Mohon tunggu...
Rafly Pradipta
Rafly Pradipta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di suatu Perguruan Tinggi di Indonesia

to infinity and beyond

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Energi dalam Aktivitas Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan

19 Juli 2024   07:55 Diperbarui: 19 Juli 2024   08:01 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Energi sangat penting untuk menjalankan aktivitas ekonomi Indonesia, baik untuk konsumsi maupun produksi di berbagai sektor. Sebagai sumber daya alam, energi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat dan pengelolaannya harus berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya energi yang melimpah, baik yang tidak dapat diperbarui maupun yang dapat diperbarui. Namun, eksplorasi lebih banyak difokuskan pada energi fosil yang tidak dapat diperbarui, sementara energi yang dapat diperbarui relatif kurang dimanfaatkan (Elinur et al., 2010)

Konsumsi energi adalah komponen penting yang tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi sebuah negara. Peningkatan jumlah penduduk, gaya hidup yang lebih maju, peningkatan produksi, dan daya saing ekonomi adalah beberapa faktor yang menyebabkan tingginya permintaan energi. Pembakaran bahan bakar fosil yang berlebihan meningkatkan karbon dioksida (CO2), yang berujung pada dampak lingkungan negatif seperti pemanasan global (Eren et al., 2019)

Konsumsi energi di Indonesia sebagian besar berasal dari energi fosil, meskipun ketersediaannya sangat terbatas. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif (Kementerian ESDM RI, 2020), Penggunaan sumber energi fosil semakin besar seiring meningkatnya kebutuhan membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis. Untuk itu, peralihan penggunaan energi fosil menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan. Tanpa penemuan cadangan yang baru, sambung Arifin, minyak bumi di Indonesia akan habis dalam sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang. Saat ini kondisi sumber energi dalam negeri masih tergolong melimpah. Khususnya untuk sektor batu bara dan gas bumi. Hanya saja, adanya perubahan perubahan konsumsi tanpa eksplorasi, membuat Indonesia semakin dekat dengan krisis energi.

Pada periode awal 2013 hingga 2015, konsumsi energi meningkat secara perlahan dari 6,52 exajoules menjadi 6,83 exajoules pada tahun 2016. Selanjutnya, dari tahun 2016 hingga 2019, terjadi peningkatan yang lebih tajam, mencapai 9,28 exajoules pada tahun 2019. Namun, pada tahun 2020, konsumsi energi sedikit menurun menjadi 7,79 exajoules, mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan ekonomi atau kebijakan energi. Meskipun demikian, konsumsi energi kembali stabil pada tahun 2021 di angka 7,97 exajoules. Kemudian, dari tahun 2021 hingga 2022, terjadi lonjakan konsumsi energi yang signifikan, mencapai 10,05 exajoules, yang bisa jadi akibat pemulihan ekonomi atau peningkatan aktivitas industri. Tren peningkatan ini berlanjut hingga tahun 2023, dengan konsumsi energi mencapai 10,11 exajoules. Secara keseluruhan, grafik ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat, mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan aktivitas industri yang semakin intensif.

Penggunaan energi fosil secara terus menerus akan mengakibatkan cadangannya menipis, sementara konsumsi energi terus meningkat. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencapai ketahanan energi di masa mendatang, Indonesia perlu mengembangkan dan beralih ke energi terbarukan agar ketersediaan energi dapat dipenuhi secara berkelanjutan. Untuk mencapai kemandirian dan ketahanan energi nasional, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Peraturan Presiden (Perpres) RUEN menjabarkan prioritas pengembangan energi Indonesia, yang meliputi: penggunaan energi terbarukan secara maksimal dengan memperhatikan keekonomian, meminimalkan penggunaan minyak bumi, serta pemanfaatan gas bumi dan energi baru secara optimal.

Oversupply listrik adalah surplus energi listrik yang harus dibuang atau dikurangi karena tidak dapat digunakan untuk menyalakan beban listrik atau mengisi daya baterai. Hal ini terjadi ketika produksi energi melebihi kebutuhan, baik dari sumber energi terbarukan maupun generator yang output minimumnya lebih besar dari beban, sementara baterai tidak mampu menyerap semua daya tersebut (Home Energy, 2023). Dalam ekonomi, kelebihan pasokan, atau surplus ekonomi, mengacu pada kondisi di mana jumlah barang atau jasa yang tersedia lebih besar daripada yang diminta (O'Sullivan & Sheffrin, 2003). Jadi, kelebihan pasokan listrik adalah kondisi di mana energi yang tersedia di suatu wilayah melebihi jumlah yang dikonsumsi, sehingga pasokan melampaui permintaan.

Pertumbuhan pemakaian energi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang terus meningkat selama beberapa decade terakhir. Demikian pula kebutuhan akan Listrik menunjukan laju peningkatan yang berarti. Pada tahun 2022, kebutuhan Listrik di Indonesia telah mencapai 1.172 kWh/kapita dan akan terus naik seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan mencapai 5.3% di tahun 2023, Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana. Kemudian, Pada tahun 2024 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan bahwa tahun 2024 konsumsi listrik ditargetkan mencapai 1.408 kWh/kapita.

Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sekitar 10.469 MW dari target 35.000 MW telah mencapai tahap operasi komersial pada Agustus 2021. Penambahan besar dalam pembangkit listrik yang baru mulai beroperasi sejak 2017 telah menghasilkan pasokan yang lebih besar. Saat ini, cadangan daya mencapai 30% dari kapasitas total, artinya PLN memiliki kapasitas 130% dari kebutuhan listrik yang dibutuhkan, yang dapat menjadi motor penggerak perekonomian dengan memfasilitasi pengembangan kegiatan usaha pelanggan. Meskipun demikian, pandemi Covid-19 telah mengurangi pertumbuhan ekonomi, sementara pasokan listrik tetap tinggi, yang berarti biaya yang terus dikeluarkan juga tinggi. Oleh karena itu, diperlukan solusi mengatasi oversupply Listrik di Indonesia.

Energi merupakan kebutuhan esensial untuk kehidupan sehari-hari manusia. Di Indonesia, permintaan energi listrik terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah penduduk. Diperkirakan kebutuhan listrik di Indonesia akan melonjak lebih dari tujuh kali lipat, mencapai 1.611 TWh pada tahun 2050. Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sedang merancang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT). RUU ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai peraturan terkait pengembangan EBT di Indonesia. Kajian ini menyajikan tinjauan kritis terhadap aspek yuridis formal atau regulasi dari RUU EBT di Indonesia.

  • Pasal 3 ayat 1: menyebutkan bahwa energi baru dan terbarukan (EBT) merupakan sumber daya yang penting untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional, serta mendukung pembangunan berkelanjutan.Energi sangat penting untuk menjalankan aktivitas ekonomi Indonesia, baik untuk konsumsi maupun produksi di berbagai sektor. Pengelolaan energi harus berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
  • Pasal 4: menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi EBT yang melimpah yang perlu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya energi yang melimpah, baik yang tidak dapat diperbarui maupun yang dapat diperbarui. Namun, eksplorasi lebih banyak difokuskan pada energi fosil yang tidak dapat diperbarui.
  • Pasal 2: mendorong peralihan penggunaan energi fosil menuju EBT untuk mengurangi dampak lingkungan negatif dan mencapai ketahanan energi. Penggunaan sumber energi fosil semakin besar seiring meningkatnya kebutuhan membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis. Peralihan penggunaan energi fosil menuju EBT merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan.
  • Pasal 6 ayat 1: menekankan bahwa penggunaan energi fosil yang berlebihan meningkatkan emisi karbon dan berdampak buruk pada lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil yang berlebihan meningkatkan karbon dioksida (CO2), yang berujung pada dampak lingkungan negatif seperti pemanasan global.
  • Pasal 7: menjelaskan tentang kebijakan pengembangan energi terbarukan, termasuk pengurangan penggunaan minyak bumi, dan optimalisasi pemanfaatan gas bumi serta energi baru lainnya. Untuk mencapai ketahanan energi di masa mendatang, Indonesia perlu mengembangkan dan beralih ke energi terbarukan agar ketersediaan energi dapat dipenuhi secara berkelanjutan.
  • Pasal 8: menyebutkan target-target penggunaan EBT dalam bauran energi nasional, yang selaras dengan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Menyebutkan target peningkatan konsumsi listrik per kapita dan penambahan kapasitas pembangkit listrik dari EBT, yang mencerminkan kebijakan dan target dalam RUEN.
  • Pasal 10: membahas tentang manajemen pasokan energi untuk menghindari oversupply dan memaksimalkan pemanfaatan energi yang tersedia. Oversupply listrik menjadi tantangan dengan cadangan daya mencapai 30% dari kapasitas total, yang dapat mengganggu efisiensi ekonomi jika tidak dikelola dengan baik.

Energi merupakan komponen esensial dalam menjalankan aktivitas ekonomi di Indonesia, baik untuk konsumsi maupun produksi di berbagai sektor. Sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya energi yang melimpah, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui, Indonesia menghadapi tantangan dalam mengelola dan memanfaatkan energi secara optimal. Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, yang ketersediaannya semakin menipis dan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, seperti peningkatan emisi karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global.

Data menunjukkan bahwa konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan aktivitas industri. Namun, penggunaan energi fosil yang berlebihan dapat mengancam ketahanan energi di masa depan. Oleh karena itu, peralihan menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi sangat penting untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Terbarukan yang sedang dirancang bertujuan untuk memberikan kerangka regulasi yang jelas dan mendukung pengembangan EBT di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun