Adapun jenis perilaku yang tergolong ke dalam Contempt of Court menurut pandangan Prof Oemar Seno Adji meliputi perilaku tercela dan tidak pantas di pengadilan (Misbehaving in Court), Perilaku mengabaikan perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders), Perilaku menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court), Perilaku menghalangi jalannya proses peradilan (Obstructing Justice), Perilaku menghina pengadilan melalui publikasi/pemberitahuan (Sub-Judice Rule).
Dari beberapa poin itu, DA dapat dikategorikan telah melakukan Scandalising the Court yang mana dengan sengaja menyerang hakim. Jelas penyerangan itu mengarah kepada integritas pengadilan serta lembaganya.
Penyerangan itu dilakukan saat majelis hakim membacakan amar putusan. Belum selesai dibacakan, DA berdiri dari kursinya, kemudian melangkah ke mema majelis hakim lalu melepas ikat pinggang dari celana. Tali ikat pinggang itulah yang digunakan DA menyerang anggota majelis hakim. Akibatnya satu hakim terkena dibanguan dahi dan satunya lagi terkena dibagian lengan.
Dalam penyataan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), perbuatan DA otomatis telah melecehkan dan merendahkan martabat badan peradilan. Bahkan juga menyerah lembaga peradiran.Â
Olehnya itu, DA harus diberi sanksi berat berupa pencabutan sebagai penasehat hukum. Bahkan, dapat pula dikenakan pasal tentang kekerasan sesuai pasa 212 juncto 351 KUHP.
Terkait pencabutan sebagai penasehat hukum, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso menilai bahwa aksi kekerasan kepada hakim di tengah persidangan sangat menodai martabat peradilan di mata masyarakat. Maka sanksi yang diberikan yakni pencabutan hak sebagai penasehat hukum.
Namun sehubungan dengan tidak adanya aturan dalam KUHP soal ketentuan limitasinya, penjatuhan sanksi mestinya terbatas. Merujuk pada kasus contempt of court di masa lalu yang menjatuhkan sanksi pencabutan hak sebagai penasihat hukum hanya untuk beberapa tahun saja.
Sementara untuk hukuman pidana bagi DA, Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat telah menetapkan DA sebagai tersangka pada 18 Juli 2019 atas insiden di PT Jakarta Pusat.
Memang perjuangan mencari kebenaran itu tidak mudah, lebih-lebih seorang hakim sangat tidak gampang memutuskan satu perkara. Penyerangan DA terhadap  menjadi pelajaran berharga bagi para pengacara di Indonesia. Begitulah proses singkat Scandalising the Court menjerat DA seorang pengacara Tomy Winata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H