"Begini yakh... saya mau tanya dulu. Hari Kiamat itu hari apa? Untuk apa?"
"Waduh Mbah! Masa lupa??? Hari Kiamat sudah tertulis di kitab-kitab suci. Pasti terjadi. Itu hari kehancuran alam semesta sehancur-hancurnya. Dunia dikrues-krues oleh Tuhan. Manusia akan diadili di alam akhirat. Lalu masuk ke alam abadi. Kehidupan abadi. Bagaimana Mbah?"
"Begini yakh... Menurut kitab suci atau kitab kotor sama-sama ditafsirkan oleh manusia."
"Tuhan berfirman, Mbah."
"Manusia yg menafsirkan. Tafsiran bisa benar bisa melenceng. Iya tokh? Iya tokh?" Mbah melanjutkan.
"Begini yakh Bapak-bapak semuanya....Yang saya tahu. Kiamat sudah diramal ribuan tahun lalu. Katanya akan terjadi bulan depan, tahun depan, dan seterusnya. Nyatanya? Yang saya tahu. Ramalan hari kiamat itu mainan empuk supaya orang-orang pada nurut. Buntutnya jiwa dan harta pindah tangan kepada yg pinter bikin ancaman. Yang saya tahu. Ramalan kiamat itu dolanan yg apik untuk bikin orang pada panik. Buntutnya lenyap spirit, usaha cuma saencrit-saencrit, pikiran morat-marit, akhirnya kejepit hahaha.... Yang saya tahu. Kiamat jadi doa paling nikmat bagi orang-orang yg dengki, geram liat orang lain hidup senang. Maunya mati bareng besok pagi. Itu yg saya tahu lho..."
"Jadi Mbah Marijan tidak percaya Hari Kiamat?" Hampir serempak ketiga tamu bertanya.
"Begini yakh... Bagi saya kiamat sudah terjadi sejak saya mbrojol dari rakhim ibu saya. Yah kiamat sudah lewat."
"Lho....? Maksudnya?"
"Lha kan lebih nikmat hidup di dalam rakhim ibu. Semua kebutuhan dipenuhi. Tidak ada tanggung jawab. Jadi sejak saya lahir di dunia hanya untuk ngisi wolak-walike jaman setelah kiamat sudah lewat."
Deg! Ketiga tamu agung kehilangan akal. Jelas tidak nyambung ngomong dg Mbah Marijan. Pada saat yg sama kebimbangan melanda. Iya, nggak? Iya, nggak? Kiamat bikin pusing kepala. Juga bikin penasaran. Kalau terjadi bagaimana? Kalau tidak terjadi mau apa? Sepertinya kiamat sudah dekat, tapi seberapa dekat? Begitu banyak pertanyaan berkecamuk di hati para tamu agungnya Mbah Marijan. Mereka terdiam. Jawaban semua mengambang seperti kedebog pisang di tengah danau.