Mohon tunggu...
Rafli Marwan
Rafli Marwan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bahasa, sastra, dan Budaya

"Seorang Penulis dapat melihat segi-segi lain yang umum tidak mampu melihat (Pramoedya)"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nissa Sabyan Korban Ketidakadilan

21 Februari 2021   20:48 Diperbarui: 21 Februari 2021   20:51 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya jengkel dengan bulian netizen yang "hanya" ditujukan kepada Nissa Sabyan. Kejengkelan saya bukan untuk pembelaan, melainkan saya menyayangkan hilangnya ketidakadilan netizen kepada perempuan bersuara merdu itu. 

Nissa dihantam habis-habisan melalui komentar-komentar yang menyebut dirinya "pelakor" (perebut laki orang). Baiklah, bila memang Nissa difonis sebagai pelakor, lalu Ayus difonis sebagai apa? Sebagai korban kelicikan Nissa? Korban rayuan Nissa? Korban pelampiasan nafsu Nissa? Kalau pikiran semacam ini dipakai oleh netizen, bagi saya keterlaluan. Sungguh keterlaluan. 

Netizen terlalu asik bermain jari dengan nada-nada menjatuhkan Nissa, seakan-akan dalam proses perselingkuhan, Nissa memegang kendali. Seakan-akan Nissa adalah yang berkuasa menentukan harus berselingkuh atau tidak. Padahal apapun bentuk perselingkuhan, dua orang terlibat di dalamnya. Baik Nissa maupun Ayus. Tapi, apakah penentuan berselingkuh atau tidak harus Nissa yang menentukan, sehingga bila setiap perselingkuhan terjadi, Nissa sebagai perempuan yang harus menanggung beban cacian dan makian? Saya akan memberi sesuatu yang logis di bawah ini. 

Coba, kita geser dulu tentang Nissa, fokus dulu hal ini, nanti setelahnya kita menghubungkan dalam pembahasan ini. Anda pasti pernah mendengar kalimat semacam ini: "perempuan sifatnya menunggu". Ya, kalimat itu biasanya menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan, terutama dalam percintaan. Sesuka-sukanya dan secinta-cintanya perempuan pada laki-laki, biasanya dia tak akan melakukannya lebih jauh seperti mengungkap perasaannya. Dia akan menunggu laki-laki. 

Perempuan dalam konteks itu sifatnya ketergantungan. Sekarang logika ini saya mencoba masuk ke kehidupan antara Nissa dan Ayus. Saya tidak mengatakan bahwa "Nissa sedang menunggu tembakan Ayus". Tidak. Tapi Nissa berada dalam sifat ketergantungan. Dia tidak akan melakukan hubungan perselingkuan dengan Ayus kalau Ayus tidak melakukannya. 

Ayus adalah penguasa keputusan, bukan Nissa. Bila Ayus sadar bahwa dia telah beristri dan mempunyai anak, mengapa dia mencoba berselingkuh dengan perempuan lain. Pasti dalam pikiran pembaca akan mengatakan "begitu juga dengan Nissa, mengapa dia berselingkuh dengan Ayus, sementara dia sudah tahu Ayus sudah beristri". Baiklah, tapi lagi-lagi saya akan mengatakan Ayus adalah penguasa keputusan. Ayus adalah pengendalinya. 

Nissa berada dalam masa pencarian. Dia mudah jatuh cinta. Tapi saat-saat tertentu berada dalam tahap labil. Dia masih tahap belajar mengenal kehidupan. Perasaan labilnya sangat mudah tertarik dengan orang-orang terdekat, terutama dalam hal percintaan. Maka bila keduanya saling jatuh cinta sebagai bentuk perselingkuhan, maka dalam proses ini, Ayus harusnya menjadi penengah. Ayus harus berani mengambil resiko untuk mematahkan rasanya pada Nissa demi istri dan anaknya. 

Saya pikir Ayus harusnya lebih bertanggung jawab dalam hal ini. Maka, melalui tulisan ini, saya tidak bermaksud membela Nissa, karena hubungan mereka adalah hubungan perasaan. Meskipun lagi-lagi saya katakan, Ayus adalah penguasan keputusan. Untuk itu, rasanya tidak adil dan menyayangkan sekali anda menyudutkan dan bahkan mendiskriminasi Nissa, seakan-akan segalanya adalah kesalahan Nissa sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun