Mohon tunggu...
Rafli Hasan
Rafli Hasan Mohon Tunggu... -

columnist, urban traveler, blogger

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinasti Banten Ala Serambi Mekah

27 November 2014   17:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:42 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_338126" align="alignnone" width="780" caption="https://assets.kompas.com/data/photo/2013/12/18/1026399dinasti-atut1780x390.jpg"][/caption]

Tertangkapnya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pada pertengahan tahun lalu atas tindak pidana korupsi dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan telah membuka catatan buruk dinasti kepemimpinan di daerah yang memporakporandakan sistem politik dan pemerintahan Provinsi Banten dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ratu Atut yang memiliki silsilah keluarga kuat di Banten, memperoleh dukungan kuat dari berbagai kalangan masyarakat khususnya para "jawara" ketika maju sebagai Gubernur Banten pada tahun 2012 lalu.

Keruntuhan dinasti ini mulai terkuak setelah sang adik, Tubagus Chaeri Wardana tertangkap akibat melakukan penyuapan terhadap Ketua MK, Akil Mochtar. Peristiwa ini mulai membuka mata publik nasional betapa dinasti kepemimpinan sarat akan korupsi dan kolusi sebagaimana yang terjadi di Banten. Anak, mantu hingga saudara menjadi bagian dari "lingkaran setan" dalam kepemimpinan di daerah.

Kejadian yang menimpa dinasti Banten seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin-pemimpin di daerah untuk lebih berhati-hati dalam menempatkan sanak keluarganya dalam pos-pos strategis pemerintahannya, meskipun tidak bertentangan dengan undang-undang, namun "rasa" dan suasana kebatinan antara pemimpin dan rakyatnya berlu dijaga.

[caption id="attachment_338893" align="alignnone" width="625" caption="https://www.flickr.com/photos/atjeh_group/15709604377/"]

14173975241784619888
14173975241784619888
[/caption]

Namun demikian pelajaran berharga dari Banten, sepertinya sulit dilakukan di Aceh. Tanah para Aulia ini, lambat laun mulai memasuki babak baru pembangunan dinasti politik sang Gubernur, Dr. Zaini Abdullah. Setelah bongkar pasang "kabinet"/SKPA beberapa waktu lalu, Sang Gubernur tampaknya masih mengalami kesulitan dalam menemukan orang yang tepat dalam membantu tugas-tugasnya pemerintahan. Sementara itu, Sang Gubernur sendiri juga merendahkan kemampuan Wakil Gubernur yang mantan panglima GAM dalam menjalankan pemerintahan karena hanya sekedar lulusan "kejar paket C". Akhirnya langkah yang diambil orang nomor 1 di Aceh ini justru di luar kelaziman. Peristiwa pembangunan dinasti di Banten seolah terulang di Serambi Mekah. Zaini menempatkan ipar, adik kandung dan keluarga besarnya dalam pos-pos strategis pemerintahan. Seperti adik kandungnya, Muhammad Abdullah yang secara resmi tergabung dalam tim ESDM Aceh. Terakhir ia diketahui ikut campur dalam urusan Perusahaan Pembangunan Daerah Aceh (PPDA) yang berakibat batalnya sejumlah investasi yang telah dirintis sejak tahun 2008. Nama lain yang disebut adalah Muzakir A. Hamid yang berperan sebagai staf khusus Gubernur yang tugasnya mendampingi tugas-tugas Gubernur kemanapun ia pergi. Lalu muncul pula adik ipar lainnya bernama Imran A.Hamid yang masuk dalam jajaran direksi PPDA.

Situasi ini semakin diperkeruh dengan inkapabilitas para sanak keluarga "pilihan" Gubernur Aceh tersebut. Situasi Aceh semakin tak tentu arah, ancaman deflasi di depan mata, investasi berjalan lambat dan terancam batal, akibatnya rakyat Aceh semakin menderita, hingga mimpi kesejahteraan hanyalah menjadi cerita isapan jempol belaka.

Akankah apa yang terjadi di dinasti Banten juga akan terjadi pada dinasti Aceh? harapan saya tentu jangan sampai terjadi, sebab apa yang terjadi di Banten sungguh teramat melukai perasaan rakyat Banten, dan apabila itu terjadi di Aceh maka perasaan yang sama juga akan dirasakan oleh rakyat Aceh. Namun tentunya, harapan saya itu disertai dengan munculnya kesadaran penuh Gubernur Aceh untuk dengan segera memperbaiki kinerjanya yang lambat dan tak tentu arah. Gonta ganti perangkat kerja untuk meningkatkan produktifitas memang penting, tetapi kekuatan kepemimpinan tetap menjadi kunci keberhasilan. Seorang bijak yang sempat menjadi CEO perusahaan besar seperti Chrysler dan Ford, Lee Iacocca mengatakan " The speed of the Boss is the speed of the team". Sehingga gonta ganti pembantu bukan jaminan berhasilnya percepatan pembangunan Aceh namun kepemimpinan.

Rafli Hasan

Terakhir diketahui Muhammad Abdullah mencampuri urusan Perusahaan Pembangunan Daerah Aceh (PDPA) yang berakibat pada amburadulnya kerjasama PDPA dengan investor yang telah dirintis sejak 2008. - See more at: http://atjehpost.co/articles/read/15611/Kata-Mereka-tentang-Dinasti-Gubernur-Zaini#sthash.BD3swM1G.e6ss1okY.dpuf
Terakhir diketahui Muhammad Abdullah mencampuri urusan Perusahaan Pembangunan Daerah Aceh (PDPA) yang berakibat pada amburadulnya kerjasama PDPA dengan investor yang telah dirintis sejak 2008. - See more at: http://atjehpost.co/articles/read/15611/Kata-Mereka-tentang-Dinasti-Gubernur-Zaini#sthash.BD3swM1G.e6ss1okY.dpuf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun