Kemudian, bentrok yang terjadi antara polisi dan FPI lalu yang menewaskan enam orang diduga pendukung beliau membuat semakin tidak harmonis keduanya ketika itu seharusya beliau menghadiri panggilan yang diberikan oleh pihak kepolisian untuk memberikan keterangan, namun beliau seolah tidak koperatif  dalam pergi untuk tidak menghadiri panggilan tersebut. Terlebih adanya pernyataan yang disampaikan oleh pihak kepolisian akan terjadi ancaman yang dilakukan oleh FPI kepada pihak kepolisian dan di dukung dengan alat bukti berupa senjata api dan senjata tajam.
Hubungan antara pemerintah dan FPI tidaklah renggang seterusnya. Kadang kala FPI Â akur dengan pemerintah guna mengamankan kegiatan tertentu. Ketika anggota FPI menjadi bagian dari pasukan PAM swakarsa dalan mengamankan sidang MPR dari demonstrasi mahasiswa, seringkali menjadi sorotan. Setelah polisi yang tidak akur dengan pemerintah, selanjutnya ada FPI yang tidak akur dengan pemerintah pada era Presiden Joko Widodo. Melalui persaudaraan alumni 212, FPI bahkan mendukung Prabowo Subianto ketika bersaing dengan Joko Widodo pada pemilihan presiden 2019. Berhubungan dengan adanya kerenggangan antara pemerintah dan FPI, disebabkan oleh adanya kesalahan perspektif yang diambil oleh para pengambil kebijakan yang memandang FPI sebagai representasi mayoritas muslim di Indonesia. Dengan begitu FPI memiliki kekuatan yang besar, akan tetapi pada kenyataannya tidak memilikikekuatan yang besar.Â
Adanya faktor tersebut mengakibatkan beberapa macam aksi intoleran yang akan dilakukan oleh FPI seperti penutupan gereja dan pelarangan, lalu intimidasi dan penyerangan pada kelompok minoritas seperti Gavatar dan Ahmadiyah, bahkan melakukan razia seolah-olah diperbolehkan oleh negara. Tak hanya itu, adapun pemicu yang kemungkinan dilakukan oleh elit yang diduga memanfaatkan FPI guna kepentingan politik. Hal ini diungkapkan oleh salah satu pengamat politik dari Universitas Indonesia. Sehingga penegak hukum memiliki kewajiban dalam menegakkan hukum secara adil dan tegas. Jika kita tarik ke belakang pemikiran Nietzshe mampu menjadi refleksi kita dalam saling menghormati tubuh berserta martabat dan talenta yang kita miliki dengan cara mengembangkannya sehingga nantinya berguna bagi banyak orang. Dalam konteks Indonesia di masa kini, sistem pemerintahan demokrasi sejatinya lebih harus mengedepankan sisi humanis agar nantinya tidak di salah artikan sehingga menjadikan agama sebagai kendaraan politis untuk kepentingan sendiri atau kelompok tertentu dalam memperoleh kekuasaan.