Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pidana Mati Jangan Sekadar Wacana

6 Januari 2019   21:42 Diperbarui: 6 Januari 2019   22:07 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana KPK harus kuat? Sebenarnya jika KPK mau melepaskan diri dari jaringan korupsi dan tidak tergiur dengan tawaran baik jabatan, uang dan jaringan, maka ada harapan bagi rakyat untuk bisa merasakan negeri tanpa korupsi. Kesejahteraan juga bisa dirasakan, anak-anak sekolah, ekonomi berjalan lancar, dan pendidikan politik jadi lebih positif.

Pada aspek formalnya, KPK harus melakukan koordinasi, supervisi, dan pemantauan selain penindakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Tugas pokok tersebut merupakan bentuk penguatan eksistensi KPK sekaligus obat mujarab untuk meminimalkan penyakit menular korupsi yang sudah sempat mewabah di seluruh aspek kehidupan, khususnya korupsi bantuan kebencanaan.

Khusus untuk penerapan pidana mati, KPK harus lebih jeli melihat segala celah yang bisa dimasuki oleh oknum tertentu. Saya meyakini, dari perspektif jaringan, bahwa dua perusahaan tersebut merupakan salah satu anggota dalam jaringan korupsi di Indonesia yang sampai saat ini dijaga dan terjaga.

Sedangkan para pejabat PUPR adalah bagian terkecil dari jaringan korupsi yang bisa disebut sebagai anggota kecil yang bekerja secara teknis. Pada umumnya, anggota jaringan diatas level itu tidak mau memunculkan "batang hidungnya" selama tidak ada celah yang bisa dimasuki.

Tujuannya adalah untuk menjaga anggota jaringan mereka agar terlindungi dari jeratan hukum. Kalau pun harus masuk penjara, setidaknya mendapat hukuman ringan dan sedikit kelonggaran, sehingga jaringan korupsi bisa terjaga dengan baik dan masih terus bermain.

Celah ini pun bisa saja berbentuk dokumen, fakta persidangan, hingga bukti-bukti yang lain yang dapat menguantkan para pelaku. James Coleman dalam perpektif modal sosial, upaya merawat dan menjaga jaringan tidak hanya melalui jalur informasi, misalnya penguatan saksi. Akan tetapi, Alejandro Portes menguatkan perspektif itu dengan mengatakan bahwa dalam hubungan timbal balik antara anggota jaringan, segala sesuatu bisa dikonversi dalam bentuk apapun, salah satunya financial. Antara informasi dan finansial ini dalah dua hal yang kerap kali dibuka para penegak hukum agar bisa dimasuki jaringan korupsi.  

KPK harus mewaspadai jaringan tersebut dan jangan sedikitpun membuka celah untuk jaringan korupsi masuk memutarbalikkan fakta yang ada. KPK sudah diperkuat dengan UU-nya sendiri berikut dengan UU TIPIKOR. Saya kira, ini sudah cukup sebagai senjata utama mengungkap dan menghukum siapa saja pelako korupsi bantuan kebencanaan.

Salah satu penyebab hidupnya korupsi di Indonesia karena minimnya kepatuhan hukum. Sehingga pencegahan korupsi mutlak dilaksanakan secara konsisten dan menyeluruh. Pencegahan itu tidak hanya dilakukan di instansi pemerintah, swasta, dan pendidikan, tapi harus juga diawali dari keluarga.

Khusus yang menjadi perhatian, para politisi dan eksekutif harus taat asas dan aturan jika ingin kita merasakan negeri tanpa korupsi. Baik politisi maupun eksekutif memiliki tugas masing-masing dalam mencegah korupsi, terutama support mendukung pidana mati bagi pelaku korupsi bantuan kenbencanaan.

Para elite politik mendorong pidana mati dalam konteks politik, sementara eksekutif mendukung penerapan hukuman mati kepada para anak buahnya. Kalau keduanya tidak mau bekerjasama, maka sia-sia lah KPK didirikan. Di sisi lain, bisa jadi salah satu diantaranya adalah anggota jaringan korupsi. Benar atau tidak, tunggu sepak terjang KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun