Maksud dari kalimat “diatur dengan undang-undang” artinya pajak dan pungutan lain tersebut harus menjadi pokok pembahasan dan biasanya menjadi judul undang-undang secara khusus, sebagai contoh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau Undang-Undang Bea Meterai. Berbeda dengan UU Nomor 15 Tahun 2023 yang membahas pokok tentang Provinsi Bali secara keseluruhan. Pada Pasal 8 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2023 menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Bali dapat memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari pungutan bagi wisatawan asing dan kontribusi dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Jika dilihat dari legal drafting hukum, maka pasal ini berarti pajak dan pungutan lain “diatur dalam undang-undang” bukan diatur dengan undang-undang.
Simpulan
Pemerintah Indonesia dirasa perlu mengeluarkan Undang-Undang yang khusus terkait dengan pungutan bagi Wisatawan Asing, agar daerah-daerah lain seperti Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Danau Toba (Sumatera Utara), Candi Borobudur (Jawa Tengah), atau daerah wisata lainnya juga dapat menerapkan kebijakan tersebut. Mengingat potensi penerimaan dari pungutan Wisatawan Asing yang besar sejalan dengan jumlah Wisatawan Asing yang kian bertambah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 927.746 Wisatawan Asing yang berkunjung ke Indonesia di Bulan Januari 2024 dan meningkat pada Bulan Februari 2024 terdapat 1.036.037 Wisatawan Asing.
Untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalisir dampak negatif Pajak Turis di Indonesia, diperlukan langkah-langkah yang hati-hati dan cermat dengan melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas dan dampak Pajak Turis terhadap industri pariwisata, lingkungan, dan masyarakat lokal. Pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas infrastruktur dan pelayanan untuk tetap menarik Wisatawan Asing. Hal ini sejalan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang meluncurkan Indeks Pembangunan Kepariwisataan Nasional (IPKN) yang bertujuan untuk meningkatkan pentingnya pembangunan ekosistem kepariwisataan yang tangguh dan berkelanjutan di Indonesia sehingga dapat meningkatkan peringkat global pada Travel and Tourism Development Index (TTDI).
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap atau pendapat instansi dan organisasi manapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H