Malam yang paling dinanti-nanti dan dirindu-rindukan saat bulan ramadan tiada lain tiada bukan yaitu malam lailatul qadr. Penulis tidak akan menguraikan perdebatan panjang mengenai kapan waktu datangnya malam lailatul qadr berdasarkan imam dan mazhab fikih tertentu. Penulis hanya ingin menyambut malam lailatul qadr dengan hati yang diliputi rasa kegembiraan dan kebahagiaan.
Sungguh agungnya kemuliaan malam ini bila dilihat dari kisah dan sabda Baginda Rasulullah Saw. Rasul membimbing keluarganya agar senantiasa menghidupkan malam-malam ramadan dengan qiyamu ramadhan (taraweh) untuk menyambut malam yang lebih baik dari seribu bulan ini.
Siti Aisyah, istri Rasul mengatakan bahwa ketika ramadan masuk pada sepuluh hari terakhir, Rasulullah senantiasa membangunkan keluarga-keluarganya untuk menghidupkan malam tersebut.
“Dari Aisyah radiyallahu anha. Ia berkata : adalah Rasulullah Saw apabila masuk (tanggal) sepuluh, yakni sepuluh yang akhir dari ramadan, ia bersungguh-sungguh, ia hidupkan malamnya, dan ia bangunkan ahli rumahnya” (HR. Mutafaqqun Alaih).
Rasulullah Saw adalah hamba pilihan Allah yang sudah pasti dijamin masuk ke surga-Nya. Rasul adalah manusia mulia yang selalu dibimbing Rabb-Nya.
Setiap malam Rasul selalu terjaga untuk mendirikan salat malam. Namun, Ia menyambut malam lailatul qadr lebih giat dan bersungguh-sungguh daripada sahabat-sahabatnya, apalagi jika diabandingkan kita yang hingga saat ini belum ada jaminan masuk ke surga-Nya.
Malam yang lebih baik daripada seribu bulan tersebut adalah momen yang tepat untuk menyambut luasnya ampunan Tuhan. Rasul selalu mengingatkan untuk beribadah seolah kita akan tiada (baca: meninggal) esok hari.
Maka sudah selayaknya kita menyambut malam lailatul qadr tahun ini dengan bersungguh-sungguh dan beribadah seolah malam itu tak bisa kita nikmati lagi di tahun yang akan datang.
Penulis mengajak pembaca untuk sama-sama merefleksikan diri sudah sejauh manakah kita membekali diri untuk menyambut malam kemuliaan tersebut.
Yaitu suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan (Qs. Al-Qadr : 3). Maksud lebih baik dari seribu bulan dalam surat tersebut yaitu malam lailatul qadr lebih baik daripada ibadah seseorang yang telah beribadah selama seribu bulan.
Pada suatu hari Siti Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasul perihal malam lailatul qadr. Kata Aisyah, apa yang harus saya katakan apabila saya mengetahui waktu datangnya malam lailatul qadr wahai Rasulullah ? Rasul pun menjawab pertanyaan Istri kesayanganya tersebut:
“ قُولِى : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى”
Artinya kurang lebih seperti ini “ katakanlah : Wahai Tuhan sesungguhnya engkau maha pengampun, engkau suka mengampunkan, maka ampunilah aku”.
Itulah potret keluarga Rasul dan Siti Aisyah yang selalu dibimbing Allah Swt dalam rumah tangganya. Akan tetapi, keduanya tetap menyambut ampunan Tuhan menjelang malam lailatul qadr dengan antusias . Bagaimana dengan keluarga kita? Apakah sudah mempersiapkan diri untuk menyambut malam lailatul qadr tersebut?
Dari jawaban Rasul tersebut kita ketahui bahwa saat malam lailatul qadr nanti, kita harus senantiasa memohon ampunan kepada Allah Swt. Itulah mengapa Rasul senantiasa bersungguh-sungguh mempersiapkan diri menyambut malam tersebut.
Karena, pada saat malam itu datang, ia akan membawa rahmat dan ampunan Tuhan yang sangat besar yang akan diberikan pada hamba-Nya yang terpilih.
Melalui kisah Rasul dan Siti Aisyah di atas, semestinya saat ini kita harus lebih banyak menggiatkan diri beribadah kepada Allah Swt di bulan ramadan, terutama di sepuluh hari terakhir ramadan nanti.
Anehnya, kita terlalu disibukkan dengan perbedaan pendapat mengenai kapan waktu datangnnya lailatul qadr. Sementara Rasul terus mengencangkan ikat pinggangnya untuk menghidupkan tiap-tiap malam ramadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H