"Sidang saya tunda beberapa bulan depan." Sidang pun langsung ditutupnya.
Orang-orang dalam sidang tadi berteriak, ada yang berlari seakan-akan ingin melempar Pak Hakim yang mulia. Sungguh tidak ada penghargaan kepada Pak Hakim yang mulia.
Hati Pak Hakim yang mulia pun bergetar, hampir saja meneteskan air mata. Hmmmm,,! Ia membuang nafasnya dengan halus. Bayangkanlah, jika kasus ini terbongkar, pasti semuanya ricuh dan gedung ini dipenuhi ujaran kebencian. Â
Pak Hakim terus digendong dan dilindungi pengawal menuju mobil pribadinya. Â Sesampainya di mobil, ia langsung berangkat menuju rumah. Ditengah penjalanan, ia pun disambut dengan kemacetan yang luar biasa. Pak Hakim bercengkerama dengan supirnya. Ia masih berfikir kasus tadi, mengapa bisa ia melakukan hal yang sama. Sopir itu pun menarik dafas dalam-dalam dan membuagnya perlahan-lahan. Seakan-akan ingin mengatakan satu kalima, "Gara-gara kentut si Bolong, urusannya jadi rempong begini." Pak Hakim sudah tertidur pulas. Sidang kali ini sangat melahkan, kasus Bolong kentut di ruang rapat siswa bersama guru membuatnya pusing tujuh keliling. Gara-gara kentut, semua guru harus angkat bicara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H