Masyarakat Indonesia memiliki banyak ragam budaya, suku, etnis, agama, dan ideologi. Oleh karena itu, keragaman agama, etnis, ideologi, dan budaya membutuhkan sikap arif dan kedewasaan berpikir dari semua lapisan masyarakat. tanpa mempertimbangkan status sosial, etnis, agama, atau warna kulit. Kita sebagai bangsa sudah terlanjur majemuk jika tidak ada sikap saling curiga dan prasangka buruk terhadap orang lain. Dengan demikian, pluralitas masyarakat dihargai.
Menurut Abdurrahman Wahid, pluralisme berarti menghargai perbedaan daripada menyamaratakan perbedaan. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Djohan Effendi dalam Budhy Munawar Rachman bahwa, karena agama tidak sama, pluralisme muncul. Oleh karena itu, pluralisme diperlukan untuk menanggapi masyarakat Indonesia yang plural. Sikap pluralis, yang berarti menerima dan menghargai realitas pluralitas dalam masyarakat, itu sangat diperlukan.
Salah satu aspek pluralisme yang di tekankan oleh Abdurrahman wahid adalah pluralisme dalam bertindak dan berfikir. Dalam bertindak, seseorang harus tidak membatasi interaksinya dengan orang lain, meskipun mereka memiliki keyakinan yang berbeda. Dalam berfikir, seseorang harus bersedia menerima ide-ide orang lain. Gus dur melalukan pluralisme ini dengan cara yang lebih luas, dari pada hanya menghormati dan menghargai keyakinan atau pendirian orang lain.
Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa kerjasama antara berbagai sistem keyakinan sangat penting untuk menangani kehidupan Masyarakat, karena masing-masing sistem keyakinan memiliki kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan lahir yaitu keadilan dan kemakmuran dalam kehidupan bersama, meskipun bentuknya berbeda-beda.
Disinilah persamaan agama akan terbentuk, bukan dalam ajaran atau aqidah yang dianut, tetapi hanya pada tingkat material. Dalam menghadapi keragaman dan perbedaan agama, islam memungkinkan pluralitas atau kemajemukan pemahaman tentang ajarannya. Sangat banyak interpretasi Al-quran dari berbagai perspektif,madzhab,corak,dan metode. Yang mana kita juga mengenal beberapa madzhab seperti madzhab Hanafi,maliki,syafi'I,dan hambali.
Dalam teologi (ilmu kalam), banyak aliran/sekte yang mengemukakan pendapat yang sering bertentangan satu sama lain. Ini menunjukan bahwa terdapat banyak pemahaman yang berbeda di dalam islam itu sendiri.
Nah secara garis beras konsep atau pemahaman dari pada pluralisme gus dur itu sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Keadilan Menurut Gus dur
Abdurrahman Wahid selalu membela mereka yang tertindas dengan berpegang pada prinsip keadilan. Baginya, nilai-nilai luhur Islam harus diwujudkan dalam kehidupan nyata, termasuk memperjuangkan keadilan yang mencakup kesejahteraan dan perlindungan bagi rakyat yang terpinggirkan. Ia menyoroti kasus-kasus seperti kelompok atau komunitas yang kehilangan hak-hak sipilnya, tempat ibadah mereka dirusak, agama mereka tidak diakui, atau perayaan keagamaan mereka diabaikan.
Menurutnya, keadilan adalah fondasi utama dalam kehidupan beragama, karena tanpa keadilan, martabat manusia akan terabaikan. Oleh karena itu, bagi Abdurrahman Wahid, keadilan harus menjadi prioritas dalam membangun masyarakat. Dalam konteks masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, ia berpendapat bahwa agama yang diformalkan sebaiknya tidak menjadi hambatan bagi tegaknya nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Karena itu, menurut Abdurrahman Wahid, masyarakat sebaiknya tidak terlalu fokus pada simbol-simbol agama dalam kehidupan sehari-hari. Yang lebih penting adalah memahami inti dan nilai-nilai ajaran agama itu sendiri. Baginya, keadilan adalah nilai universal yang dimiliki oleh semua agama dan harus diwujudkan oleh setiap orang yang beragama.
2. Kebebasan Beragama
Kebebasan beragama berarti setiap orang punya hak untuk memilih keyakinan agamanya sendiri. Di Indonesia, hal ini dijamin dalam UUD Pasal 29 ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara memastikan semua penduduk bebas memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing. Jadi, jelas bahwa negara melindungi hak setiap orang untuk beragama dan beribadah sesuai keyakinannya.
Menurut Abdurrahman Wahid, kebebasan beragama harus diiringi dengan kesadaran akan keberagaman, baik di kalangan umat Islam maupun di antara semua manusia. Baginya, kebebasan beragama adalah hak dasar setiap manusia, sejalan dengan fitrah alami manusia.
3. Kebebasan Berfikir
Menurut Abdurrahman Wahid, kebebasan berpikir adalah hal yang penting. Ia merujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an seperti "afala ta'qilun" (apakah kamu tidak berpikir?) dan "afala tatafakkarun" (apakah kamu tidak merenung?), yang menunjukkan bahwa Al-Qur'an mendorong setiap orang untuk berpikir secara bebas. Karena setiap orang punya cara berpikir yang berbeda, menurutnya, pembatasan dalam berpikir atau aturan ketat soal pendapat hanya akan membatasi kebebasan ini. Daripada melarang, Abdurrahman Wahid menyarankan agar propaganda dilawan dengan cara yang serupa, yaitu dengan kontra-propaganda.
Ia juga percaya bahwa perbedaan pendapat itu hal yang biasa dan bahkan bisa membuat kehidupan bersama jadi lebih kaya. Tidak perlu takut menghadapi pandangan yang berbeda. Namun, ia menekankan bahwa saat berpikir atau berargumen, emosi harus ditinggalkan agar pendapat yang disampaikan lebih objektif. Kalau argumen terlalu emosional atau subyektif, bukan hanya tidak akan diterima, tapi malah dianggap memalukan dan tidak serius oleh orang lain. Bahkan, bisa-bisa pendapat seperti itu hanya jadi bahan lelucon di mata masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H