Mohon tunggu...
ragil jiwandono
ragil jiwandono Mohon Tunggu... Penulis - ragil

ingin menulis dan dibaca :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasang Surut Hubungan Internasional Indonesia-Malaysia

11 Desember 2020   20:47 Diperbarui: 11 Desember 2020   21:03 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dibanding dengan hubungannya dengan negara tetangga mana pun di Asia Tenggara, hubungan Indonesia dengan Malaysia tergolong paling dekat, tetapi sekaligus juga paling rawan. 

Paling dekat maksudnya bukan terutama dalam arti fisik (geografi) semata, melainkan yang lebih penting lagi ialah karena adanya kesamaan sejarah, adat resam, agama Islam dan berbagi pengalaman dalam pembentukan identititas ke-Melayu-an sebagaimana diuraikan sebelumnya. Namun setelah kemerdekaan, hubungan kedua negara mulai retak dan pada tingkat tertentu mencapai titik didih, yang mengarah pada perang. 

Dalam sejarah Indonesia dikenal episode "politik Konfrontasi", "Ganyang Malaysia", yang mencapai puncaknya pada tahun 1963-1966 (Mestika, 2015). Hubungan antar negara Indonesia dengan Malaysia ibarat sebagai saudara karena negara paling dekat juga berbahaya. Paling dekat dalam artian tidak hanya segi letak geografis tetapi juga persamaan kesermpunan. 

Akan tetapi tidak lama kemudian munculnya suatu pemicu hingga menjadi ledakan konflik antara dua negara ini, hingga pada tahun 1963 -1966 konfrontasi dan konflik tersebut mencapai puncaknya bisa saja terjadi peperangan. . Pembicaraan awal antara Sukarno dengan Ibrahim Yaakob dan lain-lain pemimpin Melayu yang sependirian dengannya telah dijalankan, guna mendorong agar negara 'Melayu Raya' atau 'Indonesia Raya' ditubuhkan dan kemerdekaan diumumkan serentak pada 1945 itu(Mestika, 2015). 

Sebelumnya kedua negara Indonesia-Malaysia memiliki ikatan antar pemimpin negaranya hingga memiliki cita-cita dalam tujuan masa depan yang lebih baik bersama. Beberapa orang penting dari negeri Malaya , Ahmad Bustaman, Ibrahim yaakob dan Ishak Mohamad membuat sebuah ikatan menuju kemerdekaan bangsanya Bersama-sama karena pada masa itu masih dalam naungan penjajahan. 

Akan tetapi jika dilihat langsung pemimpin negri Malaya tidak memiliki pengaruh dengan kaum sultan yang memerintah di Sebagian tanah melayu hingga rancangan maupun cita-cita yang dibangun antar kedua bangsa tersebut terabaikan begitu saja. 

Sehingga Indonesia memilih untuk melakukan tindakan sendiri dalam upaya menangani penjajah dan memerdekakan bangsa Indonesia sendiri pada tahun 1945 berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Sekali lagi perasaan keserumpunan ditunjukkan oleh Malaysia ketika terjadi pergolakan (pemberontakan) PRRI yang berpusa t di Sumatera Tengah pada tahun 1958, yakni satu tahun setelah kemerdekaan Malaysia. 

Jakarta menuduh Malaysia bersimpati terhadap pemimpin pemberontak dan menghasut agar mereka memusuhi Indonesia(Mestika, 2015). Tunku Abdul Rahman menyangkal tuduhan- tuduhan yang di anggap sebagai musuh negara Indonesia. akan tetapi masih ada beberapa masalah yang anehnya Malaysia bersikap acuh dan membiarkan walaupun ada rakyat Indonesia yang di sandra dan dianggap sebagai pemeberontak PRRI yang ditangkap di wilayah perairan Malaysia. 

Tidak hanya itu dakwaan Indonesia bahwa pemerintahan Malaysia dianggap membiarkan wilayah perairan dan Pelabuhan ditujukan bagi kaum pemberontak juga bagi pihak luar asing yang ingin menyelundupkan barang, senjata dan juga Malaysia dianggap memberikan kemudahan dan bantuan untuk golongan pemberontak Sumatra. 

Beberapa tulisan dari Australia juga menanggapi konflik ini, "...Malayan government also found it difficult to condemn the Sumatran rebels for another reason: many among the political elite considered Sumatran the cradle of the Malay race, whereas Java was seen as more distant (both geographically and culturally) and also the strong hold of communist ...". Yang berartikan "Pemerintah Malaya juga merasa sulit untuk mengutuk para pemberontak Sumatera karena alasan lain: banyak di antara elit politik yang menganggap Sumatera sebagai tempat lahir ras Melayu, sedangkan Jawa dipandang lebih jauh (baik secara geografis maupun budaya) dan juga cengkeraman kuat terhadap ideologi komunis". Indonesia merasa diberikan sebuah penghianatan atas keterpihakan Malaysia tersebut dan tak bisa dibayangkan negara tetangga yang dianggap sebagai saudara menghianati. 

Oleh karena itu, keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menilai pembentukan Federasi Malaysia yang kini dikenal dengan Malaysia sebagai "boneka Inggris" sebagai bentuk baru penjajahan dan imperialisme serta dukungan atas berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia. juga sebaliknya menurut para pemimpin di Malaysia pun tidak pernah lupa tentang ditinggalkannya atas kemerdekaan Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun