Rabu, 17 Mei 2023 - Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi dan Teknologi Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (APTIKA) dan Irzan Raditya, CEO dan Founder Kata.ai menyepakati pengembangan teknologi kecerdasan buatan Revolusi (AI) dapat menggantikan peran manusia dalam banyak profesi, tetapi tidak sepenuhnya menggantikan peran manusia di tempat kerja, karena AI sebenarnya dapat membantu pekerja meningkatkan produktivitasnya dan bahkan menciptakan lapangan kerja baru. Kehadiran kecerdasan buatan untuk mendukung perkembangan teknologi dimulai dengan revolusi industri.
Revolusi Industri 4.0 telah mengubah laju perkembangan teknologi global. Perkembangan teknis berlangsung sangat cepat, penelitian teknologi saat ini sedang dilakukan. Otomasi berkembang di semua industri. Termasuk dunia industri, dunia industri tidak mau disepelekan, hampir seluruh proses produksi dikerjakan oleh robot. Pengangkutan barang, pengemasan, dan banyak tugas lainnya dilakukan dengan otomatisasi tanpa kendali manusia.
Salah satu perkembangan terbesar saat ini adalah robot Sophia. Sophia si robot dapat melakukan hampir semua pekerjaan yang kita minta atau bahkan berbicara dengan orang. Bukankah ada bahaya teknologi bisa menggantikan peran manusia dengan robot karena bisa bekerja lebih cepat dari manusia? Selain keberadaan robot Sophia, Elon Musk juga mengutarakan ide gilanya tentang perkembangan teknologi dunia otomotif. Elon Musk sedang mengembangkan mobil listrik yang sepenuhnya otomatis, artinya tidak perlu manusia untuk mengendarainya. Teknologi lainnya adalah drone pengiriman paket. Paket yang dikirim tanpa tuntunan manusia tiba di depan rumah penerima. Tidak menutup kemungkinan semua sektor seperti kesehatan, pertanian bahkan rumah tangga akan tergantikan oleh mesin seiring dengan perkembangan teknologi. Revolusi Industri memang mengubah laju perkembangan teknologi. Melihat fakta tersebut, benarkah perkembangan teknologi, termasuk keberadaan kecerdasan buatan, akan menggantikan peran manusia dalam kehidupan kerja, atau malah membantu?
“Jadi jika kita bandingkan dengan revolusi industri beberapa dekade terakhir ini, peran orang-orang dalam profesi tertentu terus berubah, namun sedikit demi sedikit bermunculan profesi-profesi baru. Ini juga terjadi dalam konteks revolusi kecerdasan buatan. Yang istimewa dari revolusi AI ini adalah secara eksponensial menggantikan banyak pekerjaan manusia, tetapi pada dasarnya saya percaya bahwa melihat masalah teknologi AI sebenarnya dapat menjadi alat untuk membantu orang (pekerja) meningkatkan produktivitasnya di sana. Saya pikir AI telah berkembang jauh sebagai alat sekarang, tetapi pada akhirnya manusia lebih maju dalam pemikiran mereka karena mereka juga dapat menghubungkan semuanya ketika membuat keputusan," kata Irzan Aditya, CEO dan Founder Kata.ai CNB Youtube, Rabu ( 17/05/ 2023)
Irzan Raditya menambahkan, meski AI tentu tidak akan menggantikan semua pekerjaan manusia, AI sebenarnya adalah alat yang dirancang untuk membantu pekerja meningkatkan produktivitasnya. Kehadiran kecerdasan buatan menjadi solusi untuk mendongkrak sektor industri. Dengan menggunakan mesin yang dikembangkan dengan kecerdasan buatan, risiko kesalahan dapat diminimalkan dan pekerjaan juga dapat dilakukan dengan lebih efisien. Namun, kecerdasan buatan tidak dapat menggantikan peran manusia secara keseluruhan. Tidak seperti manusia, AI tidak memiliki kecerdasan emosional yang secara alami diperlukan untuk berinteraksi. Manusia tetap memegang peranan penting dalam kehidupan kerja, karena penggunaan kecerdasan buatan tentunya akan membawa hasil yang fenomenal di masa depan.
Hal ini didukung oleh pendapat Menteri Keuangan Republik Indonesia. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, manusia memiliki beberapa keterampilan yang tidak bisa begitu saja digantikan oleh mesin, seperti empati, kreativitas, dan kemampuan analisis. masalah yang kompleks. Hal-hal tersebut sulit untuk ditiru atau diterapkan pada teknologi kecerdasan buatan. Meski tenaga manusia akan tergantikan oleh teknologi di masa depan, akan tetap ada lapangan pekerjaan bagi manusia, bertolak belakang dengan apa yang dikhawatirkan. Setiap pekerjaan yang diambil alih mesin menawarkan banyak peluang baru bagi manusia. Beberapa dari orang-orang ini adalah profesional kreatif. Oleh karena itu, ke depannya masyarakat harus lebih banyak belajar tentang kreativitas, Â emosi dan naluri yang tidak mudah ditirukan oleh kecerdasan buatan. Tingkat EQ pada manusia kelak yang akan menentukan daya saing mereka.
“Agak terlalu panjang untuk berbicara tentang penggantian peran manusia, tetapi ketika kita berbicara tentang hilangnya banyak pekerjaan, itu bukan karena kecerdasan buatan, itu dimulai ketika kita menerapkan transformasi digital. Jadi ini satu rangkaian dan ini bagian dari itu." "Teknologi yang digunakan dalam proses transformasi digital," kata  Samuel Abrijadi Pangerapan APTIKA KOMINFO di YouTube, Rabu (17 Mei 2023).
Samuel menambahkan bahwa AI tidak akan sepenuhnya mempengaruhi hilangnya pekerjaan buatan manusia. Hilangnya lapangan kerja bukan hanya karena kehadiran AI, namun kehadiran AI juga bisa menciptakan lapangan kerja baru di sini. Misalnya, jika pemerintah mengukuhkan Undang-Undang Data Pribadi. Hal ini memunculkan profesi ilegal baru yaitu profesi DPO (petugas perlindungan data) yang membutuhkan sekitar 150.000 profesi di Indonesia, dan setiap perusahaan sudah memiliki unitnya. Contoh lainnya adalah adanya digital marketing yang merupakan ikhtiar baru, belum lagi keberadaan content creator. Oleh karena itu, dengan kemajuan teknologi saat ini, masyarakat harus bersiap untuk beradaptasi dengan era digital, produktif dan mengisi lapangan pekerjaan baru.
Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi dan Teknologi Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (APTIKA), mengatakan pemerintah telah menyiapkan dua program bagi masyarakat Indonesia dalam hal transformasi digital, dua program penting seperti literasi digital yang membawa mata orang Terbuka untuk mata pelajaran lain Ruang digital yang akan dilatih, yaitu keterampilan digital, keamanan digital, dan budaya digital. Tingkat pemahaman inilah yang menjadi dasar bagi mereka untuk memahami cara kerja digitalisasi. Kami juga memiliki program yang disebut Beasiswa Digital, yang juga tentang banyak kecerdasan, model mana yang akan diajarkan kepada masyarakat dan ada juga robotika, pemasaran digital, yang disebut blockchain dan juga komputasi awan dan hal-hal digital lainnya apa yang harus dipersiapkan kedepannya.
(Taufick Rahman )
SumberÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H