Kemudian, untuk tindakan penyadapan dan penyitaan KPK harus atas izin Dewan Pengawas, KPK dilarang mengangkat penyelidik dan penyidik independen, penuntutan di KPK harus dengan koordinasi Kejaksaan Agung, terakhir umur penanganan perkara dibatasi hanya boleh satu tahun.
Jika benar ini revisi itu disahkan, berarti sudah benar ada politisasi dalam merevisi UU KPK. Revisi itu dimungkinkan hanya akan membatasi ruang gerak KPK. Bahkan, dengan dibentuknya dewan pengawas yang dipilih melalui DPR, makin meyakinkan akal sehat kita bahwa benar DPR ingin mengunci gerak KPK menjadi terbatas dalam mendeteksi para elit yang korupsi.
Di balik itu, bisa jadi revisi UU KPK adalah proyek salah satu oknum yang tersandung kasus korupsi luar biasa. Mencermati proyek itu, dalam perspektif extra-ordinary treatment terhadap extra-ordinary crime, revisi UU KPK tampak ada upaya membuka cela impunitas bagi koruptor.
Memang ada benarnya, seluruh aktivitas lembaga negara perlu dievaluasi, apakah telah mencapai target atau justru keluar dari koridor yang semestinya.
Mengacu pada UU KPK saat ini, segala tindakan KPK dilakukan dengan berlandaskan  hukum kuat. Sampai saat ini masih berjalan semestinya. Jika memang revisi itu berlandaskan pada keinginan ada upaya bagaimana mengevaluasi KPK, bukan itu solusinya. Karena saat ini, tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga penegak hukum itu berada di atas angin. Solusi saat ini,
Saya memandang, segala kekurangan KPK saat ini perlu diperbaiki dengan cara mengoreksi kinerja pengawas internal dan pengujian di pengadilan. Itu saja cukup meyakinkan masyarakat KPK tetap serius menangani korupsi di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI