Inspirasi kepenulisan Suman HS., juga datang dari Muhammad Kasim. Kasim adalah guru dari Suman HS., saat menjalani masa pendidikan guru. Keteladanan Kasim dalam dunia menulis sangat disukai oleh Suman. Ketika itu, Suman dan Kasim menciptakan cerita pendek berjudul Teman Duduk (1937). Karya itu menjadi karya pertama berbentuk cerpen yang masuk ke dalam kanon sastra Indonesia. Apresiasi yang positif atas karya itu memantik semangat Suman, ia menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses kepenulisan, Suman pun ingin sungguh-sungguh ingin menjadi penulis.
Dalam film dokumenter tentang Suman HS., yang diproduksi oleh Yayasan Lontar Indonesia (1994), Eka Budianta mengatakan bahwa tema umum dalam karya-karya Suman HS., adalah memperkuat cinta dan kemampuannya untuk mengatasi masalah. Suman berbeda dengan penyair Balai Pustaka lain, ia tidak banyak berkutat pada persoalan adat, melainkan lebih memilih menyuguhkan nuansa dan gaya romantik-jenaka dalam karyanya.
Hingga pada akhirnya, setelah beberapa karyanya terlebih dahulu muncul, Suman HS., berhasil menciptakan cerpen Mencari Pencuri Anak Perawan (1932) yang lekat dengan unsur humor dan detektif. Sementara itu unsur humoris lebih kental terlihat dalam buku Kawan Bergelut. Kawan Bergelut (1938) adalah karya detektif yang paling menonjol dari Suman HS. Karya tersebut berhasil masuk ke dalam karya kanon kesusastraan Indonesia. Kawan Bergelut adalah kumpulan cerita pendek yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kawan Bergelut memuat 12 cerita pendek, yakni (1) “Cik Mat”; (2) “Pilu”; (3) “Salah Paham”; (4) “Salah Sangka”; (5) “Pandai Jatuh”; (6) “Karena Hati”; (7) “Fatwa Membawa Kecewa”; (8) “Itulah Asalku Tobat”; (9) “Selimut Bertuah”; (10) “Salah Mengerti”; (11) “Papan Reklame”; dan (12) “Kelekar Si Bogor”. Kedua belas cerpen itu pada awalnya dimuat dalam sebuah majalah terbitan Medan.
Dalam pengantar Kawan Begelut, Suman HS., mengatakan bahwa kumpulan cerpennya itu akan menarik hati pembacanya karena humor-humor yang banyak diselipkan dalam setiap cerita. Banyak kata yang digunakan dalam cerpen tersebut cukup menggelitik hati dan membuat orang tertawa. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana, dalam pengantar buku yang sama, mengatakan Suman telah menjadikan sifat bahasa Melayu yang telah lama membeku dan kaku kembali cair, lemas mengalir berliku-liku, serta ringan beralun-alun. Elfando (2019) menyebutkan bahwa sifat bahasa Melayu yang cair dalam Kawan Bergelut dapat ditunjukkan dalam penggunaan kata-kata seperti alkisah dan maka yang pada masa sebelumnya sering muncul di awal kalimat. Suman memilih untuk menggunakan gaya bahasa yang lebih sederhana dan tidak menggunakan majas secara lewah.
Antara humor dan cerita detektif, Suman mengkombinasikannya dengan begitu baik. Genre baru yang dihadirkan Suman HS memberikan kontribusi yang baik bagi perkembangan kesusastraan Indonesia. Tidak hanya soal cerita humor dan detektif, namun prosa berbentuk cerpen adalah salah satu bentuk karya yang pada saat itu belum ada. Oleh sebab itu, Suman HS., dan Kasim juga menjadi pelopor cerpenis Indonesia.
Loyalis Pendidikan
Suman HS., pernah berseteru dengan sastrawan besar, sekaligus tokoh negarawan bangsa Indonesia, Muhammad Yamin. Kisah perseteruannya itu digambarkan dalam buku yang ditulis Aulia A. Muhammad (2003) berjudul Bayang Baur Sejarah: Sketsa Hidup Penulis-Penulis Besar Dunia. Muhammad (2003) menjelaskan bahwa ketika itu Muhammad Yamin yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan tengah melakukan kunjungan kerja ke salah satu sekolah di Riau, Suman HS., yang ketika itu mengajar di sekolah tersebut meminta kepada Muhammad Yamin untuk mendirikan sekolah SMA negeri di Riau. Suman HS., merasa bahwa Riau menjadi anak tiri dalam persoalan pendidikan. Tidak disangka, reaksi Muhammad Yamin pada saat itu marah sekali. Setelah kembali ke ibu kota, ia pun mengirim surat kepada Gubernur Sumatera Tengah, Marah Ruslan, yang isinya ceramah atas ketidaksopanan Suman. Bahkan, dalam suratnya Yamin mengatakan apa yang disampaikan Suman adalah hal bodoh, hal yang hanya bisa disampaikan oleh anggota DPR, tidak dari mulut pendidik.
Suman saat itu kecewa dan merasa sudah pupus harapannya untuk dapat memperjuangkan pendidikan di Riau. Namun, ternyata Muhammad Yamin hanya “pedas” kata-kata saja, tetapi dalam hatinya ia pun ikut prihatin, akhirnya Yamin membangun sekolah negeri di Kota Riau. Hal ini menjadi sebuah gambaran perjuangan seorang Suman HS. Dari perseteruan itu, banyak pelajaran yang dapat diambil tentang kenegarawanan kedua tokoh tersebut, yang peduli dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.
Karier Suman HS., dalam merintis mimpinya menjadi seorang guru, diawali pada tahun 1918 yang ketika itu ia berupaya untuk masuk ke Normaal Cursus, sebuah institusi pendidikan guru yang sifatnya kursus (sekolah calon guru). Setelah menjalani pendidikan menengah, ia terbang ke salah satu daerah bernama Langsa, di Aceh Timur untuk melanjutkan pendidikan ke Normal School, institusi pendidikan guru formal. Dalam waktu 3 tahun pendiidkannya selesai, ia pun hanya butuh waktu 3 bulan pasca lulus untuk mendapatkan tugas pertamanya menjadi seorang guru bahasa Indonesia di Holland Inlandsch School (HIS) di Siak Sri Indraputra.
Kecintaannya dalam dunia pendidikan, membawa kariernya melesat. Dalam beberapa tahun mengajar bahasa Indonesia dan Melayu, ia sudah dipercaya menjadi kepala sekolah Melayu di Pasir Pangarajan. Setelah mengabdi cukup lama di Pangarajan, Suman tergerak untuk kembali ke Pekanbaru. Ia bertekad untuk membangun sekolah di sana, melalui persetaeruan dengan Muhammad Yamin, ia berhasil mewujudkan tekadnya dengan membangun sekolah negeri pertama di Riau.
Hal yang lebih besar berhasil dibuatnya, ia mendirikan sebuah perguruan tinggi di riau pada tahun 1961, yaitu Universitas Islam Riau (UIR). Universitas yang berdiri sebelum pemerintah mendirikan Universitas Riau (UNRI). Hal itu menjadi bukti betapa Suman HS., memiliki visi besar dalam memajukan pendidikan Indonesia.