Mohon tunggu...
Rafael Rela
Rafael Rela Mohon Tunggu... Guru - Petani Humaniora

Ayah dari seorang dua anak perempuan bernama Fransiska. Sehari hari bekerja sebagai buruh kantor. menulis merupakan hoby untuk mengisi waktu luang, dimana kesempatan untuk merenung realitas hidup dan berusaha memaknai pesan tersirat dibalik realitas itu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat Terbuka untuk Tuan Fadli Zon

27 April 2017   23:35 Diperbarui: 28 April 2017   09:00 2653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tuan Fadli Zon yang terhormat

Pagi ini dalam perjalanan ke kantor, saya membaca  pernyataan saudara dalam situs berita online menanggapi fenomena ribuan bunga yang dikirim ke balai kota yang merupakan wujud ungkapan terimakasih dari warga utk gubernur Ahok. Saya kaget dengan reaksi saudara terhadap fenomena ini.

Dengan gampang kamu mengganggap ini pencitraan murahan?. OMG, kata istri ku menggerutu. Ada baiknya saudara melihat  dan membaca fenomena ini secara utuh, dan tak boleh menilai sesuatu diatas rasa  benci yang berlebihan terhadap sosok Ahok.

 Saya melampirkan kembali video ribuan bunga dan ratusan warga yang ingin foto bersama Ahok.

https://www.youtube.com/watch?v=OFXqP7f3Nxo

Bapak menuduh kalau ribuan papan bunga ini dikirim oleh orang yang sama, dengan motif dan niat politik yang busuk hanya utk   menggiring rasa emosional warga . Tidakkah Tuan tahu ,  karanagan bunga itu bukan saja berasa dari warga Jakarta, tetapi juga dikirim oleh warga yang tinggal luar negeri  seperti hongkong,pulai Wah sebuah kesimpulan sesat yang lahir dari cara berpikir bapak yang sesat pula.

Saya hanya menyayangkan bahwa pernyataan ini keluar dari mulut  wakil rakyat, yang seluruh hidupnya ditanggung oleh uang rakyat.  Rakyat yang sudah ihklas mengeluarkan uang membeli bunga sebagai ungkapan kasih dan sayang untuk Ahok masih juga dianggap sebagai pencitrahan murahan dan sudah di setting untuk mengubah persepsi masyrakat terhadap Ahok. Ini adalah bentuk  fitnah yang paling keji, dan memuakkan.

Ahok –Djarot tidak pernah meminta utk dikasihani, tidak pula meminta untuk dihargai atas jasanya membangun Jakarta ini sedikit lebih maju. Baginya menjadi pejabat adalah suatu panggilan untuk berkorban melayani warga dengan hati, tanpa membeda bedakan siapa mereka, apa etnis mereka, apa agama mereka. Tidak. Inilah Ahok, keteguhan hati dan komitmen hidupnya bisa terlihat dalam aktifitas kesehariannya di Balai Kota.

Saya yakin seyakin yakinnya bahwa bapak sebetulnya mengetahui kalau ahok itu orangnya Jujur, dan berintegritas. Wong dulu bapak separtai dengan beliau, sama sama duduk sebagai anggota DPR hanya beda komisi.

Selama tiga tahun memimpin ibu kota, warga Jakarta merasakan banyak manfaat dari kepemimpinannya. Warga merasa dipenuhi kebutuhannya. Hak mereka utk mendapatkan akses informasi terutama terkait anggaran juga terpenuhi. Dalam bayangan saya, atau mungkin juga sebagian warga jakarta baru kali ini Jakarta memiliki seorang Gubernur yang mati matian berjuang untuk kepentiang warga. Tentu banyak  perubahan yang sudah terjadi dan dirasakan warga. Sebutlah seperti Kali yang sudah bersih, pelayanan birokrasi yang cepat, penyebaran KJP dan KJS yang sudah 80%  mengena sasaran yaitu warga miskin berpenghasilan rendah.

Saya mengajak agar bapak tidak buta hati melihat keberhasilan ini. Perbedaan politik adalah suatu keniscahyaan dalam negara demokrasi. Saya  pada ahkirnya  mengerti bahwa secara politis,   fenomena  Ahok_djarot  ini adalah bentuk sindiran yang paling keras untuk kelompok anda, bahwa Gubernur yang baik, yang tulus, yang memiliki kinerja baik selalu dikenang dan menjadi pemenang sejati. Merekalah yang berhasil merebut hati warga, walaupun sebagian dari mereka berkorban memilih pasangan yang anda usung hanya karna takut tidak masuk surga.

 Satu kekalahan menumbuhkan seribu bunga. Bahwa Ahok Djarot sudah dinyatakan kalah menurut hitung cepat (Quick count) tetapi merekalah yang menjadi pemenang sejati. Kenapa? Karna masyarakat jakarta juga tahu bahwa kekalahan ini adalah hasil dari sebuah proses pertarungan politik  yang menjijikkan, dimana Isu  SARA berhasil dipolitisir.

Yang perlu bapak ingat bahwa kekuasaan itu tidak abadi, namun kejujuran dan integritas itu akan dikenang sepanjang masa. Ahok Djarot sudah membuktikan itu. Mestinya anda berbesar hati mengapresiasi akan kehebatan Ahok Djarot bukan dengan menyindirnya, karna dengan itu masyarakat bisa menilai kualitas dan kemampuan anda sebagai politisi rendahan yang tak punya integritas bahkan mungkin  saja ada penilaian yang paling extrim politisi yang tidak punya isi kepala.

Menang kalah dalam sebuah pertarungan adalah hal yang sangat wajar dan itu pasti terjadi. Hal paling penting adalah merebut kemenagan itu mesti dengan cara cara yang demokratis dan  bermartabat  tidak perlu  menghalalkan segala cara termasuk menjual agama.

Mudah-mudahan anda disadarkan dengan fenomena ini.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun