Awal abad 20 menjadi suatu momen di mana langkah menuju Indonesia yang baru dalam menempuh permasalahan politik, budaya, dan agama. Dalam pembaharuan ini wilayah Jawa dan Minangkabau merupakan wilayah yang menjadi perhatian khusus karena Jawa dan Minangkabau adalah pelopor dalam perubahan Indonesia modern. Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927 terbentuknya suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan juga kesadaran baru, tetapi harus menerima akibat yang cukup besar dalam melewatinya.
      Pada tahun 1908, muncul suatu organisasi yang bernama Budi Utomo yang merupakan salah satu organisasi pertama dalam kebangkitan nasional. Organisasi ini pada dasarnya juga merupakan lembaga yang mengutamakan kebudayaan dan pendidikan. Pada bulan Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongres pertamanya di Yogyakarta yang pada saat  itu Wahidin tinggal menjadi sesepuh saja dan bermunculan suara-suara baru untuk mengatur  organisasi tersebut seperti Tjipto Mangunkusumo (1885-1943), yang radikal dan juga seorang dokter, memimpin sekelompok minoritas. Tjipto ingin membentuk Budi Utomo sebagai partai politik yang tidak hanya berjuangan atas golongan tertentu seperti golongan priyayi namun berjuang untuk mengangkat seluruh rakyat dengan kegiatan-kegiatannya yang lebih tersebar di seluruh Indonesia. Budi utomo juga merupakan sebagai tanda keberhasilan politik etis sehingga disambut baik oleh Gubernur Jendral Van Heutsz. Namun sebagai suatu organisasi pribumi yang progresif-moderat yang juga dikendalikan oleh para pejabat yang maju, Budi Utomo mendapat perhatian khusus dari pejabat-pejabat Belanda dalam tanda kutip mencurigai organisasi ini sebagai gangguan yang berpotensial bagi Belanda. Sepanjang sejarahnya, Budi Utomo resmi dibubarkan pada tahun 1935 karena banyak faktor permasalahn seperti; kekurangan dana maupun karena kekurangan kepemimpinan yang dinamis. Setelah itu, banyak organisasi baru yang lebih aktif. Beberapa diantaranya bersifat keagamaan, kebudayaan, dan Pendidikan, beberapa lagi bersifat politik. Organisasi-organiasasi itu bergerak dikalangan masyarakat bawah dan untuk pertama kalinya terjalin hubungan antara rakyat desa dan elite-elite baru.
      Setelah itu, muncul organisasi Sarikat Dagang Islam pada tahun 1910 yang didirikan oleh Tirtoadisuryo yang awal berdirinya bertujuan untuk membantu pedagang-pedagang Indonesia. Pada tahun 1912 organisasi tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Pada saat itu SI mengalami perkembangan pesat dan mendapat dukungan dari beberapa golongan. Tetapi ketika organisasi tersebut berkembang di desa-desa, maka meletuslah tindakan kekerasan. Rakyat pun akhirnya memandang bahwa SI lebih dianggap sebagai alat bela diri dalam melawan struktur kekuasaan lokal yang kelihatannya monolitis yang tidak sanggup mereka hadapi, daripada sebagai gerakan politik modern. Oleh, karena itu, organisasi tersebut menjadi lambang solidaritas kelompok yang dipersatukan.
      Pada masa sesudah sekitar tahun 1909, di seluruh Indonesia timbul banyak organisasi-organisasi baru di kalangan elite terpelajar yang sebagian besar didasarkan identitas-identitas kesukuan. Organisasi tersebut meliputi, Tri Koro Dharmo, Jong Sumatranen Bond, Studerenden Vereeniging, Jong Ambon,dll. Organisasi tersebut tidak hanya mencerminkan adanya kegairahan baru untuk berorganisasi, namun juga mencerminkan kuatnya identitas-identitas kesukuan dan kemasyarakatan yang terus berlangsung. Dengan begitu, tentang suatu identitas untuk seluruh Indonesia masih belum mempunyai pendukung berarti.
      Selanjutnya pada masa lahirnya gerakan pembaharuan Islam. Islam di Indonesia memang menonjol karena keanekaragamannya, akan tetapi di balik keseragamannya yang tampak ini terdapat banyak perbedaan, penyimpangan-penyimpangan dari ajaran Islam, dan ketidahktahuan. Pada abad 19 beberapa orang muslim Timur tengah sudah berkesimpulan mengenai pembaharuan Islam. Seperti Jamal ad-Din al-Afghani (1839-97), Muhammad Rasyid Rida (1865-1935), dan terutama Muhammad Abduh (1849-1905) menciptakan suatu gerakan pembaharuan yang disebut ‘Modernisme’ dengan pusatnynya di Kairo. Tujuan modernisme antara lain berdasar pada sumber-sumber suci, bersifat fundamentalis, dan bersemangat atas kemurniannya (Islam). Tujuan kedua ialah apa yang menjadi alasan istilah modernisme dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan modern (pengetahuan barat) dapat dipadukan dengan Islam yang murni untuk mengangkat peradaban Islam keluar dari zaman kebodohan, ketakhayulan, dan kemunduran. Selanjutnya, Singapura juga turut membantu dalam pengaruhnya atas pembaharuan Islam di Indonesia dengan buku-buku keagamaannya dan surat-surat kabar yang mencerminkan ide-ide Islam modernis.
Orang-orang Minangkabau juga memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan awal itu seperti seorang ulama Minangkabau bernama Syekh Tahir bin Jalaludin (1869-1957) dan Syekh Ahmad Khatib (1852-1915). Syek Ahmad Khatib merupakan imam mahzab Syafi’I di masjid mekah yang juga memiliki beberapa murid yang ikut dalam pembaharuan Islam di Indonesia seperti, Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860-1947) dan Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945) yang keduanya adalah muslim modernis. Terutama Haji Abdul Karim Amrullah yang membangun sekolah pada tahun 1909 dengan model Islam modernis pertama di Padang.
Selanjutnya, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam modernis yang paling penting di Indonesia yang berdiri pada tahun 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah dibentuk  oleh Kyai Ahmad Dahlan seorang yang berasal dari golongan elite agama kesultanan Yogyakarta. Muhammadiyah merupakan tempat untuk mencurahkan kegiatannya pada usaha-usaha Pendidikan serta kesejahteraan dan pada program dakwah guna melawan agama Kristen dan Takhayul-takhyul lokal. Pada mulanya, Muahmmadiyah hanya berkembang secara lamban dan banyak ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru Islam gaya lama di desa-desa, hierarki-hierarki keagamaan yang diakui pemerintah, dan oleh komunitas-komunitas orang saleh yang menolak ide-ide Islam modernis. Organisasi ini diperkenalkan di Minangkabau oleh Haji Rasul pada tahun 1925. Di Minangkabau organisasi ini mengalami perkembangan dengan pesat karena dunia Islam di Minangkabau yang dinamis.
Setelah Muhammadiyah, terdapat partai politik yang memiliki ide-ide sosialis yang radikal yaitu Indische Partij. Organisasi ini terbentuk pada tahun 1911 yang didirikan oleh E.F.E. Douwes Dekker (1877-1950). Partai ini mempermaklumkan suatu nasionalisme ‘Hindia’ dan menuntut kemerdekaan. Tokoh jawa yang bergabung dalam organisasi ini antara lain Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Surjaningrat. Sebegitu radikalnya partai ini hingga diasingkan oleh Belanda pada tahun 1914-1919.
Pada rentang tahun 1920-1930 ini disebut sebagai masa radikal dikarenakan oleh pola pergerakan yang dilakukan organisasi bersifat radikal atau nonkooperatif,yaitu tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Pada masa tersebut berdiri beberapa organisasi, yakni Partai Komunis Indonesia(PKI),Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai Komunis Indonesia atau PKI merupakan partai yang mengembangkan paham Komunis, terutama di kalangan buruh. Sejak tahun 1924, PKI mengorganisasi berbagai aksi pemogokan, yang menyebabkan pemerintah kolonial Belanda mengawasi PKI dengan ketat dan ruang gerak aktifis partai dipersempit. Perhimpunan Indonesia atau PI menyuarakan aksinya melalui berbagai orasi sehingga melahirkan organisasi baru seperti lahirnya partai nasional Indonesia (PNI) tahun1927, jong Indonesie (pemuda indonesia) tahun 1927,dan perhimpunan Pelajar-pelajar indonesia (PPPI) tahun 1926. Partai Nasional Indonesia atau PNI merupakan partai radikal yang mempelopori terbentuknya organisasi sosial politik se Indonesia yakni Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia(PPPKI).
Pada dasarnya, terbentuknya organisasi-organisasi dilandasi karena dorongan akan kesadaran yang dihadapi masyarakat Indonesia dengan adanya kolonialisme yang sangat merugikan masyarakat Indonesia. Meskipun tujuan awal pendirian organisasi-organisasi ini lebih kepada bidang sosial-budaya, ekonomi dan Pendidikan, namun seiring berjalannya waktu organisasi ini pun juga terjun kedunia politik. Wujud dari peranan pemuda dalam organisasi yaitu untuk menyatukan organisasi pemuda menjadi organisasi yang berbasis nasional. Keinginan itu diwujudkan dalam kongres pemuda I yang diselenggarakan pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 diberi nama pemuda Indonesia. Selanjutnya, pada tanggal 26-28 Oktober 1928 dilangsungkan kongres pemuda II yang diikuti oleh semua organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional. Adanya hal itu persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia semakin kuat. Terlaksananya kongres pemuda I dan II ini menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda, hal ini merupakan bukti kerja keras dari kaum pemuda Indonesia dalam ikut serta meningkatkan nilai-nilai kebangsaan sehingga hal ini membuktikan bahwa peranan pemuda memiliki eksistensinya dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Daftar PustakaÂ
Pratiwi, C. Y., Budiyono, & Sutjiro. (2013). PERANAN PEMUDA DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA TAHUN 1908-1928. Jurnal Penelitian, 2-3.
Ricklefs, M. (2001). SEJARAH INDONESIA MODERN 1200-2004. Jakarta: Paigrave.
Wahyuni, B., & Mursal, I. F. (2022). ANALISIS MASA PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA 1908-1942. Jurnal Sejarah, 6-7.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H