Mohon tunggu...
Rafito
Rafito Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Parliamentary Threshold dalam Menciptakan Stabilitas Politik Melalui Parlemen

10 Maret 2024   07:00 Diperbarui: 10 Maret 2024   07:13 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal di atas disebabkan suara partai berbeda dengan suara caleg, seberapa banyak pun suara yang diperoleh caleg di dapilnya, tetapi apabila partai caleg tersebut tidak memenuhi ambang batas secara nasional maka caleg tersebut tetap tidak bisa duduk di kursi parlemen. Maka dari itu, orang-orang yang dapat duduk di parlemen hanyalah orang-orang dengan perolehan suara terbanyak di dapilnya yang berasal dari partai yang memenuhi ambang batas parlemen tersebut. Ini berarti kaitan antara partai dengan calegnya sangatlah erat karena mereka saling bergantung satu sama lain.

Jika dilihat dalam skala nasional, ada 13,5 juta dari total 140 juta atau sekitar 9,6% pemilih yang memilih partai-partai yang tidak lolos parliamentary threshold pada pemilu 2019. Artinya ada 13,5 juta suara yang tidak digunakan atau terbuang dalam penentuan kursi di DPR. 

Di antara suara-suara yang terbuang tersebut, ada caleg yahg sebenarnya memenangkan pemilu di dapilnya masing-masing sehingga jika tidak ada parliamentary threshold maka caleg yang dipercayai mayoritas pemilih di dapilnya seharusnya bisa duduk di Senayan untuk membela pemilihnya. Parliamentary threshold lah yang membuat mereka terjegal dan suara pemilihnya sia-sia karena pada akhirnya, yang mewakili dapilnya bukanlah orang yang dipercaya mayoritas pemilih di dapil tersebut. Dengan demikian, muncul kembali sebuah pertanyaan, apakah parliamentary threshold berarti menghalangi kehendak rakyat?

Apakah parliamentary threshold bertentangan dengan konstitusi?

Jika kita membaca kembali Undang-Undang Dasar 1945 tepatnya pada pasal 28E ayat (3) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” sehingga muncul pertanyaan terkait apakah parliamentary threshold bertentangan dengan konstitusi?. Sebab, apabila orang yang dipilih oleh mayoritas pemilih di dapilnya gagal masuk ke Senayan karena partainya tidak lolos, maka aspirasi yang dibawa oleh orang tersebut tidak dapat diutarakan.

Parliamentary threshold tidak melarang warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarakan pendapat.  Dalam Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mendaftarkan partai politiknya ke KPU untuk mengikuti pemilu. Pasal 414 Undang-undang tersebut yang mengenai parliamentary threshold hanya mengatur kriteria partai yang dapat duduk di kursi parlemen sehingga parliamentary threshold tidak bertentangan dengan konstitusi.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa parliamentary threshold tidak melanggar konstitusi sehingga keberadaannya legal dan diperbolehkan. Parliamentary threshold sendiri memang memiliki kekurangan yaitu suara rakyat menjadi banyak yang sia-sia karena tidak dapat digunakan dalam perhitungan suara apabila partai caleg yang dipilih tidak melebihi 4%. 

Namun, demi berjalannya pemerintahan yang stabil dan efektif, rasanya parliamentary threshold harus tetap diterapkan di parlemen. Jika tidak, maka dikhawatirkan lembaga eksekutif sering menemui jalan buntu dalam pengambilan kebijakan yang justru malah berdampak buruk ke lebih banyak masnyarakat.

Selain itu, ambang batas parlemen yang sebesar 4% saat ini tidak memiliki dasar mengapa harus sebesar 4%. Maka dari  itu, penulis sepakat dengan MK bahwa besaran ambang batas tersebut harus diubah menggunakan metode dan argumentasi yang rasional supaya ambang batas yang ditetapkan memiliki alasan yang jelas mengapa harus sebesar itu. Namun tetap, ambang batas parlemen harus diterapkan pada pemilu legislatif.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun