Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah Pertemuan di Menteng, Bagaimana dengan PKS?

27 Juli 2019   17:15 Diperbarui: 27 Juli 2019   17:26 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Akan bergabungnya Partai Gerindra di kabinet Jokowi membuat PKS bekerja sendirian"

Sungguh situasi kurang mengenakkan setelah 3 tahun lamanya Gerindra tampil sebagai oposisi pada tiga pemerintahan sebelumnya. Pikiran masyarakat perlahan-lahan terbuka akan Indonesia yang sebenarnya ketika dua kutub politik memainkan peran.  

Bagaimana masa depan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin lima tahun akan datang? Pijakan berfikir tiga tahun lalu tak lagi relevan digunakan saat ini setelah Prabowo Subianto bertemu Joko Widodo di MRT dan Megawati Soekarno Putri pada 24 Juli 2019. Dua pertemuan itu kemudian merubah pandangan akan konsistensi oposisi lima tahun akan datang.  

Jika benar Koalisi plus-plus menjadi pintu bagi  parpol baru bergabung dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, lalu Partai Gerindra melalui Prabowo Subianto menyambutnya dengan sinyal positif, masyarakat sudah mulai memprediksi bagaimana masa depan demokrasi Indonesia.  

Dalam posisi ini, Joko Widodo sebagai pemegang hak Prerogatif menyusun kabinetnya, tentu dilematis memiluh antara membangun pemerintahan sesungguhnya atau pemerintahan koalisi. Tampaknya memilih membangun pemerintahan sesungguhnya yang diterjemahkan dalam koalisi plus-plus. 

Menurut Juru Bicara TKN, Arya Sinulingga ternyata bukan hanya Partai Gerindra yang berpeluang bergabung. Setidaknya ada PAN dan Demokrat disebut-sebut berkeinginan bergabung dalam pemerintahan lima tahun akan datang. Namun Partai Gerindra diprediksi paling kuat bergabung dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin. 

Isu bergabungnya Partai Gerindra, PAN dan Demokrasi berlanjut pada konsolidasi pembagian kursi. Dua jatah kursi menteri untuk Partai Gerindra bakal jadi pembahasan panjang. Bahkan ada wacana kursi MPR di dalamnya. Analisis itu sepandangan dengan Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes memandang  andaikan Jokowi menggandeng Gerindra ke dalam koalisi, maka ada dua kesepakatan yang dinilai paling masuk akal, yakni kursi kabinet dan komposisi pimpinan MPR.  

Khusus untuk kursi kabinet, PAN menyodorkan formulasi  55 - 45 persen untuk kabinet lima tahun Joko Widodo-Ma'ruf Amin.  Kalau Partai Demokrat belum diketahui, entah tetap mendorong Agus Harimurti Yudhoyono atau ada yang lain.  

Dari tiga partai itu, tidak ada satupun elit politik dua kubu itu mewacanakan posisi untuk PKS. Kenapa? Padahal PKS sendiri menjadi partai paling setiap mendampingi Partai Gerindra sebagai kelompok oposisi. Jika setia, pasti ikut apa kata Prabowo Subianto. Tapi faktanya berbeda.  

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dalam diskusi 'Utak-atik Manuver Elite' di Resto D'Consulate, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2019) telah menyarankan Prabowo Subianto tetap menyatakan diri sebagai oposisi kepada Jokowi. Baginya oposisi itu baik untuk masa depan demokrasi, terutama pemerintahan lima tahun mendatang.  

Apa yang dikatakan Mardani Ali Sera dibenarkan  ilmuwan politik, Ian Shapiro bahwa sistem pemerintahan demokrasi tidak bisa berkembang secara dinamis tanpa kehadiran oposisi. 

Penolakan itu juga muncul dari Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid yang menolak pandangan rekonsiliasi dalam bentuk bagi-bagi kursi kabinet. Baginya untuk urusan kursi disarankan diberikan kepada parti pendukung. Dengan begitu pemerintahan dalam berjalan dengan baik karena ada keseimbangan demokrasi.  

Bahkan, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno memandang bergabung Partai Gerindra ke dalam koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan membuat kekuatan oposisi tak berimbang. Apalagi, jika parpol-parpol yang ada di dalam koalisi saat ini pun setuju dengan masuknya Gerindra.

Pentingnya oposisi membuat PKS tetap teguh pada pendiriannya. Dalam pandangan lain, jika Partai Gerindra bergabung, siapa partai oposisi selanjutnya? sebagai partai paling setia, tentu PKS jadi partai oposisi setelah Partai Gerindra yang tak lagi murni.  

Namun sebelum menjadi oposisi, perlunya melihat kualitas dan kuantitas, apakah bisa menjadi Partai oposisi lebih baih dari Partai Gerindra? Sejauh ini jalan panjang oposisi Partai Gerindra sebagai Partai oposisi memiliki tokoh Sentral yang dapat memberikan komando. Sementara di tubuh PKS sendiri belum jelas siapa tokoh sentralnya.  

Dulu ada Anis Matta, namun sampai saat ini redup entah apa sebabnya. Selanjutnya ada Mardani Ali Sera yang paling banyak bernyanyi dan masih ada Hidayat Nur Wahid. Tiga nama itu paling sering berada di garis terdepan. 

Jika dikaji satu per satu, tidak ada yang dapat menyeimbangi pemikiran dan gaya kepemimpinan Prabowo Subianto yang dikenal tegas dan keras. Kalau begini jadinya, masihkah PKS hidup sebagai parti oposisi?  

Dibalik itu, ternyata ada harapan PKS bisa ditemani PAN dan Demokrat menjadi kelompok oposisi. Tapi dua partai sedang dibicarakan akan bergabung ke pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Alasannya, karena oposisi itu sehat, sebuah kebijakan publik yang tidak mendapatkan kritikan dari institusi partai politik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun