Mohon tunggu...
Rafly Bano
Rafly Bano Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemiskinan di Merauke Meningkat

10 November 2017   19:51 Diperbarui: 10 November 2017   20:00 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun, terlebih khusus di Indonesia. Pengentasan kemiskinan menjadi agenda serius pemerintah pusat hingga pemerintah daerah setiap tahunnya dalam rangka menjalankan amanat UUD 1945 yakni memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. 

Pada dasarnya berbagai upaya penganggulanagan kemiskinan sudah dimulai setelah Indonesia merdeka dengan berbagai macam strategi penanggulangan kemiskinan. Tren statistik penduduk miskin di Indonesia juga menunjukkan pola menurun sejak tahun 2006. Persentasenya menurun dari 17,75 persen (39,30 juta) penduduk miskin pada tahun 2006 hingga 10,86 persen (28,01 juta penduduk miskin) pada tahun 2016, atau menurun hingga tingkat 6, 89 persen atau sekitar 11 juta penduduk miskin selama 10 tahun terakhir.

Bila melihat hingga ke kondisi terkini di Kabupaten Merauke, pada tahun 2016 jumlah penduduk miskin sekitar 24,3 ribu penduduk atau sekitar 11,08 persen dari total penduduk merauke. Mereka yang miskin tersebut disebabkan rata-rata pengeluaran per kapita sebulannya berada di bawah Garis Kemiskinan (GK) sebesar Rp. 310.420. Bila dibandingkan dengan tahun 2014 terjadi peningkatan sebanyak 2.400 orang atau sekitar 0,88 persen.

Keadaan tersebut diikuti dengan meningkatnya ketimpangan antara "si miskin dan si kaya" dan antar mereka yang miskin. Ketimpangan tersebut ditunjunkkan melalui indeks kedalaman yang meningkat sebesar 1,38 persen dibandingkan tahun 2015. Meningkatnya besaran indeks tersebut mengkonfirmasi keberadaan penduduk miskin semakin dalam terjerumus ke jurang kemiskinan. 

Ketimpangan diantara mereka yang miskin pun semakin parah. Ditunjukkan melalui indeks keparahan kemiskinan yang juga meningkat sebesar 1 persen yang berarti kesenjangan ekonomi di antara mereka yang miskin juga meningkat.

Aktivitas perekonomian Merauke yang bertumbuh hingga 7,66 persen pada tahun 2016 ternyata tidak mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Pertumbuhan yang fantastis itu justru ditelan oleh sektor konstruksi dan sektor informasi dan komunikasi, dimana kedua sektor tersebut faktor produksi tenaga kerja tidak didominasi oleh mereka yang miskin. 

Sumbangan dan kontribusi keduanya tertinggi sebesar 0,70 dan 0,78 persen dalam pertumbuhan ekonomi merauke. Sementara sektor pertanian yang menjadi sektor unggulan di Merauke, kontribusinya justru menurun dalam struktur ekonomi Merauke. Sumbangannya dalam pertumbuhan ekonomi pun hanya sebesar 0,19 persen.

Kesejahteraan Petani

Kejadian tersebut menurut hemat penulis diduga kuat menjadi faktor utama bertambahnya jumlah penduduk miskin. Sebabnya sekitar 60,8 persen penduduk miskin Merauke bekerja di sektor pertanian. Sementara sektor pertanian dalam share terhadap perekonomian Merauke tertelan oleh sektor konstruksi dan informasi dan komunikasi. Lesunya sektor pertanian tersebut berujung pada menurunnya pendapatan petani yang berdampak pada daya beli mereka menurun. 

Kaitan dengan hal tersebut adalah Pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan petani. Hingga saat ini, kesejahteraan petani kita masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Melihat kesejahteraan petani tentu banyak faktor yang menentukan. Menurut Marfin Lawalata (2015), kesejahteraan petani ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya petani masih miskin faktor produksi seperti lahan pertanian, terbatasnya akses terhadap pemodalan, infrastruktur produksi yang tidak memadai, tingkat pengetahuan petani serta kondisi pasar yang tidak menguntungkan petani.

Melihat potensi pertanian yang menjadi unggulan Pemda Merauke, seharusnya perhatian besar tertuju pada sektor pertanian agar mampu memberikan andil besar dalam pertumbuhan ekonomi Merauke. Secara khusus perhatian langsung terpusat pada kesejahteraan petani. Misalnya memperhatikan kondisi pasar komoditas pertanian. Sebab persoalan harga komoditas pertanian selalu menjerat petani dalam kubangan kemiskinan. 

Statistik Nilai Tukar Petani (NTP) konsisten menunjukkan keadaan bahwa petani di Papua selalu merugi selama tiga tahun terakhir ini. (Red: Statistik NTP estimasi hanya sampai level provinsi). Keadaan tahun 2016, NTP Papua sebesar 96,03 persen. Sebagai pengetahuan, bila nilai NTP di bawah 100 persen maka harga yang dibayar lebih tinggi dari yang diterima petani.

Komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan petani perlu di-refresh kembali. Strategi sederhananya adalah menekan harga yang dibayar petani dan menaikkan harga yang diterima petani secara simultan dan signifikan. Pemerintah perlu melihat lagi tata niaga komoditi pertanian yang selalu merugikan petani karena harga selalu tidak menguntungkan petani. 

Dengan begitu pendapatan petani meningkat dan menikmati pertambahan nilai yang tinggi dari hasil pertanian mereka. Sekali lagi kesejahteraan mereka membutuhkan keseriusan pemerintah. Meningkatnya kesejahteraan petani niscaya berdampak pada hilangnya kesenjangan pendapatan dan distribusi pendapatan menjadi merata. Dengan demikian "tangan" mereka yang miskin perlahan dapat ditarik keluar dari jurang kemiskinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun