Mohon tunggu...
Al Hasan
Al Hasan Mohon Tunggu... Penulis - Relawan

Terlalu panjang cerita jika di urai, tak cukup tinta jika perjalanan itu ditulis, tulisan ini hanyalah setetes dari Lautan perjalanan Dakwah dari para Ulama dan orang-orang shaleh yang bisa menjadi teladan bagi kita semua Kepada Para Pembaca yang Budiman, saya memohon untuk koreksinya jika ada salah dan Khilaf dalam Penulisan dan buatlah ceita kita versi kita masing masing sebagai kenangan indah bersama Guru-Guru kita Kasarangan, Jum'at 27 September 2024 Al Faqir ; Muhammad Edwan Ansari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KH Ahmad Junaidi, Khodimul Majelis Raudhatul Ulum Al Mubarak, Pengasuh Pondok Pesantren Dhiyaul Amin Pamangkih

28 September 2024   07:33 Diperbarui: 28 September 2024   07:41 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syech Nurrudin Marbu  bersama KH Ahmad Junaidi

Tuan Guru Ahmad Junaidi, Beliau adalah ulama Kharismatik dari Desa Pamangkih Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Beliau adalah Muassis atau Pendiri Pondok Pesantren Dhiyaul Amin Pamangkih Seberang dan Khodimul Majelis Rhaudhatul Ulum Al Mubarak
Tuan Guru Ahmad Junaidi atau biasa di Panggil Guru Junai


Syech Nurrudin Marbu 

tahun 2018 syech Nurrudin Marbu ke Majelis Raudhatul Ulum Al Mubarak 

Sekilas tentang Syech Nurrudin Marbu:

Tuan Guru atau KH. Muhammad Nuruddin Marbu dilahirkan pada tanggal 1 September 1960 di Desa Harus Kecamatan Amuntai Tengah. Pada usia 7 tahun ia masuk Madrasah Ibtidaiyyah di Harus (1967-1973). Setelah itu ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Rakha (1974). Namun disini ia hanya belajar selama setengah tahun karena ia dan keluarganya bermigrasi ke Mekkah. Pada tahun 1974 ia diterima di Madrasah Shaulatiyah. Di madrasah ini ia menyelesaikan dua tahun di MI, empat tahun di MTs dan dua tahun di MA. Pada tahun 1982 ia berhasil menamatkan pendidikannya di Madrasah Shaulatiyah dengan nilai mumtaz.

Selain belajar di Madrasah Shaulatiyah, ia juga belajar di halaqah Masjidil Haram dan di rumah-rumah syekh. Karena itu, selama studi di Mekkah kurang lebih delapan tahun ia banyak memiliki guru. Tidak kurang dari 35 orang guru yang dimilinya di antaranya adalah Sayyid 'Aththas, Syekh Abdullah Said Lahji, Syekh Ismail Usman Zein al-Yamani, Syekh Muhammad Iwadh al-Yamani, Syekh Abdul Karim al-Bukhari, Syekh Hasan Masysyath, Syekh Muhammad Yasin al-Fadani, Syekh Abdul Karim al-Banjari, Syekh Suhaili al-Anfanani, Syekh Hamid Said al-Bakistani, Syekh Amin Kutbi, Syekh Hamid Tungkal, Syekh Muhammad bin Alwi al-Maliki dan masih banyak lagi. Di antara guru-guru yang mengajarinya, Syekh Ismail Usman Zein merupakan guru yang paling berkesan dan banyak mempengaruhi pola pikirnya.

Ulama Banjar lainnya yang juga sedang belajar di Mekkah bersama Nuruddin Marbu adalah KH. Supian Kelayan, KH. Syarwani Zuhri Balikpapan, Ustad H. Jamhuri (Banjarmasin), Supian Tsauri (Pamangkih), Hatim Salman (Martapura), dan Wildan Salman (Martapura).

Selain belajar, KH. Nuruddin Marbu juga mengajar sejumlah pelajar Indonesia yang bermukim di Mekkah. Selaitu itu ia juga sempat mengajar di Masjidil Haram. Di sini ia mengajar kitab Qathr al-Nada, Fath al-Mu'in, Umdat al-Salik, Bidayat al-Hidayah dan lain-lain.

Kondisi ini membuat KH. Nuruddin Marbu bersama teman-temannya putar haluan untuk kuliah di Universitas al-Azhar. Teman-teman KH. Nuruddin Marbu yang mengikuti jejaknya adalah Supian Tsauri (Pamangkih), Hatim Salman (Martapura), Mustajib (Madura), Hudatullah (Lombok) dan Abdullah (Aceh). Langkah yang diambil oleh KH. Nuruddin Marbu dan rekan-rekannya mengundang pro-kontra di kalangan masyayikh mereka. Ada yang setuju ada yang tidak. Syekh Abdul Karim al-Banjari yang simpati kepada mereka setuju dengan langkah ini sementara syekh yang lain tidak mendukung. Para syekh yang tidak setuju menilai langkah ini merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap Madrasah Shaulatiyah. Sebab Madrasah Shaulatiyah dinilai memiliki kurikulum tingkat tinggi. Lulusan tsanawiyah dapat memasuki S1 sedang lulusan Aliyahnya dapat memasuki jenjang S2 (artinya Aliyahnya setara S1). Namun KH. Nuruddin Marbu dan kawan-kawannya tetap nekad mendaftarkan ke Universitas al-Azhar.

Baca juga:  Ngangsu Kawruh dari Wong Dzolim: Obituari Abdullah Wong
Tahun 1983 Nuruddin Marbu berhasil masuk ke Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar dan menyelesaikannya pada tahun 1987. Tiga tahun kemudian pada tahun 1990 ia kembali melanjutkan pendidikannya di Institut Studi Islam Zamalik Mesir. Di Mesir ia bertemu banyak mahasiswa-mahasiswa asal Banjar yang sedang kuliah di sini diantaranya adalah H. Bahruni Inas, H. Ghazali Mukri, H. Rafi'I Badri, H. Mabrur, Ainur Ridha dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun