Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Indonesia Seharusnya Sudah "Smart Goverment"

11 Juni 2020   19:32 Diperbarui: 12 Juni 2020   11:24 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat PSBB atau pembatasan sosial berskala besar, virtual sangat menentukan langkah strategis pemerintah dalam memaksimalkan pelayanan publik. Seperti diskusi dengan topik kebijakan, cukup membuka link atau aplikasi, langsung terhubung ke seluruh pengguna di seluruh Indonesia. 

Kita memasuki era news normal. Ada harapan gaya layanan ini tidak turun kasta ke gaya tradisional. Perlu ada habituasi birokrasi baru yang mengedepankan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pelayanannya. Paling tidak, ada efisiensi penggunaan anggaran. 

Mengingat agenda konvensional bisa dialihkan secara virtual. Mekanisme kerja ini cukup membantu mengurangi beban biaya. Misalnya perjalanan dinas dan kegiatan tatap muka. Dengan begitu alokasi anggaran ini bisa dialihkan untuk sektor yang lebih produktif.  

Hal lain yang bisa dilakukan adalah fleksibilitas kerja pemerintahan. Pejabat daerah tidak perlu lagi membuang waktu pulang pergi dari Ibu Kota hanya untuk pertemuan beberapa jam saja. Kecuali untuk urusan lobi, tentu harus tatap muka. 

Kemudian, digitalisasi pelayanan publik mampu menumbuhkan inovasi dan kreatifitas bisnis. Para inovator menggagas layanan digital untuk membantu program pemerintah, sebagai gambaran program penunjang daya beli produk tani. Para petani tidak lagi susah payah berdagang di pasar. Memanfaatkan layanan digital, porsi kerja sedikit berkurang. 

Inovasi lainnya, para pihak ketiga bisa diberdayakan untuk membuat satu sarana digital demi menunjang program kerja. Pada sektor wisata, pelibatan influencer cukup membantu mempromosikan segala potensi wisata. Selain itu, layanan aplikasi juga bisa membantu wisatawan menelusuri informasi tentang apa yang menarik di satu daerah.

Efektifitasdigitalisasi pelayanan juga berlaku untui memutus jalur birokrasi yang panjang dan rumit. Pada akhirnya, akan terbentuk segmen mana yang harus membutuhkan tatap muka dan cukup melalui online. 

Sebenarnya Indonesia sudah cukup kuat untuk menerapkan inovasi ini. Hasil riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020", hampir 64 persen penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet.

Riset itu menyebutkan jumlah penguna internet di Indonesia sudah mencapai 175,4 juta orang dari total jumlah penduduk Indonesia sekitar 272,1 juta. Bila dibanding tahun 2019 lalu, jumlahnya meningkat sekitar 17 persen atau 25 juta pengguna.

Masih dari riset yang sama, jumlah pengguna media sosial mencapai 160 juta. Ternyata ada peningkatan 8,1 persen atau 12 juta pengguna dibandingkan tahun 2019 lalu. Itu artinya penetrasi penggunaannya sudah mencapai 59 persen dari total jumlah penduduk.

Sedangkan untuk rata-rata penggunaan media sosial di Indonesia mencapai 3 jam 26 menit per hari. Angka itu juga di atas rata-rata global yang mencatat waktu 2 jam 24 menit per hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun