[caption id="attachment_110325" align="aligncenter" width="530" caption="Computer Programmer (dok: latenighthacking.com)"][/caption] Banyak orang terkecoh bila hanya melihat perangkat komputer menggerakkan roda perusahaan. Sepintas perusahaan telah fully computerized, atau setidaknya data non manual sudah menjadi pegangan untuk menyusun pelaporan secara otomatis. Namun faktanya tidak demikian. Karena masih banyak pejabat, pemilik usaha, dan segelintir Manager, belum siap mental menyambut transparansi informasi. Modus Sabotase Program Komputerisasi di Indonesia sejak 1985 hingga 2010. Adalah bukti berceceran sejak saya berkarir di dunia komputer (EDP/MIS/IT) mulai tahun 1985 sebagai karyawan; kemudian sebagai pengajar, wirausaha, maupun vendor/kontraktor computerized systems. Macam-macam sabotase mematahkan program komputerisasi kantor disaksikan para teknisi, programmer, dan staff terkait. Reaksi kami pada umumnya hanya geram dalam hati tapi tak mau konfrontasi. Karena kawatir dihadang sabotase lebih besar lagi. Mengingat sabotase dilakukan oleh sekelompok orang, sering pula diakui atas restu big boss. Berikut ini contoh-contoh sabotase program komputerisasi yang kami saksikan dan alami. Pada umumnya sabotase didorong motif TAKUT kehilangan "other income", atau owner TAKUT karyawan mengetahui seberapa besar keuntungan riil perusahaan: 1) Sekitar tahun 1986 kami install sistem komputer untuk logistik. Lokasinya di sebuah platform pengeboran minyak milik ARCO/ARII, perairan Laut Jawa, Indramayu Jawa Barat. Sore selesai pasang dan running well, kami kembali pulang naik chopper ke Bandara Halim Perdana Kusuma. 24 jam kemudian di kantor kami di Gedung Patra Jakarta mendapat kabar bahwa komputer disiram air oleh "penguasa" logistik. Sistem komputer mati total. Cara cara vulgar begini biasanya terjadi di lokasi kantor off-shore atau on-shore di tengah hutan. 2) Sekitar tahun 1998 kami pasang jaringan komputer 24jam untuk jaringan hotel bintang 3 di Jawa Barat. Komplit modul Front Office dan Back Office (Finance) Reporting. Sayangnya Big Boss Hotel beri perintah agar sistem komputer hanya dipakai untuk Check In- Check Out saja. Laporan Keuangan digarap ulang oleh Finance secara manual di komputer, secara rahasia. Tujuannya untuk mengelabui Bank kreditur dan Dinas Pendapatan Pajak. Laporan Keuangan kepada bank dibumbui laba usaha menakjubkan agar kucuran kredit bertambah. Laporan Keuangan kepada Dinas Pajak bernada menyedihkan hingga layak bebas dari pungutan pajak. Hingga sekarang konon praktek tsb jalan terus. 3) Praktek pembukuan ganda (double accounting) oleh perusahaan sangat sering kami temukan. Di Jakarta maupun Jawa Barat di mana kami beroperasi, sudah jadi rahasia umum bagi orang komputer. Yang menunjukkan bukti bahwa komputerisasi jalan terus, korupsi jalan terus melalui Laporan Keuangan yang sepintas nampak seperti hasil proses otomatisasi. Dalam prakteknya banyak perusahaan meminta "pintu belakang". Gunanya untuk mengubah angka angka (manipulasi), secara manual, hasil journal entry dalam Sistem Komputer Keuangan. Dengan demikian otomatisasi disabotase oleh jurnal boong-boongan melalui "pintu belakang". Biasanya lewat prosedur export teks files. Atau lewat entry langsung pada database alias by-pass the system. Praktek akal-akalan model ini konon masih favorit hingga tahun 2012 ini. 4) Sekitar tahun 2006 di Jakarta hampir pasti melaksanakan program komputerasi di lingkungan Hotel dan Restoran. Tujuannya untuk menjemput angka Pajak /Tax secara harian. Caranya dengan memasang satu unit komputer di hotel dan restoran. Disambung otomatis ke kantor Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta. Targetnya untuk menyedot sekitar 250milyar/tahun total Pajak yang lolos akibat manipulasi Laporan Keuangan. Namun sayang, program komputerisasi yang sudah lulus uji coba sejak 2005 patah di tengah jalan. Pimpinan Konsorsium yang berkantor di Jakarta Selatan berkali kali mengeluh kepada saya. Katanya proyek gagal total akibat sabotase oleh segelintir orang yang tidak setuju komputerisasi di bawah payung PHRI, wadah pengusaha hotel dan restoran. Padahal Konsorsium siap menyediakan dana US1,5 juta untuk melaksanakan proyek dengan sistem BOT (Built-Operate-Transfer). Padahal Pemda DKI tidak akan keluar modal uang sepeserpun. Dari 4 contoh di atas menunjukkan bukti bahwa, bagi kami orang orang komputer, TIDAK ADA JAMINAN korelasi antara komputerisasi dengan pembratasan korupsi. Selama pejabat, pemilik usaha dan jajaran managemen perusahaan/yayasan emoh transparansi informasi, selama itu pula manipulasi keuangan dan korupsi jalan terus. *** Ragile, 27-apr-2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H