Masih terlintas diingatan kita tentang bagaimana dahsyatnya gempa berkekuatan magnitudo 7,4 mengguncang Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong 28 September 2018 lalu.
Tsunami menghanyutkan ratusan orang dewasa dan anak-anak di pesisi teluk Palu. Belum lagi likuefaksi menenggelamkan rumah-rumah dan warga. Bila dilihat dari ketinggian, tanah bergerak laiknya laut lepas dengan ombak begitu dahsyat. Sebelumnya masih berpakaian bersih dan rapi, setelah berjibaku menyelamatkan diri dari tanah bergerak, muncul bagaikan patung tanah liat, berlumuran lumpur dan tanah. Pristriwa tragis ini jadi satu-satuya yang terbesar di dunia.
Apa yang sebenarnya terjadi di Sulteng? Apakah sebelumnya pernah ada likuefaksi? Tidak ada data yang mengungkapkan pernah ada fenomena seperti itu. Tapi Sulteng pernah 29 kali dihantam gempat dahsyat dan 13 diantaranya menimbulkan tsunami.
Berdasarkan data Stasiun Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas 1 Palu, sejak 1904 sampai dengan 2018 Â sudah terjadi 29 gempa yang merusak. Dari jumlah gempa itu, 13 diantaranya menyebabkan tsunami dengan tingkat kerusakan berbeda-beda.
Gempa merusak dan stunami di Sulteng terjadi dengan kekuatan diatas magnitudo 6,0. Penyebabnya adalah beberapa sesar aktif dari Sulteng dan dari luar Sulteng. Sesar Palu-Koro jadi sesar teraktif di Sulteng.
Dari tabel grafik gempa merusak dan tsunami, tahun 1904 jadi gempa pertama di Sulteng berkekuatan magnitudo 6,0 menghantam Kabupaten Tolitoli. Gempa itu menyebabkan tsunami menghantam daerah pesisir.
Kemudian gempa 1907 berkekuatan magnitudo 6,8 dan 1909 berkekuatan magnitudo 7,1 berpusat di dua wilayah di Kabupaten Sigi. Â Dua gempa itu hanya menyebabkan kerusakan parah.
Setelah itu, di gempa di Pulai Kalimantan pada 1921 berkekuatan magnitudo 6,7 menyebabkan tsunami yang menghantam wilayah pesisir Sulawesi Tengah.
Tujuh tahun berikutnya, pada 1927 Sulteng diguncang gempa berkekuatan magnitudo 6,0 perpusat di Kabupaten Donggala dan menyebabkan tsunami.
Gempa dan tsunami selanjutnya terjadi pada 1938 di Kabupaten Parigi Moutong berkekuatan magnitudo 7,6 yang menyebabkan tsunami menghantam sebagian pesisir teluk Tomini. Setahun selanjutnya, gempa diserta tsunami berpusat di Teluk Tomoni pada 1939 Â berkekuatan 8,6 meluluh lantakkan wilayah pesisir Teluk Tomini.
Tertidur cukup lama, gempa 1965 berkekuatan magnitudo 8,0 di Kepulauan Ambon menyebabkan tsunami hingga menghantam sebagian wilayah pesisir Kepualauan Banggai. Menurut Hendrik, selain di Kalimantan, gempa disertai Tsunami di Kepulauan Maluku dikategorikan bencana dari luar namun terdampak hingga ke Sulteng. Gempa besar di Ambon dipicu sesar aktif yakni sesar Sula Utara. Â
Pindah dari luar Sulteng, pada 1968 gempa berkekuatan magnitudo 7,3 di Kabupaten Kabupaten Donggala bagian barat menyebabkan tsunami. Disusul 1969 gempa berkekuatan magnitudo 6,9 di Sulawesi Selatan menyebabkan tsunami hingga ke terasa di Sulteng.
Setelah tertidur 14 tahun lamanya, dalam catatan Hendrik, dua gempa berkuatan 6,0 berpusat di dua wilayah Kabupaten Buol dengan tingkat kerusakan cukup parah. Pindah dari Kabupaten Buol, dua tahun selanjutnya 1985 gempa berkekuatan 6,7 terjadi di wilayah Sulsel dan terasa hingga ke Sulteng, salah satunya Kabupaten Sigi sebagai daerah terdekat dari pusat gempa.
Setelah tiga tahun gempa tanpa disertai tsunami, gempa 1990 berkekatan 7,6 berpusat dekat wilayah Provinsi Gorontalo berbatasan dengan Provinsi Sulteng, tepatnya di Kabupaten Buol menyebabkan tsunami hingga terasa ke beberapa desa perbatasan.
Masih di wilayah yang sama, gempa berkekuatan magnitudo 6,2 kembali terjadi tanpa menyebabkan tsunami. Kemudian 1995 gempa berkuatan magnitudo 5,9 dipicu aktifnya sesar poso menghantam sebagian wilayah di Kabupaten Poso dan tidak menimbulkan tsunami.
Setahun kemudian tepatnya 1996, tsunami kembali menimbulkan dampak kerusakan setelah gempa besar berkekuatan magnitudo 6,0 berpusat di laut Sulawesi mengguncang Kabupaten Tolitoli. Di tahun yang sama juga terjadi gempa besar berkekuatan magnitudo 7,9 menimbulkan tsunami di bagian barat Kabupaten Donggala.Â
Selanjutnya, dalam catatan Hendrik, dua daerah pada 1998 terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo 6,1 di Kabupaten Donggala dan gempa disertai tsunami akibat gempa berkuatan magnitudo 7,7 berpusat di Pulau Ambon.
Memasuki era 2000-an, tsunami terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan dipicu gempa berkekuatan magnitudo 7,6 akibat aktifnya Sesar Peleng tahun di tahun 2000.
Dua tahun setelah itu kata Hendrik, gempa di Sulteng tidak menyebabkan tsunami, diantaranya gempa 2002 berkekuatan magnitudo 6,2 di Kabupaten Tojo Unauna, gempa 2005 berkekuatan magnitudo 6,3 di salah satu wilayah di Kabupaten Sigi, gempa 2008 dengan kekuatan magnitudo 7,4 laut Sulawesi tidak jauh dari Kabupaten Buol, gempa 2011 berkekuatan 6,1 di Kabupaten Morowali, gempa 2012 dengan kekuatan magnitudo 6,2 di Kabupaten Kabupaten Sigi.
Selanjutnya gempa 2017 berkekuatan di Kabupaten Poso magnitudo M 6,6 dan gempa 2018 berkekuatan 6,0 di bagian barat Kabupaten Donggala serta ditahun yang sama gempa dahsyat berkekuatan magnitudo 7,4 menimbulkan tusnami menerjang pesisir hingga Kota Palu.
Sesar Peleng di Banggai Kepulauan
Memasuki tahun 2019, tepatnya Jum'at malam, 12 April 2019 pukul 18.40.51 WIB gempa kuat dengan magnitudo 6,9 mengguncang wilayah Kabupaten Morowali, Kabupaten Morowali Utara, dan Kabupaten Kepulauan Banggai.
Setelah dilakukan pemutakhiran oleh BKMG, magnitudo gempa berubah turun menjadi magnitudo  6,8 dengan episenter terletak pada koordinat 1,89 LS dan 122,57 BT tepatnya di Teluk Tolo pada jarak 82 kilometer arah baratdaya Kepulauan Banggai dengan kedalaman 17 kilometer.
Gempa tersebut menunjukkan berpotensi tsunami. Akan tetapi, Kepala Bidang informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Dr Daryono mengatakan setelah dilakukan pemutakhiran magnitudo dan melakukan monitoring terhadap muka air laut melalui pengamatan tide gauge di lokasi Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Taliabu Provinsi Maluku Utara, menunjukkan tidak ada kenaikan muka air laut yang signifikan.
Setelah ditelusuri lebih dalam, gempa itu merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas sesar aktif, yakni sesar peleng. Sesar itu memiliki jalur berarah baratdaya-timutlaut di Pulau Peleng dan menerus ke Teluk Tolo.
Bila mengkaji lebih dalam, Sesar Peleng merupakan sesar aktif yang memiliki laju sesar sebesar 1,0 milimeter per tahun dan magnitudo maksimum yang mencapai 6,9. Dugaan ini didasarakan pada alasan lokasi episenter terletak pada kelurusan Sesar Peleng yang menerus ke laut dan sumber gempa ini memiliki mekanisme pergerakan mendatar menganan atau dextral.
Dampak gempa itu dirasakan di wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai dan Kota Palu
Wilayah Kepulauan Banggai berada di kawasan rawan gempa dan tsunami. Secara tektonik di wilayah itu terdapat beberapa sesar aktif, diantaranya Sesar Naik Batui, Sesar Balantak, Sesar Ambelang, dan Sesar Peleng.
Melengkapi catatan di sebelumnya, Kepulauan Banggai pernah dilanda tsunami pada 13 Desember 1858 menyebabkan banyak desa-desa di pesisir pantai Kepulauan Banggai mengalami kerusakan yang parah.
Selanjutnya pada 29 Juli 1859 wilayah Kepulauan Pulau Banggai kembali dilanda tsunami yang menerjang dan merusak banyak bangunan rumah yang terletak di wilayah pesisir.
Terakhir pada 4 Mei 200, gempa dengan magnitudo 7,5 memicu tsunami yang melanda Luwuk Kabupaten Banggai dan Peleng. Tsunami Banggai ini memiliki ketinggian yang diperkirakan mencapai hingga 3-6 meter di Kecamatan Totikum, Kayutanyo, dan Uwedikan dengan landaan tsunami sejauh 100 meter dari garis pantai.
Tsunami ini dibuktikan dengan surutnya air di dermaga totikum kurang lebih 200 meter mengakibatkan korban meninggal sebanyak 46 orang dan 264 orang luka-luka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H