Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saat "Jendral' Dibedah

16 Juli 2017   14:04 Diperbarui: 16 Juli 2017   14:10 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku setebal 472 halaman yang ditulis oleh Syaefurrahman Al-Banjary dan Suryadi, dua orang jurnalis, merupakan catatan dokumentatif tentang bagian kecil perjalanan seorang anak bangsa bernama Muhammad Tito Karnavian, yang memiliki karir gemilang karena prestasinya hingga berdiri dipuncak tertinggi sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).

Ya, pada Jumat (14/7/2017), Harian Umum Mercusuar menggelar bedah buku berjudul Tito Karnavian Dalam Pusaran Terorisme: Catatan dari Tepian Musi ke Puncak Tribrata, di salah satu hotel di Kota Palu, dibanjiri apresisi dan kritikan dari para narasumber dan peserta yang sebagian besar adalah tokoh-tokoh yang pernah terlibat dalam penyelesaian dan rekonsiliasi pascakonflik Poso.

Suriadi, salah satu penulis buku itu mengatakan tujuan bedah buku di Kota Palu, disebabkan kedekatan akses informasi dengan Kabupaten Poso. Dengan harapan mendapatkan dokumen lebih lengkap dan informasi yang lebih akurat dari narasumber terpercaya. "Kami meminta kesediaan dari para narasumber untuk meluangkan waktu berdiskusi hingga mengumpulkan tulisan terkait dengan Kabupaten Poso," ujarnya. 

Gubernur Sualwesi Tengah Longki Djanggola yang turut hadir dalam acara tersebut mengapresiasi kehadiran buku tersebut. Ia pun lantas mengisahkan hal ihwal dimulakannya Operasi Tinombala.

"Saat itu saya bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, lalu Presiden Joko Widodo bersama perwakilan masyarakat Poso meminta agar konflik Poso diselesaikan menyeluruh. Setelah itu kemudian Presiden meminta agar Kapolri dan Panglima TNI melakukan operasi besar-besaran yang kelak kemudian dikenal sebagai Operasi Tinombala," kisah Longki.

Selain Gubernur Longki Djanggola, hadir dalam bedah buku, yakni Kasrem 132 Tadulako, Adrian, perwakilan Kejati Sulteng, perwakilan TNI AL dan Kabid Humas Polda, AKBP Hari Suprapto.

KRITIK DAN SARAN

Sebagai referensi, kata Kepala Daerah Kepala Daerah yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Sulteng itu, , buku ini layak ini dibaca, meski ada beberapa bagian yang mesti dilengkapi. Salah satu bagian penting yang mesti dimasukkan adalah kondisi Poso terkini yang makin aman dan kondusif.

"Selama ini kita sudah berusaha menghapus stigma, menghancurkan anggapan bahwa Poso terus rusuh. Poso kini sudah aman. Adapun yang terus diburu oleh Polisi hanya segelintir orang itu. Sementara secara umum Poso sudah sangat aman. Stigma itu bisa hapus dengan melengkapi isi buku ini dengan kondisi Poso terkini," kata Gubernur Longki.

Sayang bila kehadiran buku ini masih dengan mudah membangun stigma bahwa Poso tak aman bagi orang di luar Sulawesi Tengah. Karenanya saran Gubernur Longki harus jadi perhatian penulis. Paparan soal Deklarasi Malino rasa-rasanya juga tak haram bila dimasukkan sebagai bagian dari buku ini.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah, Sofyan Faried Lembah yang menjadi pembedah buku itu mengatakan sebelumnya secara pribadi dirinya tidak respek pada sosok Tito, namun setelah membaca buku itu ia mengaku kagum pada sepak terjang pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 26 Oktober 1964 ini.

"Hanya saja, buku ini belum memenuhi harapan saya, khususnya dalam bagian tentang keterlibatan Tito di dalam penyelesaian konflik Poso. Kisah tentang Imam Masjid di Buyung Katedo dan beberapa yang lainnya sama sekali tidak ditulis. Sementara, mutilasi atas tiga orang pelajar putri SMA setempat ditulis. Saya meminta agar penulis mengeksplorasi lagi soal itu agar menghadirkan cerita tentang Poso secara utuh," sebut salah seorang insiator Deklarasi Malino itu.

Sofyan juga mengkritik isi buku tersebut. Menurutnya, referensi yang digunakan dalam buku ini masih sangat kurang. Sehingga terkesan ada ketimpangan dan yang dihasilkan dalam tulisan ini kurang menarik.

"Sulteng ini pernah menulis sebuah buku yang berjudul Derita Muslim Poso, Derita Kita Semua. Buku ini  dinilai dapat mendukung isi buku Tito Karnavian tersebut," katanya saat menjadi narasumber dalam bedah buku itu.

Kemudian, kata Sofyan, tidak ada satu penjelasan yang menggambarkan tentang Poso saat ini.

Kritikan juga disampaikan salah seorang narasumber, Dr Marzuki. Menurutnya  isi buku memuat informasi yang diulang-ulang. Sehingga cenderung membuat pembaca merasa bosan menelusuri tiap lembaran di buku tersebut.

"Ada banyak informasi dari isi buku ini yang selalu diulang-ulang. Untuk sekelas pembaca buku, pasti merasa bosan membaca isi buku ini," kata Ketua P4K Untad itu.

Marzuki mengatakan isi buku juga terkesan keluar dari prinsip peace journalism. Ia mencontohkan, ada penulisan tentang pemenggalan tiga siswi.  Dari tulisan ini, bisa mengundang dampak negatif terhadap pembaca.

"Coba dicarikan kalimat yang halus dan tidak mengundang pandangan negatif. Sehingga, apa yang ingin disampaikan penulis benar-benar difahami pembaca," katanya.

Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa dalam isi buku tersebut belum ditemukan pemikiran brilian dari sosok figur Tito Karnavian. Olehnya, salah seorang akademisi FISIP Untad itu menyarankan kepada penulis untuk menambahkan satu bab yang menggambarkan tentang pemikiran dari Tito Karnavian.

sementara Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Muzakir Tawil mengatakan, isi buku ini banyak mengambil penggalan kejadian di suatu tempat yang pernah dilakukan dalam hal penanganan radikalisme teroris. Sebagai buku yang memuat banyak informasi, memang  cukup berguna  untuk beberapa hal yang pernah ditangani Tito Karnavian.

"Sebagai pembaca yang baik, pasti yang membutuhkan informasi yang dibutuhkan. Namun, dalam buku ini memberikan sebuah solusi dari apa yang tertulis," ujarnya.

Sehingga, pembaca hanya mengkaji kembali isi buku yang ditulis, bukan mengolah informasi yang ada. Akan tetapi, kata Muzakir Tawil,  buku ini tetap  menarik dikaji secara ilmiah maupun kajian yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Tito Karnavian hingga solusinya.

"Meskipun isi buku ini tidak memberikan informasi yang belum cukup, akan tetap cukup memberikan kesan baik bagi figur yang dimunculkan dalam tulisan tersebut, " tutupnya. 

Sumber: Harian Sulteng Raya, Edisi 15 Juli 2017. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun