Ratusan mobil merayap pelahan sepanjang jalan raya Kemang Jakarta Selatan menuju Megaria di Jakarta Pusat, sementara matahari menjemput bedug maghrib. Sore itu, kami berempat duduk nyaris tanpa suara dalam sebuah taksi yang diorder secara online.
Sumpah, gue harap-harap cemas jangan sampai telat nongol di lobby bioskop Metropole di bilangan Megaria. Di bioskop itulah, kami menguatkan sebuah tekad (cieeee): nonton pemutaran perdana Film Tiga Dara, yang telah direstorasi oleh anak bangsa Indonesia di bawah bendera PT Render Digital Indonesia.
UNDANGAN:
Undangan khusus, gue nebak, tentu buat para seleb, para insan film dan para pendekar film yang terlibat pada proses pembuatan awal serta restorasi film Tiga Dara. Kalo tidak salah liat ada liat ada Mieke Wijaya, Indriati Iskak, Nia Zulkarnaen, Slamet Rahardjo, Widyawati, Olga Lydia. Chitra Dewi tentu tidak nampak karena sudah wafat.
Gue liat puluhan wajah-wajah yang sering berseliweran di layar kaca TV tapi gue lupa nama mereka. Dan yang pasti mereka nggak kenal siapa gue makanya nggak ada yang ngajak foto bareng gue (wkwkwkwk).
Di samping itu ada rombongan pejabat yang mengiringi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, juga mantan Mentri Anies Baswedan. Dan entah siapa lagi.
Tebakan gue sekitar 600 undangan hadir. Ini hitungan quick count dengan margin error 10% dah!
Mejeng Dan Melebur Bareng
Sebelum pesta jepret, Gue ingat sejak pertama grok di pintu lobby, wah wah waaah rasa dan aroma melayang jauh di atas sana. Semua wajah nampak sumringah, nampak bersahabat, senyum senyum bahagia. Sampai lupa di luar sono noh orang orang pada gaduh, pada tarung, pada memamerkan gigi taring.
Kepentingan kami sama... Sama-sama menikmati hiburan sehat dan menyegarkan, sambil menyatukan diri tanpa sekat ras, sekat agama, sekat politik. Ternyata mudah kok. Ini bukti film dan dunia hiburan mampu mencairkan suasana ke dalam tawa riang dan canda. Gak ada cerita lover-hater, titik!
Santap Malam & Live Music
Saking terkesannya gue nyaris ambil duit dari dompet selepas ambil makanan dan minuman.
Kebetulan ada dua sayap ruang buat santap malam ala carte. Sayap timur buat mereka yang merokok. Sayap barat buat non-smoking area, disertai panggung mini buat live music dan pidato sambutan.
Di sayap barat, kami dihibur oleh musik zaman dulu yang penuh gairah. Adalah Louise Sitanggang ( https://twitter.com/louizea) penyanyi cantik yang mampu membawakan suasana 1950an.
Pakaiannya, gayanya, centilnya, lenggak-lenggoknya nyaris sempurna. Seakan Louise Sitanggang adalah almarhum Louis Amstrong yang dibangkitkan dari kubur kemudian reinkarnasi menjadi cewek usia 30 tahun pada puncak gairahnya.
Andaikata tidak ada acara putar film, gue siyap nongkrong sampe subuh menikmati lantunan musik indah penuh gairah yang dibawakan oleh Luis dkk.
Sambutan-Sambutan
Begitu Louise Sitanggang turun panggung, acara berikutnya adalah sambutan dari 3 tokoh penting. Diawali oleh Yoki Soufyan yang mewakili sosok di balik restorasi film Tiga Dara.
Mengenakan jas hitam, Yoki langsung beberkan secara singkat proses restorasi yang melelahkan namun tidak terelakkan. Intinya dia sampaikan betapa penting lakukan restorasi film lawas yang merupakan aset bangsa sebelum punah akibat gagal merawat.
Gue sepakat, gagal restorasi berarti kita gagal memelihara karya anak bangsa dan gagal menyelamatkan sejarah bangsa Indonesia pada layar kaca dan layar lebar.
Selanjutnya naik panggung Lukman Sardi ketua FFI 2016. Mengenakan jas warna cerah, dia senyum senyum sambil komentar bahwa dia bingung mau bicara apa (nah loh). Yang gue ingat, dia sampaikan bahwa pemutaran film Tiga Dara pada Rabu malam itu adalah awal dari rangkaian FFI 2016. Ini selaras dengan tema FFI 2016 yang mengambil tema restorasi.
Puncak sambutan diisi oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, yang baru dilantik oleh Presiden Jokowi pada pekan sebelumnya. Mengenakan baju batik dan peci hitam, dia berpesan agar bangsa Indonesia gemar nonton film, khususnya film Indonesia. Dengerin tuuh.
Sebagai penggemar nonton film, gue sepakat dong. Restorasi film Tiga Dara kita anggap saja sebagi tonggak untuk membangkitkan kembali nasionalisme pada ranah hiburan. Nah Film Tiga Dara cocok buat menggairahkan dunia hiburan.
Kelar khotbah singkat dari 3 tokoh, hadirin diminta segera menuju studio 1, studio 2, studio 3, studio 4. Acara puncak di depan mata.
Cerita Tiga Dara berkisar sebuah keluarga di Jakarta yang terdiri atas 5 orang. Seorang nenek bawel, seorang bapak yang rada cuek , dan 3 orang gadis cantik dengan 3 karakter bersebrangan.
Gadis tertua berumur 29 tahun menjadi sasaran oleh nenek untuk segera berumah tangga. Si Bapak ogah ngejodohin. Celakanya sang gadis nggak miki kapan kawin. Terjadilah konflik antara si nenek, si gadis tertua, dan si bapak dalam perkara jodoh, kemudian melibatkan 2 gadis adiknya.
Gadis tertua diperankan oleh Chitra Dewi. Dia langsing, judes, jutek, mulutnya tajam, berpandangan negatif sama cowok. Penampilannya khas gadis rumahan pake kain. Gadis kedua diperankan oleh Mieke Wijaya.
Dia seksi, ceria, lincah bergerak, dan agresif sama cowok. Penampilan modern pake rok dan mampu nyetir motor serta mobil. Gadis termuda diperankan oleh Indriati Iskak. Dia kocak, banyak akal, suka godain orang, sering menawarkan ide tak terduga. Penampilannya mirip gadis bule dg rambut dikuncir ke belakang.
Kesan gue, penampakan 3 gadis tsb jauh lebih cantik daripada yang terlukis di poster film. Boleh dikata poster film gagal melukiskan kecantikan wajah Chitra Dewi, Mieke Widjaya, Indriati Iskak.
Oke lanjuuuutttt....
Konflik bermula dari desakan sang nenek kepada anak lakinya (duda) agar segera cari suami buat gadis tertua. Sementara itu, si bapak dari 3 gadis itu emoh menjodohkan anak gadisnya. Si gadis sinis duluan sama laki, dia lebih suka mojok di dapur ngurus keperluan makan keluarga. Sikapnya ini menjadi halangan untuk adiknya yang sudah punya pacar. Tradisi jaman itu melarang adik kawin duluan melangkahi sang kakak. Nah!
Ohya, ada yang ketinggalan: sang nenek diperankan oleh Fifi Young, sang bapak diperankan oleh Hassan Sanusi.
Upaya cari laki buat si Nunung kian hari kian gencar. Ada mahasiswa, ada temen kerja si bapak, ada pula sederetan laki sepupu di Bandung. Namun gagal maning-gagal maning. Malah adik si bungsu ujug-ujug bilang sudah lamaran dan minta segera dinikahkan. Konflik meruncing karena calon suami si adik adalah lelaki yang dicintai oleh si bungsu dan mereka nyaris pacaran.
Pada puncak konflik, muncullah ide cemerlang dari si bungsu. Dia menemukan cara bagaimana agar dua kakanya ketemu jodoh yang sesuai. Dua laki itu sudah di depan mata sejak lama namun salah ambil pasangan. Di sinilah si bungsu cari akal agar mereka mau berpasangan. Penyelesaiannya di kota Bandung, ketika si bungsu "dibuang ke sono" untuk dijodohkan dengan sodara sepupu.
Secara keseluruhan, gue tercengang dengan mutu film Tiga Dara. Hanya 10 tahun sejak Indonesia merdeka, kita mampu melahirkan karya film sebagus itu. Romantis, kocak, dan menghibur. I love this!
Kalian yang belum pernah nonton, monggo liat cukilan / trailer di sini ( Film Klasik Tiga Dara) atau di sini (trailer resmi film Tiga Dara di youtube
Pesan dan Kesan Pak Yoki Soufyan (team restorasi)
[Tadinya gue pengin wawancara dengan beliau untuk mencatat apa saja yang terkait dengan restorasi film Tiga Dara. Langsung dari sumber A1, hehehe. Eh kebeneran deh, beliau malah menawarkan nyumbang tulisan dimari. Pak Yoki bilang dia pengin nulis kesan dan kesannya yang tak terlupakan. Nah pembaca, berikut ini gue kutip tulisan Pak Yoki di bawah ini yang dikirim by email pada Sabtu dini hari yang baru lalu, sekaligus ini menutup postingan gue:]
Saat pertama kali saya diinformasikan oleh Panitia FFI 2016, untuk memberikan kata sambutan pada acara “Peluncuran Festival Film Indonesia 2016 dan Pemutaran Perdana Film Tiga Dara Hasil Restorasi 4K”, saya merasa sangat percaya diri dan memutuskan untuk tidak membawa contekan saat berpidato kelak.
Mengapa demikian? Bukan karena saya sudah terbiasa memberi kata sambutan pada acara-acara resmi, tidak juga karena saya sedemikian cerdasnya. Tapi lebih kepada karena saya (dan tim tentunya) sudah menjalani proses restorasi film Tiga Dara ini, sejak tahun 2013! Saya merasa sudah sangat paham dengan segala sesuatu tentang restorasi film Tiga Dara! Tidak ada yang perlu saya catat, semuanya lengkap terekam di kepala Saya!
Namun ternyata rasa percaya diri saya hilang seketika, berganti rasa haru yang luar biasa, saat melihat begitu banyaknya tamu undangan yang hadir pada acara tersebut. Kejadiannya pada Rabu malam tanggal 3 Agustus 2016 di bioskop Metropole Jakarta Pusat.
“Ruang atas penuh, mas…! Ruang VVIP juga. Ruang merokok juga penuh, mas..! Ruang lobby juga padat, mas..!” demikian staf saya berbisik keras ke telinga Saya.
“Serius kamu..??” tanya saya.
“Serius sekali, mas. Ayo ikut saya jalan-jalan ke ruang yang lain”, jawab staf Saya tersebut.
Dan ternyata memang benar apa yang disampaikan beliau, semua ruangan penuh terisi undangan. Rasa senang bercampur cemas pun timbul (khawatir dengan kenyamanan undangan, karena jumlah pengunjung yang diluar dugaan) mulai timbul dalam diri saya.
Tibalah saat saya untuk memberikan kata sambutan, dan mendadak Saya jadi lupa poin-poin yang ingin saya sampaikan – dan bisikan lembut dari MC (Melissa Karim), yang mengingatkan saya bahwa dua pembicara pertama hanya diberikan waktu lima menit untuk bicara, sangatlah tidak membantu saya!
Saya naik ke podium, mengambil mic dan tanpa basa-basi terlalu panjang langsung menyampaikan satu hal saja yang menjadi kepedulian utama saya; bahwa restorasi itu mahal, dan jauh lebih penting bagi bangsa Indonesia untuk memiliki fasilitas penyimpanan arsip film yang baik dan sesuai standar!
Mudah-mudahan para pejabat yang berwenang dapat menangkap pesan tersebut (pada pidato sambutannya, Ketua Badan Ekonomi Kreatif RI Pak Triawan Munaf mengulangi dan mengamini pernyataan saya tersebut).
Saat pemutaran film, karena tidak ada kursi di studio yang tersedia (beberapa undangan terlihat kecewa karena terlambat dan tidak kebagian tempat), Saya dan beberapa orang kawan menonton sambil berdiri di lorong pintu masuk studio, berpindah-pindah dari studio 1 sampai studio 4 bioskop Metropole XXI, sambil mencari tau reaksi para penonton terhadap film dan hasil restorasinya.
Gelak tawa penonton dan komentar-komentar yang keluar selama pertunjukan terdengar seperti sebuah lagu indah di telinga saya. Bahkan di studio 1 (tempat dimana para pejabat dan tamu undangan VIP menonton), Saya mendengar ada dua kelompok penonton yang menyanyi bersama setiap ada lagu yang dimainkan pada film. Luar biasa! Saya tidak tau siapa mereka, tapi Saya tidak yakin bahwa mereka adalah penonton dari generasi milenia…
Wajah-wajah gembira dan sumringah serta senyum tanpa henti yang ditunjukkan para penonton saat keluar studio menambah lengkap malam itu.
Saya seperti terbang melayang! Kerja keras dan rasa letih kami selama kurang lebih 3 tahun terakhir, habis terbayar lunas! Tengah malam itu, untuk sementara, tidak ada lagi kecemasan tentang jumlah bioskop yang akan dialokasikan untuk film Tiga Dara oleh jaringan bioskop nasional, tidak ada kecemasan tentang penerimaan masyarakat terhadap film hasil restorasi, dan tidak ada kecemasan tentang jumlah penonton yang akan ke bioskop mulai tanggal 11 Agustus 2016 yang akan datang –saat film Tiga Dara hasil restorasi 4K diputar untuk umum di seluruh Indonesia, untuk pertama kalinya.
Para undangan mulai meninggalkan bioskop Metropole, saya pun menyampaikan terima kasih yang tulus kepada undangan-undangan yang Saya temui, sambil mengantarkan om, tante, istri, dan adik-adik saya ke mobil mereka di parkiran Metropole. Saya masih belum pulang. Saya ingin menikmati malam di Metropole, dan memastikan semua undangan sudah pulang.
Ternyata saya harus menunggu lebih lama untuk dapat kembali ke Hotel (kami menginap di hotel sebelah Metropole, untuk memudahkan koordinasi dan lain sebagainya dengan tim lapangan yang bekerja mempersiapkan acara Press Conference dan Pemutaran Perdana hari itu), Saya bertemu dengan pak Abdoel Moeis dan keluarganya. Beliau adalah satu-satunya dari lima orang pembawa kamera (cameraman) film Tiga Dara yang masih hidup sampai sekarang.
Saya berbincang-bincang dengan beliau (oh ya.., usia beliau saat ini adalah 89 tahun!) dan bahagia sekali saya melihat matanya yang berkaca-kaca bahagia diatas kursi rodanya, sambil bercerita mengenai Usmar Ismail (sutradara), para kru film, perannya sebagai salah satu anak paman Tamsil dalam film.
Penting diingat adalah perasaannya saat berjumpa dan berbincang dengan Indriati Iskak (pemeran Neni, anak bungsu Tiga Dara) dan Mieke Widjaja (pemeran Nana, anak tengah), setelah lebih dari 54 tahun tidak pernah bertemu, di ruang VVIP tadi malam. Saya menemani beliau dan keluarganya, sampai mobil datang menjemput beliau.
Setelah melepas kepulangan pak Abdoel Moeis sekeluarga, saya melihat masih banyak artis dan kawan-kawan lainya yang tetap tinggal di Metropole, berfoto-foto dengan kamera smartphone mereka, berbincang-bincang, dan bercanda ria. Sayapun meneruskan langkah saya berjalan keliling Metropole, dan menemukan pemandangan yang tidak pernah saya temukan sebelumnya dalam hidup saya…
Saya melihat ada sekelompok orang duduk di café, dan berbincang-bincang tentang film Tiga Dara, dan dari cara mereka memanggil satu sama lain; dapat saya pastikan bahwa mereka adalah satu keluarga; ada oma, opa, ibu, bapak, kakak, dan adik! Kelompok lain juga demikian, namun dengan panggilan ‘eyang’, ‘papa’, ‘mama’, ‘mas’, ‘mbak’, dan ‘adik’.
Akhirnya Saya menemukan kelompok lain yang sedang duduk di teras café tersebut; dan ternyata mereka adalah keluarga sahabat saya sendiri. Pasangan suami istri ini adalah sahabat lama saya, dan kami tetap berhubungan akrab sampai dengan hari ini.
Saya pun bergabung dengan mereka, dan diperkenalkan dengan orang tua mereka, serta adik-adik-nya. Sementara sang ibu mertua bercerita tentang fashion pada film Tiga Dara, sang adik sibuk mencari informasi di internet tentang Tiga Dara.
Dan mereka merasa kesal mengapa dia tidak pernah tau tentang film Tiga Dara sebelumnya.
Itulah pemandangan yang tidak pernah saya lihat sebelumnya; film yang baik ternyata dapat menyatukan keluarga, dapat membuat oma-opa-eyang-kakek-nenek-ibu-bapak-anak nongkrong bareng di café, berbincang seru, sampai larut malam!
[demikian tadi sekapur sirih beraroma restorasi dari Pak Yoki]
***Update 16-08-2016... then 28-10-2016... Penampakan temen-temen kantor gue yang ikut bergairah di Bioksop Metropole Megaria Jakarta Pusat, foto-foto hasil colongan dari android sohib gue (hihihihi) :
Senyum penuh makna...Liza, Tia, Ina
Posted by Ragile,
Kemang Jakarta Selatan, 07-08-2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H