Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Realitas Hukum di Era "Post Truth"

3 Januari 2019   23:38 Diperbarui: 5 Januari 2019   00:10 2083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sada korelasinya antara pidana mati dan efek jera. Pendapat ini juga didukung peneliti Imparsial, Bhatara Ibnu Reza bahwa tidak ada korelasi langsung antara hukuman mati dengan efek jera bagi para koruptor. Misalnya, di China setiap tahun ada 50 hingga 60 orang dihukum mati. 

Tapi buktinya, China tetap masuk sebagai negara yang masuk sepuluh besar paling korupsi di dunia. Meskipun sejak 1999 mengkampanyekan pemberantasan kasus-kasus tindak pidana korupsi. Pada akhir 2000, Cina telah membongkar jaringan penyelundupan dan korupsi yang melibatkan 100 pejabat Cina di Propinsi Fujian, Cina Tenggara. Sebanyak 84 orang di antaranya terbukti bersalah dan 11 orang dihukum mati. 

Menyusul nasib buruk menimpa Wakil Gubernur Propinsi Jiangxi, Hu Changqing dieksekusi mati pada 9 Maret 2001 setelah terbukti bersalah menerima suap senilai AS$660.000 serta sogokan properti senilai AS$200.000. Hukuman mati yang dijatuhkan kepada Hu Changqing kemudian dijadikan semacam shock therapy oleh pemimpin-pemimpin Cina. 

Menurutnya, pemberantasan korupsi adalah urusan hidup dan mati partai, ini sebuah semboyan yang terus didengung-dengungkan pemimpin-pemimpin Cina, terutama PM Zhu Rongji, yang di Cina dikenal sebagai salah satu "Mr Clean". (hukumonline.com). Hingga Oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di China telah dijatuhi hukuman mati. Tapi, sekarang China juga menjadi negara bersih. Indonesia seharusnya berkaca dari dua negara ini.

Selain China, sebelum tahun 1998, Latvia adalah negara yang korup. Untuk memberantas korupsi yang parah, negara itu menerapkan Undang-Undang (UU) lustrasi nasional atau UU pemotongan generasi. Menurut Mahfud MD, (Kompas 06/04/2010), melalui UU itu, semua pejabat eselon II diberhentikan dan semua pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 dilarang aktif kembali. 

"Getolnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga anti rasuah memberikan harapan tentang negeri tanpa korupsi. Tapi, selama hukum terus dijadikan sebagai sarana tranksaksi, selama itu juga adagium "tajam ke bawah tumpul ke atas" tetap jadi primadona para elit."

Sekarang, negara ini menjadi negara yang benar-benar bersih dari korupsi. Pada era  Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur),  pernah juga diusulkan rancangan UU lustrasi dan UU pemutihan. Namun, usulan itu kandas karena Gus Dur lengser.

Melihat China dan Latvia, bagaimana pun dan apapun analisinya, pada prosesnya koruptor tetap saja dihukum mati.

Melawan Realitas Hukum 

Seharunya, Indonesia belajar bagaimana konsisten memberantas korupsi. Meskipun KPK bukan lembaga penentu, tapi perlu diwaspadai transaksi hukum jadi penghalang konsistensi KPK dalam memberantas korupsi. 

Bahkan, realitas hukum juga bisa menjerat bagi mereka yang dianggap lawan berbahaya. Banyak dari mereka dijebloskan ke jeruji besi karena dianggap berbahaya. Sehingga, raykat dibuat bingung mana koruptor dan mana korban politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun