[caption id="attachment_320971" align="aligncenter" width="560" caption="https://www.flickr.com/photos/atjeh_group/14575457873/"][/caption]
Pada tahun ini, Triwulan II Bank Indonesia mencatat setidaknya uang Pemerintah Pusat yang masuk ke Aceh tercatat sebesar 2,8 trilyun rupiah. Namun dalam jumlah ini hanya sebesar 21%Â atau sekitar 588 M yang beredar dan ditransaksikan di Aceh sendiri, sementara sisanya sebesar 2,2 trilyun beredar di luar Aceh atau provinsi tetangga.Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan Aceh terhadap provinsi lain dalam hal ekonomi dan lemahnya Pemerintah Aceh dalam menciptakan lapangan kerja maupun ekonomi kerakyatan maupun kreatif.
"Pengamat ekonomi Unsyiah Rustam Efendi menambahkan mudahnya uang Aceh lari ke provinsi tetangga akibat sifat konsumtif orang Aceh sendiri. Ia menyebutkan bahwa sembako, mobil, apartemen bahkan istri muda juga diperoleh dari luar Aceh"
Menurut Kepala BPS Aceh Hermanto, situasi ini sudah terjadi cukup lama akibat tidak adanya usaha-usaha produktif yang mampu menahan laju uang lari ke luar Aceh. Pengamat ekonomi Unsyiah Rustam Efendi menambahkan mudahnya uang Aceh lari ke provinsi tetangga akibat sifat konsumtif orang Aceh sendiri. Ia menyebutkan bahwa sembako, mobil, apartemen bahkan istri muda juga diperoleh dari luar Aceh.
Menurut saya, keadaan ini tidak terlepas dari inkapabilitas Pemerintahan Aceh di bawah pasangan "ZIKIR" yang tidak memiliki cetak biru ekonomi Aceh. Perhatian mereka lebih banyak dialihkan pada isu-isu lokal seperti identitas Aceh dalam qanun lambang dan bendera Aceh yang menghabiskan puluhan milyar rupiah hanya untuk membahasnya secara marathon dengan Jakarta, maupun qanun Wali Nanggroe yang tidak hanya menelan milyaran rupiah dalam pembuatannya namun juga puluhan milyar lainnya untuk istana mewah sang wali maupun dana tahunan Wali Nanggroe yang mencapai puluhan milyar. Buat apa? lambang dan bendera Aceh tidak bisa membuat kita memperoleh pekerjaan yang layak, lambang dan bendera juga menjadikan rakyat Aceh terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Demikian pula dengan keberadaan Wali nanggroe dan istana mewahnya, toh rakyat Aceh hanya bisa melihatnya dari jauh tanpa bisa bermimpi untuk datang mengunjunginya. Teror dan intimidasi juga terus terjadi meskipun Aceh telah memiliki sosok pemersatu. Jadi buat apa?
Keadaan ini entah disadari atau tidak oleh Pemerintah Aceh, akan semakin diperburuk dengan situasi birokrasi Pemerintah Aceh yang korup dan penuh dengan nepotisme. Para pejabat yang menduduki SKPA bukan diisi oleh kalangan profesional maupun pejabat karir yang memiliki konsep yang jelas namun justru diduduki oleh orang-orang yang tidak berkompeten dari kalangan kelompok tertentu, Saudara, mantan kombatan hingga anak dan istri. Alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan menggagas ekonomi kreatif, Pemerintah Aceh justru semakin menggemukkan birokrasinya dengan measukkan orang-orang yang tidak penting tersebut. Walhasil, beban APBA semakin besar hanya untuk belanja pegawai yang tidak profesional dan bermasalah.
Saya mengibaratkan roda pemerintahan "ZIKIR" ini ibarat cek kosong. Cek berisi tulisan jumlah uang namun uangnya tidak ada karena memang sudah lenyap tak berbekas untuk membayar keperluan-keperluan di luar keperluan rakyatnya. Sampai kapan situasi ini berakhir? tentunya hanya Tuhan yang tahu jawabannya, kalau saya ditanya saya tentu akan menjawab, "sampai pemerintahan bodoh ini berakhir, once for all."
Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2014/08/23/uang-aceh-bocor-ke-luar
Rafli Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H