholesale, dan hybrid. Pemilihan jenis CBDC yang optimal bagi suatu negara masih belum ditentukan dan bergantung pada kebutuhan dan persyaratan spesifik negara tersebut. Saat ini, belum terlihat pola yang jelas dalam pemilihan jenis CBDC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun