Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Revisi UU Penanggulangan Bencana

26 Maret 2020   03:32 Diperbarui: 26 Maret 2020   16:19 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah kritik terhadap pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19, berujung pada wacana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Wacana revisi itu datang dari anggota Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily di Kantor BNPB pada Rabu 25 Maret 2020.

Menurut Ace Hasan Syadzily ada titik kelemahan dalam undang-undang tersebut sehingga perlu direvisi. Tidak ada penjelasan substansi yang menguatkan mengapa undang-undang penanganan dan penanggulangan bencana harus direvisi.

Namun yang pasti, hasil pertemuan Komisi VIII DPR RI bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 24 Maret 2020 telah bersepakat merevisi Undang-Undang Penanggulangan Bencana.

Upaya revisi tersebut dilatarbelakangi beberapa regulasi membuat pemerintah tak bisa cepat menanggulangi bencana, terutama bencana non-alam seperti wabah virus corona. Saat ini Komisi VIII DPR RI telah menjadikan undang-undang itu sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Hal lain mengapa undang-undang tersebut harus diubah adalah bencana banjir di Jabodetabek. Saat ini koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah tampak tidak berjalan rapi dan sistematis. Itu sebabnya Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menilai perlu ada ketegasan dalam pencegahan hingga penanganan bencana melalui payung hukum yang memadai.

Secara spesifik penamaan untuk badan yang menanggulangi bencana tidak perlu dicantumkan dalam undang-undang. Tapi dengan adanya organisasi yang menangani bencana, tentu sudah tugas dan tanggung jawabnya untuk mengurusi hal tersebut.

Di sisi lain, lemahnya kewenangan menjadi masalah penanganan bencana tidak kunjung optimal. Wacana BNPB sebagai organisasi yang khusus menangani bencana akan diberikan wewenang penuh untuk melakukan koordinasi langsung atau tidak langsung dengan pemerintah daerah. Salah satunya masalah anggaran penanggulangan bencana.

kompas.com
kompas.com
Mengenai BNPB, dalam kedudukannya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. 

Adapun tugas yang dijalankan sesuai amanat  Pasal 12 Undang-undang tentang penanggulangan bencana  dan dijewantahkan dalam Pasal 3 Perpres 1 tahun 2019 tentang BNPB,  yakni memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara; menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat; melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana; menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional; mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.

Sementara fungsinya adalah perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Melihat kedudukan, fungsi dan tugasnya, jelas BNPB memiliki peran yang tidak mudah. Apabila terjadi bencana nasional, BNPB melaksanakan fungsi komando dalam penanganan status keadaan darurat bencana dan keadaan tertentu.

Memakai penjelasan di atas, dalam konteks wacana revisi undang-undang penanggulangan bencana perlu dipertanyakan substansinya. Apalagi upaya memperkuat manajemen penanggunanan bencana antara BNPB dengan pemerintah daerah harus ada penjelasan rinci. Sampai saat ini belum ada penjelasan mengapa harus direvisi.  

Jika mempersoalkan manajemen dan koordinasi penanganan bencana, kedudkan BNPB dalam situasi bencana sudah memiliki kewenangan yang cukup kuat. Sebagaimana fungsi yang dijelaskan dalam Perpres tentang BNPB bahwa memiliki kewenangan menetapkan kebijakan hingga penanganan pengungsi yang cukup jelas. Diperkuat lagi dengan fungsi komando menangani situasi darurat bencana sudah cukup menguatkan peran BNPB.

Lantas apa yang menjadi masalah ? persoalan efektivitas koordinasi ditengarai kedudukan BNPB masih berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kedudukan saat ini dinilai penyebab tidak optimalnya penanganan dan penanggulangan bencana. Maka dalam revisi nantinya ada reposisi kedudukan BNPB dari di bawah tanggung jawab langsung Presiden ke menjadi di bawah Kemenkopolhukam atau Kemenko PMK.  

kompas.com
kompas.com
Menyoalkan efektivitas koordinasi, tentu perlu dijelaskan lagi. Pertanggungjawaban kepada Presiden itu dinilai penting. Sebab fungsi komando dalam situasi darurat bencana harus dikontrol langsung oleh kepala negara.  

Jika diberikan kepada menteri, tentu transparansi menjadi persoalan baru di dalam penanganan dan penanggulangan bencana.

Hal lainnya adalah Pasal 3 Perpres 1 tahun 2019 tentang BNPB secara jelas bagaimana BNPB memiliki peran dalam penanganan situasi darurat bencana, mulai dari aspek kerja teknis, aspek masyarakat, anggaran hingga pertanggungjawaban kepada Presiden. Semua aspek tersebut sudah cukup menampilkan BNPB sebuah organisasi siap.

Untuk persoalan anggaran, BNBP memiliki tugas menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan atau bantuan nasional dan internasional serta  mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 

Lantas jika pertanggungjawabannya kepada menteri, bagaimana transparansi anggarannya? Jika menghubungkan asumi ini dalam pandangan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah, maka persoalan transparansi harus dipikirkan. 

Sebab bagi Misbah Hasan lembaga sekelas BNPB penting dalam melakukan transparansi anggaran, karena menyangkut bencana dan hajat hidup orang banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun