[caption id="attachment_338899" align="alignnone" width="612" caption="https://www.flickr.com/photos/atjeh_group/14040708482/"][/caption]
Terkadang saya bertanya-tanya apakah hanya saya yang melihat kekacauan ini terus menerus terjadi? Dimanakah nurani kita? Ketika pembunuhan, intimidasi, terror hingga korupsi dan nepotisme birokrasi terjadi dimana-mana. Ironisnya hal itu juga terjadi di negeri kami yang berjuluk setinggi langit, “tanah para Aulia”, “negeri Endatu”, atau “Serambi Mekah”., entah apapun nama-nama indah lainnya, tetapi saya melihat kekacauan ini tengah terjadi dan merusak negeri ini, sementara itu “kehadiran” para pemimpin semakin tidak terasa di tengah-tengah rakyatnya.
Jika kita mau sejenak membuka mata kita untuk melihat apa yang tengah terjadi di Aceh saat ini, maka kita akan bisa mendapatkan kesimpulan betapa Aceh tengah menuju kehancuran. Bukan karena sumber daya alam yang terkuras habis, bukan juga karena rakyatnya yang miskin dan bodoh, dan bukan juga karena sedikitnya investor yang mau mampir karena khawatir persoalan keamanan. Bukan itu semua.Namun karena para pemimpinnya telah pergi “meninggalkan” kita entah kemana.
Kita melihat, bagaimana perekonomian kita hancur karena kesalahan sistem, keamanan rakyat kita dan para penanam modal terusik karena terror yang terus menerus terjadi, para pengusaha enggan menyimpan uangnya di Aceh karena khawatir adanya “pajak nanggroe” oleh para eks kombatan dan kroni-kroninya, sementara para pemimpin yang diharapkan dapat melihat keadaan ini secara jernih, justru berpaling dan sibuk berbagi jabatan dan kekuasaan dengan sanak keluarga dan kerabatnya. Aceh ibarat kapal yang tengah tenggelam.
Di lain pihak, para anggota dewan yang kita pilih (atau setidaknya sebagian dari kita memilih mereka) dengan percaya diri menyebutkan,”kita sudah berada di jalan yang benar, tinggal istiqomah, Jalan yang benar?? Istiqomah?? Heyyy ini ACEH bung! Bukan kapal TITANIC!!!.
Oleh karenanya saya merasa perlu bertanya kepada para pemimpin yang saat ini menduduki posisi puncak di pemerintahan maupun legislatif.
Apakah yang sudah kalian berikan kepada Aceh selama ini?
Apakah kalian sudah merasa puas dengan apa yang sudah dicapai Aceh selama ini?
Mengapa kalian begitu mengandalkan sumber daya tambang dan mineral?
Apakah kalian berpikir untuk masa depan anak-anak Aceh?
dan apa yang akan kalian lakukan untuk menyelamatkan rakyat Aceh dari kekacauan ini?
Saya berharap mereka bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan kemudian melakukan introspeksi menyeluruh dan mendalam atas apa yang sudah mereka perbuat selama ini kepada rakyatnya. Kepemimpinan adalah salah satu kunci keberhasilan yang dapat membawa Aceh ke arah masa depan yang lebih cerah. Masa-masa krisis seperti saat ini, adalah masa-masa pembentukan bagi pemimpin sejati untuk mampu mengatur perubahan-perubahan yang ada serta menjawab berbagai tantangan dan kendala, bukan lari dari tanggung jawabnya, atau justru menunjuk dan mencari kambing hitam dari setiap kesalahan yang ia perbuat sendiri.
Rafli Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H