Dalam kamar hotel aku kerja memeras keringat. Persisnya memeras otot pak jendral sampe dia puas hingga terkulai lemas, hihihi. Yaiya dong kami telanjang bulet, namanya juga laki ngajak ngamar udah pasti dong minta kelonan.
Oh iya... Kadang aku merenung seorang diri di atas jembatan di pinggir kali. Kadang inget tuhan kenapa aku jadi begini? Ingin rasanya ketemu jodoh lelaki agar aku lepas dari semua ini. Tapi apa iya ada yang mau memperistri diriku jika mereka tau aku kerjanya memeras otot bapak-bapak? Ah aku yakin nggak mudah. Kadang terbit rasa sesal dalam hati kecil. Nyesel. Tapi sudah terlanjur. Sedangkan roda kehidupan jalan terus.
Iya aku sudah terlanjur. Berhenti tidak mungkin dong. Anak-anak mau makan apa? Biaya Sekolah siapa yang bayar?
Lagi pula, menurut kami, semua lelaki adalah bajingan. Bajingan! Mau enaknya sendiri!
Aku pelacur tanpa rupa. Temui aku di sayap-sayap sebuah hotel di dalam bilik salon, barber shop, massage service. Jangan lupa kalau booking wajib nelpon dulu ke nomer handphone-ku yang tertera di dalam lipatan sapu tangan.
***
- kisah fiksi berdasarkan kisah nyata by Ragile.
www.kompasiana.com/ragile
- terilhami oleh tulisan @Hawa di Kompasiana berjudul "Seroja, Pelacur Naik Kelas"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H