Mohon tunggu...
Ragil Zuliana Adhiva
Ragil Zuliana Adhiva Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Publik

catch your dream

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Pengambilan Keputusan Etis dalam Penerapan E-Government di Organisasi Publik

12 Juni 2022   13:11 Diperbarui: 13 Juni 2022   16:38 2121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

           Pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang sangat penting bagi ogranisasi, karena hal tersebut akan menentukan bagaimana keberhasilan organaisasi dalam mencapai tujuannya. Pentingnya pengambilan keputusan dalam suatu organisasi adalah agar organisasi dapat memecahkan berbagai persoalan atau masalah yang terjadi. Sehingga, pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan alternatif yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia. Pemilihan salah satu alternatif ini tentunya digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di dalam organisasi tersebut. Biasanya, permasalahan yang terjadi dalam organisasi disebabkan oleh adanya kelemahan strategi dalam pengambilan keputusan. Strategi yang tidak diterapkan dalam organisasi tersebut menyebabkan adanya benturan kepentingan antara pemangku kepentingan yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut berakibat pada buramnya misa dari suatu pelayanan, kegagalan dalam mengantisipasi risiko yang akan datang, serta ketidakteapatan sasaran pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

            Berdasarkan hal tersebut, maka dalam organisasi harus memiliki pemimpin yang mampu melihat dari berbagai sisi faktor penyebab permasalahan tersebut. Apabila pemimpin memiliki kemampuan tersebut, maka permasalahan dalam organisasi akan dapat diselesaikan dengan baik dengan mengetahui letak permasalahan tersebut dengan benar. Oleh karena itu, terdapat 3 tahapan atau proses dalam pengambilan keputusan. Tahapan pertama adalah penemuan masalah. Dalam tahapan ini, masalah yang ada harus dapat didefinisikan dengan jelas agar yang menjadi perbedaan antara masalah dan bukan masalah dapat terlihat dengan jelas. Tahapan kedua yaitu pemecahan masalah. Pada tahap ini, masalah yang sudah ditemukan dan diidentifikasi kemudian diselesaikan. Langkah yang diambil untuk memecahkan masalah yaitu mengindentifikasi alternatif penyelesaian masalah, perhitungan mengenai faktor yang tidak diketahui sebelumnya, pembuatan alat untuk mengevaluasi hasil, dan pemilihan model pengambilan keputusan. Kemudian, pada tahapan ketiga yaitu pengambilan keputusan. Pada tahapan ini, keputusan yang diambil harus memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya, kondisi yang tidak pasti, kondisi berisiko, dan kondisi konflik.

            Salah satu pendekatan yang biasanya digunakan oleh organisasi dalam melakukan pengambilan keputusan adalah pendekatan etis. Menurut Stoner (1982) dan Jones (1991), secara garis besar proses pengambilan keputusan yang menggunakan pendekatan etis digambarkan dalam tahapan yang serupa dengan proses pengambilan keputusan manajemen yang diungkapkan. Keputusan etis adalah suatu keputusan yang dibuat oleh pemimpin dalam suatu organisasi baik publik maupun swasta dalam rangka memcahkan suatu masalah, dimana keputusan tersebut dapat diterima oleh masyarakat luas baik secara hukum maupun secara etik. Sedangkan, menurut Carlson, Karmar, dan Wadsworth (2002), pengampilan keputusan etis adalah proses pengambilan suatu keputusan yang dilakukan oleh individu-individu dimana mereka menggunakan dasar pemikirannya untuk menentukan sesuatu yang diputuskan tersebut apakah sesuatu yang benar atau salah.

            Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan etis merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pengambilan keputusan, dimana individu atau pemimpin yang bertugas menentukan suatu keputusan dalam suatu organisasi harus memperhatikan etika-etika yang ada. Pemimpin juga harus memperhatikan apakah keputusan yang diambilnya merupakan sesuatu yang benar atau salah. Dengan memperhatikan etika yang berlaku di masyarakat, maka keputusan yang dibuat dalam suatu organisasi akan diterima oleh masyarakat luas dan menjadi suatu hal yang positif.

            Dalam pengambilan keputusan etis, seseorang harus memiliki kesadaran etis dimana hal tersebut serupa dengan mengidentifikasi suatu kondisi atau situasi yang ada, pertimbangan etis yang sama dengan suatu proses kratif dan inovatif untuk mengambangkan berbagai alternatif keputusan, dan kemudian alternatif tersebut dievaluasi sebagai bahan pertimbangan. Ketika akan menentukan salah satu alternatif, maka pemimpin harus mengkaji ulang berbagai alternatif tersebut sehingga dapat memperoleh alternatif pengambilan keputusan yang terbaik. Alternatif keputusan yang dipilih harus berupa alternatif yang sudah memiliki kekuatan intensi etis. Apabila telah memiliki kekuatan intensi etis, maka keputusan tersebut merupakan keputusan yang etis dan dapat diterima oleh masyarakat.

            Agar dapat menilai suatu keputusan merupakan keputusan yang etis, maka ketika dalam proses pengambilan keputusan tersebut harus melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap keputusan tersebut. Dengan melibatkan pihak lain yang memiliki kepentingan, maka tidak akan terjadi benturan berbagai kepentingan antar pihak dan tidak merugikan pihak lainnya.

            Selain mempertimbangkan pihak-pihak yang berkepentingan, pengambilan keputusan etis juga harus memerhatikan implikasi dari keputusan yang telah dibuat. Implikasi tersebut merupakan dampak yang dapat timbul ketika keputusan tersebut dibuat oleh organisasi. Dampak tersebut dapat berupa dampak pada kondisi lingkungan, ekonomi masyarakat, kestabilan politik, kesejahteraan masyarakat, dan sebagainya. Apabila dalam pengambilan keputusan tidak mempertimbangakan dampak yang akan muncul, maka bisa jadi keputusan tersebut akan berdampak buruk bagi kondisi atau situasi di sekitarnya, dan dapat merugikan banyak pihak. Hal tersebut menunjukan bahwa pengambilan keputusan yang dilakukan dalam suatu organisasi merupakan keputusan yang tidak etis. Pengambilan keputusan tidak etis merupakan keputusan yang dibuat oleh suatu organisasi tidak dapat diterima dengan baik oleh masyarakat karena dalam pembuatan keputusan tersebut tidak memperhatikan etika dan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

            Metode pengambilan keputusan etis tentunya dapat diterapkan di seluruh organisasi, baik organisasi publik maupun privat. Di dalam organisasi publik, penerapan metode pengambilan keputusan etis salah satunya dapat diterapkan dalam pengembilan keputusan organisasi publik untuk memberikan pelayanan publik yang cepat, transparan, dan akuntabel. Pelayanan publik yang cepat, transparan, dan akuntabel dapat dilakukan melalui penerapan e-government yang diterapkan dalam setiap organisasi publik. Melalui penerapan e-government, diharapkan pelayanan publik yang dilakukan oleh setiap organisasi publik dapat dilakukan dengan baik dengan tetap memperhatikan keetisan dan hukum yang berlaku agar dapat diterima dalam masyarakat.

            Menurut Dwiyanto, dalam (Holle, 2011:181) (dalam Puji Ayu Lestari, dkk, 2021) birokrasi pemerintah dapat mengembangkan penggunakan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) ketika melaksanakan tugas pemerintahan serta dapat mempermudah dalam memberikan pelayanan publik. Selain itu, dengan penggunaan TIK ini juga akan mendorong adanya akuntabilitas publik serta adanya transparansi dalam pelayanan publik. Tuntutan dari reformasi birokrasi diiringi dengan revolusi industri 4.0 semakin mendorong organisasi publik menerapkan e-government dalam memberikan pelayanan publik. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam undang-undang tersebut, terdapat Pasal 4 yang menjelaskan mengenai asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik. Asas-asas tersebut tentunya berkaitan dengan penerapan e-government, terutama dalam asas huruf f yaitu partisipatif, huruf h tentang keterbukaan, huruf i tentang akuntablitas, huruf k tentang ketepatan waktu, dan huruf l tentang kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

            Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan e-government untuk mendukung diterapkannya prinsip dalam good governance yaitu prinsip akuntabilitas dan transparansi, serta mempercepat proses demokrasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penerapan e-government merupakan sistem pelayanan publik yang berbasis digital, sehingga pelayanan publik dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan tidak memakan biaya dan waktu yang banyak, sehingga akan tercipta suatu efisiensi dan efektivitas. Penerapan e-government juga merupakan tuntutan dari reformasi birokrasi yang menuntut adanya keterbukaan dan kemudahan dalam pemberian layanan publik, serta diiringi dengan revolusi industri 4.0 dimana pada era saat ini teknologi berkembang dengan cepat sehingga dari birokrasi juga menyesuaikan dengan kondisi yang ada, yaitu menggunakan teknologi digital dalam memberikan pelayanan publik.

            Berasal dari tuntutan reformasi birokrasi tersebut, lalu pemerintah menerapkan sistem e-government dalam memberikan layanan publik, itu merupakan suatu pengambilan keputusan etis. Hal tersebut disebabkan reformasi birokrasi tentunyan diiringi oleh adanya tuntutan masyarakat yang ingin mendapat pelayanan publik yang baik,cepat, transparan, dan akuntabel. Selain itu, pelayanan publik yang cepat ini akan menciptakan suatu efisiensi karena adanya penghematan waktu dan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan publik. Masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan publik tidak perlu mengantre lama di kantor pelayanan publik, sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan cepat.

            Selain itu, penerapan e-government juga merupakan suatu pengambilan keputusan etis karena penerapan e-government tidak hanya asal diterapkan di suatu organisasi publik, tetapi juga memerhatikan dan mempertimbangkan kondisi sumber daya manusia dalam menerima perubahan yang ada. Sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi publik tersebut tentunya diberikan berbagai pelatihan dan sosialisasi terkait penerapan e-government dalam memberikan pelayanan publik. Pelatihan yang diberikan kepada sumber daya manusia tersebut agar mereka dapat menggunakan dan memanfaatkan teknologi yang ada dengan maksimal, sehingga pemberian pelayanan publik tidak akan terdapat kendala.

            Dalam memberikan pelayanan publik, meskipun berbasis digital, tetapi juga harus memerhatikan etika pelayanan publik. Etika merupakan moral atau nilai yang biasanya disebut dengan kode etik atau aturan perilaku yang benar dalam pelayanan publik. Kode etik ini harus dipatuhi oleh pemberi pelayanna publik, dan penyelenggaaran layanan tersebut selain melayani masyarakat dengan baik, mereka juga harus memenuhi standar etika yang telah ditetapkan dalam organsasi publik. Apabila terdapat pelanggaran terhadap kode etik yang telah ditetapkan, maka akan terjadi suatu maladministrasi karena sumber daya manusia yang ada tidak menjalankan standar etika dan tidak berperilaku dengan benar.

            Penerapan e-government juga merupakan suatu pengambilan keputusan etis karena memerhatikan kondisi lingkungan. Untuk memberikan pelayanan publik tidak hanya berupa pemberian surat, tanda tangan, dan sebagainya. Akan tetapi, pengadaan transportasi umum juga merupakan bentuk pelayanan publik. Adanya transportasi umum yang disediakan oleh pemerintah biasanya akan diberi harga yang lebih terjangkau dan pembayaran yang berbasis digital agar lebih praktis, sehingga masyarakat akan lebih mengendarai transportasi umum tersebut dibandingkan mengendarai kendaraan pribadi. Oleh karena itu, akan terjadi pengurangan polusi udara yang disebabkan oleh banyaknya kendaraan pribadi. Selain itu, pengelolaan sampah juga menjadi suatu bentuk pelayanan publik. Pemerintah akan meluncurkan suatu aplikasi yang dapat menjadi inovasi masyarakat untuk dapat mengelola sampah dengan baik dan benar.

            Pelayanan publik yang berbasis digital tersebut contohnya sudah diterapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Mereka mengambil keputusan yang berkaitan dengan inovasi dalam pemberian layanan publik yang berbasis digital sesuatu dengan tuntutan reformasi birokrasi, agar pelayanan publik dilakukan dengan cepat dan mudah. Contohnya yaitu Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) Kota Bandung, dimana mereka mengembangkan pediamn pelayanan publik yang berbasis elektronik melalui layanan online yaitu dpmptsp.bandung.go.id. Sistem ini akan memberikan kemudahan pemberian pelayanan publik mengenai perizinan, dan berkas permohonan yang diajukan akan dijemput atau diambil oleh petugas, dan kemudian akan diantarkan kembali ke masyarakat melalui pos.

            Dinas Pendidikan Kota Bandung juga mengeluarkan aplikasi Bernama "Si Kasep", yaitu sebuah aplikasi yang berfungsi untuk melakukan seleksi kepala sekolah. Guru yang memiliki potensi menjadi kepala sekolah dapat mengajukan dirinya sendiri, atau diajukan oleh orang lain melalui aplikasi tersebut. Administrasi pendaftaran akan dilakukan secara online bahkan seleksi administrasi dan akademik. Setelah itu, baru kandidat akan diberikan pelatihan dan pendidikan.

            Kemudian, untuk pelayanan kependudukan, Pemerintah Kota Bandung juga mengeluarkan aplikasi "Mang Udin" yang merupakan singkatan dari Mangga Urus Identitas Kependudukan, serta "Bi Eha" yang merupaka singkatan Bisa Euy Hebat. Kedua aplikasi tersebut merupakan aplikasi yang dapat memberikan pelayanan publik berupa pelayanan kependudukan secara digital atau online. Melalui aplikasi ini juga dapat dilakukan suatu akurasi data terkait data orang baru lahir sampai kematian.

            Lalu, dalam hal lingkungan, Pemerintah Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo juga membuat suatu program Sajadah atau Sampah Jadi Janda Bila Dipilah. Program ini merupakan sebuah inovasi pelayanan publik di bidang lingkungan, dimana pemerintah mencoba mengurangi kuantitas sampah melalui program tersebut. Masyarakat juga akan diajari mengenai pengelolaan sampah yang baik dan benar mulai dari sampah rumah tangga. Apabila program ini berhasil, maka perilaku warga akan berubah dan kondisi lingkungan akan menjadi bersih dan nyaman. Selain itu, masyarakat juga akan sejahtera karena mendapatkan penghasilan tambahan dari pengelolaan sampah, sehingga sampah tersebut juga dapat bernilai ekonomis.

            Pemerintah Kota Bandung juga bekerja sama dnegan berbagai bank untuk meluncurkan Bandung Smart Card (BSC). Bank tersebut akan berintegrasi dengan BSC untuk mendukung pembayaran atau transaksi secara non tunai. Dengan menggunakan BSC ini, maka masyarakat tidak perlu menggunakan uang tunai untuk melakukan transaksi. BSC juga dapat dimanfaatkan untuk transaksi pelayanan publik, salah satunya adalah transaksi ketika menaiki transportasi umum. Program Gope TMB (Trans Metro Bandung) merupakan salah satu inovasi pelayanan publik di bidang trasnportasi. Pembayaran dalam transportasi ini dilakukan secara non tunai melalui e-tiket (tap cash) atau BSC. Penggunaan transaksi non tunai ini tentunya akan mempermudah pembayaran dan kepraktisan. Sehingga, masyarakat akan dapat beralih untuk menggunakan transportasi umum dibanding transportasi publik. Hal ini tentunya akan berdampak baik bagi kondisi lingkungan, yaitu pengurangan polusi udara.

            Di bawah Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Bandung, Pemerintah Kota Bandung juga meluncurkan aplikasi yang Bernama IndoHub. Aplikasi ini terhubung dengan kamera CCTV Area Traffic Control System (ATCS) Kota Bandung. Selain itu, aplikasi ini juga terhubung dengan berbagai sistem tanggap darurat Kota Bandung, seperti koneksi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana. Berbagai layanan yang disediakan oleh berbagai dinas di Kota Bandung dapat diakses melalui aplikasi ini, sehingga dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses berbagai pelayanan publik.

             Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat bahwa pemerintah sudah menerapkan e-government dalam memberikan pelayanan publik. Hal tersebut merupakan keputusan etis yang diambil oleh pemerintah, karena dalam pengambilan keputusan mengenai penerapan e-government ini pemerintah tetap memerhatikan dan mempertimbangan berbagai hal. Salah satu pertimbangan utama yaitu adanya tuntutan dari masyarakat mengenai reformasi birokrasi dan revolusi industri 4.0. Pada era ini, teknologi sangat berfungsi untuk memudahkan pekerjaan manusia. Sehingga, dalam pelayanan publik masyarakat juga ingin dimudahkan untuk memperoleh layanan publik. Lalu, dalam penerapan e-government ini pemerintah juga mempertimbangkan berbagaia aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga keputusan penerapan e-government merupakan keputusan etis yang diambil oleh pemerintah. Ketika proses pengambilan keputusan tersebut pemerintah juga berusaha mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya benturan kepentingan antar berbagai pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun