Mohon tunggu...
RAFTSANZANI ASSUDAISI
RAFTSANZANI ASSUDAISI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hanya menulis apa yang ingin ditulis

Menulis tidak bisa dipaksa, dan menulis tidak perlu ditunggu. Mengalir saja dan ikuti alurnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Ulama Habaib dan Umaro: Perbandingan Era Soekarno dan Joko Widodo

29 Desember 2021   22:40 Diperbarui: 29 Desember 2021   22:42 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ulama merupakan salah satu elemen penting dalam memutuskan sebuah kebijakan dalam sebuah negara, khususnya negara yang memiliki populasi masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Setiap keputusan yang menyangkut kemaslahatan umat Islam, ulama wajib ikut andil dalam perumusan hal tersebut. Kedekatan antara ulama dan umaro sudah menjadi sorotan sejak awal kemerdekaan negara ini, bahkan Indonesia pernah dipimpin oleh presiden yang berasal dari kalangan ulama. Setiap periode memiliki perbedaan dalam menyikapi kedekatan antara mereka dengan para ulama. Selama tujuh kali pergantian presiden, ulama tetap mendampingi mereka supaya tetap menjaga kemaslahatan umat Islam di Indonesia dari berbagai kebijakannya.

Soekarno dan Habib Ali Kwitang

Pada awal masa kemerdekaan, Presiden Soekarno yang awalnya diragukan keislamannya karena banyak menganut faham keagamaan, memiliki kedekatan oleh beberapa ulama, khususnya dengan para ulama kalangan Habaib. Walaupun sampai saat ini masih belum banyak yang mengungkap bahwa Bung Karno memiliki kedekatan khusus dengan Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Habib Ali Kwitang. Seorang ulama besar dari tanah Betawi, dan menjadi salah satu pelopor pendirian Majelis Taklim pertama di Indonesia, khususnya di Jakarta.

Habib Ali merupakan keturunan ulama Arab yang berasal dari Hadramaut, ayahnya Habib Abdurrahman Alhabsyi seorang ulama besar yang dimakamkan dibelakang Taman Ismail Marzuki, yang biasa dikenal dengan Makam Kramat Cikini. Habib Ali dikenal dengan ulama yang ulet, seorang ulama yang sebelumnya pedagang di Tanah Abang ini memiliki pengajian yang jumlahnya tidak sedikit, apalagi muridnya yang sudah tersebar di seluruh Nusantara. 

Beliau merupakan perintis majelis taklim yang menjadi cikal bakal berdirinya majelis taklim di berbagai penjuru tanah air. Ulama yang dikenal sebagai tokoh Nasional ini, memiliki pengaruh yang sangat luas dari dakwahnya yang dapat menyentuh berbagai strata sosial dan elemen masyarakat. Ia juga ulama yang dapat menyatukan berbagai perbedaan serta mempererat tali persaudaraan agama Islam, bahkan antar agama sekalipun.

Menurut Mr. Hamid Algadri, Habib Ali selain sebagai seorang ulama, ia juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Ia mendukung penuh dalam pendirian politik yang berdasarkan Islam pertama kali yang dikenal dengan Partai Syarikat Islam, yang dinahkodai oleh Haji Oemar Tjokro Aminoto dan Haji Agus Salim. Habib Ali juga memiliki kontribusi besar dalam masuknya organisasi Nahdlatul Ulama ke tanah Betawi. Serta Habib Ali memiliki kedekatan khusus dengan pendirinya, K.H Hasyim Asy’ari sebagaimana seorang guru dengan muridnya.

Kedekatan ulama dan umaro ini dipelopori oleh salah satu tokoh Betawi, M. Husni Thamrin yang menjadi penghubung diantara keduanya. Pertemuan pertama kali terjadi ketika Bung Karno baru keluar dari penjara Sukamiskin,  dan dijemput oleh keluarga serta kerabatnya. Ketika itu Thamrin mengajak Bung Karno untuk menetap sementara di Jakarta. Setibanya di Jakarta, Bung Karno diajak untuk menemui Habib Ali di Kwitang dan berlindung serta menetap di Kwitang selama empat bulan lamanya. Selama menetap, Soekarno mulai mendapatkan ilmu agama yang cukup banyak, serta nasihat dari ulama Betawi tersebut. Bahkan, selalu mengikuti berbagai kajian yang dilaksanakan secara rutin di rumah maupun di Masjid Kwitang. Dan sejak saat ini, Bung Karno menggunakan sarung dalam setiap kegiatan. Bahkan dalam beberapa waktu datang dalam agenda dengan Husni Thamrin, Bung Karno datang menggunakan sarung, dan fotonya ada di Pandji Poestaka tahun 1932.

Kedekatan presiden pertama RI dengan ulama kharismatik Betawi ini berlanjut sampai ketika detik-detik pembacaan teks proklamasi yang bertempat di kediaman Bung Karno. Sebelum mengadakan agenda besar tersebut, Bung Karno meminta restu kepada Habib Ali, dan beliau mengutus beberapa muridnya untuk ikut dalam acara yang bersejarah tersebut. Setelah selesai, Habib Ali mengeluarkan fatwa yang mewajibkan setiap rumah mengibarkan bendera pusaka Merah Putih di depan rumah masing-masing warga. Bahkan, sampai ketika memutuskan beberapa kebijakan Bung Karno melibatkan Habib Ali sebagai penasihatnya di Istana. Beberapa kebijakan yang berkenaan dengan umat Islam, Soekarno selalu meminta pendapat dari Habib Ali untuk memberikan nasihatnya.

Polemik di Era Joko Widodo

Pandangan berbeda dapat dilihat ketika pada masa saat ini, dimana banyak yang menganggap bahwa rezim saat ini berbeda arah dengan ulama. Dari perbedaan pandangan ini timbul persepsi masyarakat dengan adanya kriminalisasi Ulama. Karena ketika beberapa ulama yang bersebrangan dengan rezim, akan ada tindakan hukum yang dihadapinya.

Perbedaan sikap ini juga dapat dilihat ketika ada pihak ulama yang mendukung dan sependapat dengan rezim. Pandangan ini yang dapat menyebabkan perpecahan antar ulama dan masyarakat, karena masyarakat awam menghadapi kebingungan dengan respon yang diberikan pemerintah kepada para ulama. Kritik yang keluar dari para Ulama juga dianggap sebagai provokator, dan dijadikan sebagai bola panas yang menyebar di jejaring sosial. Hal ini juga dilakukan oleh para oknum yang menginginkan adanya perpecahan serta konflik antara ulama dengan umaro.

Dapat disimpulkan, adanya perbedaan cukup mendasar yang melatar belakangi kedekatan antara ulama dan umaro setiap periode. Saat ini dapat dilihat bahwa adanya kesenjangan antara ulama dan umaro, tentu hal ini bukan hal yang baik. Mengingat kemerdekaan Indonesia juga banyak pengorbanan yang berasal dari ulama. Ulama dan umaro harus tetap berjalan bersamaan untuk keberhasilan, kemanan, serta kedamaian masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun